Rumah Sumber Kebahagiaan dan Kedamaian


Artikel ini sudah dipublikasikan di Jawa Pos Radar Mojokerto, Minggu (17/3).



Jawa Pos Radar Mojokerto, Minggu (17/3). Foto kiriman Aditya Ardi.



RUMAH. Tak semua orang  mampu memilikinya. Harga tanah yang terus melambung dan mahalnya bahan bangunan, jadi alasan. Karena itu, ada yang berpendapat mempunyai rumah adalah kemewahan.

Di sisi lain, bagi yang sudah memiliki rumah, keberadaannya  bukan sekedar tempat bernaung. Tapi lebih dari itu. Menjadi tempat yang menyimpan kenangan, kerinduan dan menuangkan kasih sayang pada para penghuninya atau yang pernah mendiaminya.

Buku Rumahku Istanaku tidak hanya bercerita mengenai usaha memiliki dan merawat hunian saja. Tapi juga usaha untuk memercantik, menjaga dan menghidupi kenangan keluarga melalui rumah mereka. Ditulis 101 kontributor pilihan dari berbagai kalangan, buku bisa dinikmati sembari  bersantai mengudap camilan.  Disajikan secara filosofis namun dengan gaya bahasa ringan, menarik, lucu dan menghibur. Buku ini  memberi pencerahan pada pembaca untuk lebih menghargai dan menyayangi rumah. 

Buku dibagi dalam 10 bab, seperti ; Pindahan, Membeli dan Menjual, Mimpi dapat Menjadi Kenyataan, Merenovasi, Mendekorasi, Memperbaiki, dan Tamu tak Diundang. Setiap bagian memuat 10 cerita apik sarat kontemplasi.  Seperti dalam ”Air Mata Bahagia”, (hlm 7-9) ditulis Kim Stokely, seorang istri  yang harus berpindah-pindah tempat mengikuti suaminya dinas. Ia merasa berat ketika harus mengemasi isi rumahnya untuk pindah. Karena sudah terlanjur kerasan. Tapi penulis seperti mendapat kekuatan baru setelah menelpon ibu mertuanya yang punya pengalaman lebih banyak berpindah-pindah tempat tinggal. Ia mendapat nasihat agar menganggap  setiap kepindahan  sebagai petualangan baru.  Akan ada banyak sudut-sudut baru dan tempat bersejarah yang bisa dijelajah. Bahwa setiap kepindahan merupakan suatu kesempatan untuk melihat hal-hal baru dan memperoleh  teman-teman baru.



                 
Ada pula kisah lain tentang pindah ke rumah baru. Seperti yang dituturkan Logan Eliasen, ketika orangtuanya akan menjual rumah mungil mereka. Bertambahnya anggota keluarga hingga membuat rumah terasa sempit jadi alasan untuk pindah rumah.  Meski lebih luas dibanding rumah sebelumnya,  ternyata sempat membuat penulis tidak berbahagia. Sebabnya, terlalu banyak kenangan yang dimiliki di rumah lama. Ingatan tentang  hunian lawas bercat putih yang sudah ditempati penulis sejak dia masih berumur empat tahun hingga beranjak remaja, tak mudah dilepaskan begitu saja.

               Setelah melalui konflik batin, akhirnya penulis bisa berdamai dengan keyakinan bahwa sesungguhnya yang penting  bukan rumah itu sendiri tetapi kenangan yang telah dibuat di dalamnya. Kita bisa membawanya di mana pun kita tinggal, dan menambahkannya di tempat yang baru (hlm 92).

             Kisah apik lainnya dibagikan Betsy S Franz, seorang penulis dan fotografer yang di masa remajanya pernah memimpikan memiliki rumah yang didesainnya sendiri.  Ide itu terus disimpan penulis hingga usia 40 tahun. Pandangan hidupnya tentang arti rumah mulai berubah saat bertemu pasangan hidup dan mulai merancang dan membangun rumah impian mereka. Bukan rumah yang telah kami bangun bersama yang membuat hidupku begitu menyenangkan dan memuaskan ; pada akhirnya menemukan orang yang tepat  yang kuinginkan untuk membangun rumah bersama-sama. Dan, sesungguhnya bukan membangun rumah itu melainkan kehidupan dan masa depanlah yang kami bangun (hlm 109).

            Buku selalu diawali  dengan kutipan indah pada setiap kisah yang menjadi ciri khas Chicken Soup for the Soul. Mengajak pembaca untuk sejenak berefleksi. Membaca buku ini seperti diingatkan untuk bersyukur atas rumah yang kita miliki. Keberadaan rumah apa pun bentuknya begitu berharga.  Rumah bukan berarti ruang fisik atau lokasi, melainkan apa yang ada di dalamnya. Karena dari kediamanlah, semua kebahagiaan hakiki yang sesungguhnya berasal (hlm 244).

Diresensi Yeti Kartikasari, pembaca buku, blogger dan pendidik. Tinggal di Pandaan, Pasuruan. Dapat disapa di www.ranselmbakyeye.blogspot.com atau email ykartikasari@yahoo.com


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang