Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia


Saya bersama Vieza Wimartin. Dok. Pri


Akhir tahun lalu, saya berkesempatan bertemu dengan sosok inspiratif dalam dunia pendidikan di Kota Malang. Berbincang dengannya rasanya tidak membosankan karena pribadinya yang terbuka dan banyak hal menarik dalam dunia pendidikan yang dibaginya. 

Seperti apa dan bagaimana pertemuan dan cerita-cerita tentang perempuan penuh talenta dan sekolah See Me Grow yang dirintisnya ini? Baca liputan saya sampai tuntas ya!

Naskah ini sudah ditayangkan di Majalah Money&I, edisi Januari 2018.







VIEZA WIMARTIN

BEKERJA DENGAN CINTA, BEKERJA DENGAN BAHAGIA

Text                            : Yeti Kartikasari
Photo Courtesy         : Vieza Wimartin


Cantik, cerdas, punya kepedulian sosial dan rendah hati. Begitu menggambarkan sosok perempuan bermotto Do  not give there is always a way ini. Meski pernah tinggal dan menuntut ilmu di  Australia, menikmati atmosfer negara dan setiap sudut kotanya, baginya Kota Malang tetap tak tergantikan di hatinya.



KECINTAANNYA pada dunia pendidikan terpupuk sejak belia. Setiap hari melihat keseharian Ibunya yang seorang pengajar, membuat hatinya terpaut pada anak-anak. Tak pelak, ia pun tak ragu menancapkan cita-citanya menjadi pendidik.

Vieza Wimartin, begitu nama lengkapnya. Menuntaskan pendidikan di Early Child Education di TAFE Institute Sydney, pada akhir 2011, Vieza, panggilan akrabnya diminta pulang oleh orang tuanya untuk ikut mengelola sekolah  My Little Island yang sudah berdiri tahun 2006 di kota Malang.

Dok. Pri

 
Tapi, Vieza, justru menolak tawaran Ibunya, Velly Sumartini. Ia justru memilih untuk membangun lembaga pendidikan yang baru. Menerapkan ilmu yang diperolehnya selama menempuh pendidikan di negeri kanguru. Beruntungnya, perempuan kelahiran Malang, 30 Januari 1992 ini mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya.

Ia punya alasan mengapa ingin merintis sekolah sendiri. Menurutnya, ia ingin menerapkan kurikulum Australia, sedangkan di sekolah milik ibunya, sudah menggunakan kurikulum dari  Singapura.

Bermodal semangat dan dana pinjaman dari orang tua, perempuan berpembawaan kalem namun ramah ini pun mulai mengenalkan sekolahnya pada masyarakat pada awal tahun 2012. ”Persiapan mendirikan See Me Grow sudah saya lakukan ketika masih di Australia, termasuk setting gedung, pola pembelajaran dan pemilihan nama sekolah,” ceritanya.

Tidak mudah bagi Vieza meraih kepercayaan masyarakat untuk mendaftarkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan miliknya. Tapi, bagi dia itu justru menjadi sebuah tantangan tersendiri. Empat orang murid saat kali pertama See Me Grow, tidak membuatnya patah arang. Ia justru optimistis, impiannya menjadikan See Mee Grow, sebagai sekolah terpandang yang mendapat tempat di hati masyarakat kota Malang akan terwujud.


Vieza mengingat perjuangan di awal-awal merintis See Me Grow. Menurutnya, cukup berat karena lembaga pendidikan baru, orang belum kenal. ”Saya percaya, waktu akan membuktikan See Me Grow akan dikenal orang,” katanya dengan nada optimistis.

Meski muridnya di awal See Me Grow berdiri hanya empat orang, Vieza tetap profesional. Ia dibantu tiga orang guru yang direkrutnya, mengajar dengan senang. ”Seperti belajar privat gitu. Satu murid dengan satu guru,” kenangnya tersipu.


Vieza bersama para pengajar See me Grow. Courtesy of Vieza W


Perempuan yang menyukai musik chill dan pop ini kemudian rajin mengikuti even-even baik pendidikan mau pun bisnis yang digelar di kota Malang. Di ajang seperti itu, ia membuka stand dan membagikan brosur untuk mengenalkan sekolahnya. Rupanya, cara itu cukup efektif. Pelan tapi pasti, See Me Grow menancapkan taji di dunia pendidikan, khususnya di kota Malang.

Di samping promosi, ia percaya kekuatan “gethok tular” yakni promosi dari mulut ke mulut itu ternyata sangat efektif. Profesionalitas lembaganya dalam memberikan layanan pendidikan terbaik juga membuat orang tua tak ragu untuk menitipkan anak-anaknya pada See Me Grow. Ia mencontohkan, ada siswanya yang pernah sekolah di See Me Grow, berikutnya, adik-adiknya juga disekolahkan di sini.

Tak sia-sia, perjuangannya mendapat respon cukup baik dari masyarakat. Apalagi sistem pendidikan di See Me Grow sesuai dengan yang dibutuhkan oleh orang tua, terutama yang sibuk bekerja.


Money&I, januari 2018. Dok. Pri

Vieza memaparkan ada empat program unggulan yang dimiliki See Me  Grow, yakni L Beehive meliputi sekolah bayi dan gym kids. Program ini untuk bayi usia enam bulan hingga tiga tahun. Program tersebut juga diperuntukkan bagi orang tua dan anak yang ingin melakukan kegiatan bersama-sama. Durasi waktunya selama 45 menit. “Tujuannya, untuk memerkuat tali kasih, kekompakan, kerja sama juga kebersamaan orang tua dengan anak,” ungkap perempuan yang menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota Malang ini.

Di program L Beehive, lanjutnya, bayi juga akan mendapatkan baby massage serta materi menyanyi, menari, bersyair yang bertujuan menumbuhkan rasa percaya diri, keberanian serta kemandirian pada anak. Pengajaran disampaikan dalam bahasa Inggris dengan gerak dan lagu, tujuannya supaya anak menikmati, dan ini dilakukan tanpa paksaan.

Lalu, ada playgroup dan TK, daycare dan SD.  Untuk SD akan mulai pada tahun ajaran 2017-2018 sebagai respon dari orang tua agar anak-anaknya yang sudah menempuh pendidikan di See Me Grow bisa tetap lanjut.

“Kalau untuk playgroup dan TK, materi disampaikan sambil bermain, bernyanyi, dan bersyair. Ini supaya siswa dapat menikmati dan menangkap materi dengan mudah dan menyenangkan,” ulasnya yang ketika ditemui baru saja selesai meeting dengan para pengajar di lembaganya.

          Vieza menjelaskan, di See Me Grow, siswa dikelompokkan berdasarkan usia menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok berjalan-2 tahun, usia 2-4 tahun, dan 4-6 tahun. Untuk usia menuju sekolah dasar 2-4 tahun disebut transition to school yang artinya akan memelajari baca tulis, dan berhitung untuk persiapan masuk sekolah dasar. Agar lebih efektif, setiap kelas dibatasi paling banyak 15 siswa dengan dua guru.    
Lebih jauh Vieza memaparkan mengenai progam unggulan playgroup  dan TK, menurutnya kurikulum yang digunakan merupakan perpaduan antara Australia Early Years Framework (AEYF) dan kurikulum nasional K-13. Perpaduan kurikulum ini, terangnya, untuk mendorong siswa pada bakat dan minatnya. Bukan hanya siswa yang menonjol dalam akademi saja yang bisa berprestasi, tapi siswa yang pandai di bidangnya akan diarahkan sesuai dengan potensinya. “Misalnya, ada siswa yang berbakat dalam musik, dia akan diarahkan untuk belajar kepada guru musik sehingga lebih fokus,” kata Vieza yang mengidolakan sang mama ini.

Selain itu, keunikan lain di See Me Grow adalah pada konsep pembelajaran.  Umumnya, di lembaga pendidikan anak usia dini menyediakan kelas-kelas sebagai tempat belajar, di tempat ini menyediakan sentra-sentra pembelajaran yang disetting seperti di rumah sendiri. ”Anak-anak yang belajar di sini, tidak akan kehilangan suasana rumahnya,” ujarnya.

Perempuan yang pernah memenangi Runner-up 1 Puteri Indonesia Jawa Timur 2012 ini bertutur, mendirikan See Me Grow juga  dari rasa keprihatinannya ketika melihat anak-anak yang dititipkan kepada pengasuh  selama kedua orang tuanya sibuk bekerja. Hanya sekedar dijaga tanpa ada unsur mendidiknya. Karena itu, Vieza berinisiatif untuk merintis lembaga pendidikan sekaligus ada penitipan anak. Tapi, dalam perkembangannya, banyak juga orang tua yang tidak menitipkan anaknya tapi hanya belajar di See Me Grow.

Program daycare, lanjutnya, mulai Senin hingga Sabtu, dari pukul tujuh pagi hingga lima sore. Sore hari, anak-anak memiliki kegiatan afternoon class dengan materi beragam. Seperti ; story telling tentang charakter building, menggambar, menari, kelas keagaaman (mengaji dan sekolah minggu) dan computer untuk anak-anak.

Secara detil Vieza memaparkan, ada tiga hal mendasar diterapkan, yang kemudian menjadi kharakteristik lulusan See Me Grow. Pertama, penerapan character building di program L Beehive hingga SD. Seperti, kegiatan student of the month, setiap bulan anak-anak akan mendapatkan reward sesuai dengan sikapnya sehari-hari. Yang menarik adalah temanya berganti setiap bulannya, seperti jujur, rajin, kreatif, percaya diri dan tanggung jawab.

Lalu, ada dua hal lagi yang mendasar, yakni Letterland Phoenic for Children dan kegiatan outing class. Pembelajaran Letterland Phoenic for Children difokuskan anak dapat membaca dan menulis bahasa Inggris tanpa ada unsur paksaan.  Medianya dalam pembelajaran ini adalah pengenalan huruf dan karakter melalui cerita berbahasa Inggris. Kemudian ada kegiatan outing mengunjungi peternakan, ini sekaligus mengajarkan anak-anak untuk bersosialisasi. Anak-anak bisa belajar sambil bermain. ”Prinsipnya, belajar di See Me Grow adalah Aman, Nyaman dan Bahagia,” tandas bungsu dari tiga bersaudara ini.

Diakui Vieza yang saat senggang suka menghabiskan waktu di coffe shop ini dirinya tidak sepenuhnya menerapkan kurikulum Australia. “ Boleh dibilang See Me Grow kurikulum Indonesia tapi dengan rasa Australia,” kata perempuan yang juga menggemari travelling ini.

Lho kok?

Menurutnya, sistem pendidikan di Australia itu untuk TK adalah hanya bermain saja. Sedangkan di Indonesia, anak TK sudah dikenalkan dengan huruf. ”Menurut saya, tidak bagus juga kalau anak-anak hanya bermain saja. Itulah sebabnya, di See Me Grow anak-anak dikenalkan dengan membaca dan menulis melalui cerita. Bermain sambil belajar,” bebernya lagi.


      Bagi Vieza, sebenarnya kunci keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada sekolah dan guru-gurunya saja. Tetapi juga, peran serta orang tua termasuk di dalamnya memberikan situasi kondusif di lingkungan keluarga. ”Kalau hanya guru saja yang berperan, akan berat ya. Karena, sebenarnya orang tua yang berperan penting,” jelasnya lagi.

          Ia bersyukur, memiliki guru-guru yang kompeten, berdedikasi dan sabar dalam memberikan pelayanan pendidikan pada murid-murid. Sehingga membuat peserta didik merasa nyaman.

      Mendirikan sekolah, diakui Vieza secara bisnis memang tidak menguntungkan. Itu sebabnya, ia tidak berharap mendapat banyak secara materi dari sekolah yang didirikannya.

          ”Karena begini, bagi saya, mendirikan sekolah itu lebih kepada pengabdian membagikan ilmu dan berkontribusi bagi masyarakat,” ujar Vieza yang hobi merangkai bunga ini. ”Kalau mau dapat uang banyak dan cepat, ya harus bisnis lain. Bukan membuat sekolah,” imbuhnya.

          Ia punya pandangan bahwa tidak semua hal harus money oriented. Bekerja, kata dia tidak hanya bertujuan untuk uang, uang dan uang. ”Tetapi lebih kepada kepuasan dan kebahagiaan. Kalau kita bekerja dengan cinta, bekerja akan menjadi bahagia. Dan itu ukurannya bukan uang,” tandas Vieza yang mengaku belajar banyak soal nilai-nilai kehidupan dari orangtuanya, Eddy Winarto dan Velly Sumartini.

          Meski demikian, ia tak menampik jika ingin mengembangkan See Me Grow di kota-kota lain di Indonesia. Kebetulan, katanya, sudah ada yang membeli franchise sekolah miliknya untuk dikembangkan di Samarinda. Patner yang membeli franchise-nya, kata Vieza, tahu dan mengenal lembaga pendidikannya dari media sosial.

         
”Saya sih ingin, See Me Grow terus tumbuh dan tersebar di mana-mana,” ujarnya yang berharap akan ada 10 franchise See Me Grow.

          Vieza mengaku bersyukur dirinya lahir dan besar di kota Malang, sehingga bisa merasakan atmosfer kota pendidikan. Kota Malang, lanjutnya ideal sebagai kota pendidikan, karena banyaknya sekolah yang boleh dibilang bagus.  Kecintaan pada tanah kelahirannya itulah yang membuatnya terpanggil untuk mendedikasikan ilmunya. Di samping latar belakang keluarganya yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan.

          Meski mengenyam pendidikan di Australia, tidak lantas membuat perempuan yang mandiri sejak belia ini menjadikan pendidikan luar negeri sebagai kiblat.  Menurut Vieza, ia justru menilai, pendidikan di Indonesia tetap yang terbaik bila dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Australia.

          Ia mencontohkan, di Singapura, anak-anak usia lima tahun dituntut untuk bisa baca koran. Sedangkan di Australia, murid-murid di TK isinya hanya bermain dan bermain. ”Pendidikan di Indonesia, bagi saya tetap yang terbaik,” tandas Vieza yang ketika di Australia sempat magang mengajar di sejumlah sekolah ini.

       Sehari-hari bergelut dengan dunia pendidikan, diakuinya kadang membuatnya jenuh. Ia ingin melakukan banyak hal lain yang ia sukai selain dunia pendidikan. Itu sebabnya, sejak beberapa waktu terakhir, Vieza secara pelan tapi pasti menyerahkan kepemimpinan sekolah pada salah satu guru yang dipercaya.

          ”Di sekolah harus ada kepala sekolah yang stay sepanjang hari. Sedangkan saya kan kadang ke mana-mana,” ujarnya. Meski begitu, Vieza tak lepas tangan begitu saja. Ia tetap rutin memonitor dan berkoordinasi dengan para pengajar di See Me Grow. Di samping melakukan pertemuan rutin dengan orang tua siswa.

         
Saya suka merangkai bunga segar. Jawabnya riang ketika ditanya apa hobinya.  Biasanya, ia melakoni hobinya itu saat pagi hari sebelum memulai kesibukan lain. Menurutnya, merangkai bunga untuk menciptakan mood positif dan menyemangati diri.

          Bunga-bunga yang dirangkainya selain menghiasi rumah dan kantornya, juga ada yang pesanan pembeli. ”Sering ada yang pesan, mereka tahu saya bisa merangkai bunga dari media sosial,”  kata Vieza yang berencana ke depan akan bunga toko bunga ini. (*)



--
         
Bisnis Sepatu Cantik


SELAIN dunia pendidikan yang menjadi passionnya, Vieza juga mulai menapaki bisnis sepatu. Darah bisnis ini rupanya mengalir dari kedua orang tuanya. Bermula dari rasa kesalnya, setiap akan membeli sepatu di online shop selalu kehabisan model dan ukuran yang diinginkan, ia pun tergelitik untuk mendesain sepatu sendiri.

Awalnya hanya untuk dipakai sendiri, tapi lama-lama sepatu-sepatu hasil desainnya yang ia pajang di laman media sosialnya ternyata juga banyak diminati orang. Akhirnya, ia mulai memberanikan diri untuk menerjuni bisnis alas kaki ini.

Sepatu cantik. Begitu Vieza menyebutnya. Ia menggandeng sejumlah perajin sepatu lokal di Singosari untuk mewujudkan desain-desainnya. Mengusung brand ESME, Vieza mengatakan sepatu desainnya dikerjakan secara handmade.


Dok. Pri


Dalam setiap bulannya, order ratusan pasang sepatu ia peroleh. Selain dipromosikan di sosial media, dia juga bekerjasama dengan sejumlah outlet sepatu di sejumlah mall di Jakarta. Dibandrol mulai harga 485 ribu-900 ribu per pasang, sepatu Vieza juga sudah terbang ke Singapura.

Menurutnya, selain desain yang unik dengan aksen bordir dan manik-manik, bahan yang nyaman membuat sepatunya disukai customer. Ia berusaha menjaga kualitas sepatu produksinya. Itu sebabnya, di sela kesibukannya memonitor See Me Grow, Vieza juga menyempatkan untuk mengontrol pekerjaan perajin sepatu yang menjadi mitra kerjanya.

Kesibukannya harus membagi waktu antara mengurus keluarga, lembaga pendidikan, bisnis sepatu, merangkai bunga tak membuatnya keteteran. Ia sudah terbiasa melakukan banyak pekerjaan. Pengalamannya mandiri di negeri orang dan pendidikan yang ditanamkan orang tuanya membuatnya paham bagaimana harus mengatur ritme kerja dan menjaga kedisplinan. ”Sejauh ini semuanya bisa berjalan dengan baik,” ujar Vieza yang masih punya cita-cita untuk melanjutkan pendidikannya lagi.

           Di akhir perbincangan, Vieza menyebut, setiap pekerjaan yang dikerjakan dengan hati akan menghasilkan makna dan kebahagiaan. Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi orang lain. (*)

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang