Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia
Saya bersama Vieza Wimartin. Dok. Pri |
Akhir tahun lalu, saya berkesempatan bertemu dengan sosok inspiratif dalam dunia pendidikan di Kota Malang. Berbincang dengannya rasanya tidak membosankan karena pribadinya yang terbuka dan banyak hal menarik dalam dunia pendidikan yang dibaginya.
Seperti apa dan bagaimana pertemuan dan cerita-cerita tentang perempuan penuh talenta dan sekolah See Me Grow yang dirintisnya ini? Baca liputan saya sampai tuntas ya!
VIEZA WIMARTIN
BEKERJA
DENGAN CINTA, BEKERJA DENGAN BAHAGIA
Text : Yeti Kartikasari
Photo Courtesy : Vieza Wimartin
Cantik, cerdas, punya
kepedulian sosial dan rendah hati. Begitu menggambarkan sosok perempuan
bermotto Do not give there is always a way ini. Meski
pernah tinggal dan menuntut ilmu di
Australia, menikmati atmosfer negara dan setiap sudut kotanya, baginya
Kota Malang tetap tak tergantikan di hatinya.
KECINTAANNYA pada dunia pendidikan terpupuk sejak belia. Setiap hari
melihat keseharian Ibunya yang seorang pengajar, membuat hatinya terpaut pada
anak-anak. Tak pelak, ia pun tak ragu menancapkan cita-citanya menjadi
pendidik.
Vieza Wimartin, begitu nama lengkapnya. Menuntaskan
pendidikan di Early Child Education di TAFE Institute Sydney, pada akhir 2011,
Vieza, panggilan akrabnya diminta pulang oleh orang tuanya untuk ikut mengelola
sekolah My Little Island yang sudah
berdiri tahun 2006 di kota Malang.
Dok. Pri |
Tapi, Vieza, justru menolak tawaran Ibunya, Velly
Sumartini. Ia justru memilih untuk membangun lembaga pendidikan yang baru.
Menerapkan ilmu yang diperolehnya selama menempuh pendidikan di negeri kanguru.
Beruntungnya, perempuan kelahiran Malang, 30 Januari 1992 ini mendapat dukungan
penuh dari kedua orang tuanya.
Ia punya alasan mengapa ingin merintis sekolah sendiri. Menurutnya,
ia ingin menerapkan kurikulum Australia, sedangkan di sekolah milik ibunya,
sudah menggunakan kurikulum dari
Singapura.
Bermodal semangat dan dana pinjaman dari orang tua,
perempuan berpembawaan kalem namun ramah ini pun mulai mengenalkan sekolahnya
pada masyarakat pada awal tahun 2012. ”Persiapan mendirikan See Me Grow sudah
saya lakukan ketika masih di Australia, termasuk setting gedung, pola
pembelajaran dan pemilihan nama sekolah,” ceritanya.
Tidak mudah bagi Vieza meraih kepercayaan masyarakat
untuk mendaftarkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan miliknya. Tapi, bagi
dia itu justru menjadi sebuah tantangan tersendiri. Empat orang murid saat kali
pertama See Me Grow, tidak membuatnya patah arang. Ia justru optimistis,
impiannya menjadikan See Mee Grow, sebagai sekolah terpandang yang mendapat
tempat di hati masyarakat kota Malang akan terwujud.
Vieza mengingat perjuangan di awal-awal merintis See Me
Grow. Menurutnya, cukup berat karena lembaga pendidikan baru, orang belum
kenal. ”Saya percaya, waktu akan membuktikan See Me Grow akan dikenal orang,”
katanya dengan nada optimistis.
Meski muridnya di awal See Me Grow berdiri hanya empat
orang, Vieza tetap profesional. Ia dibantu tiga orang guru yang direkrutnya, mengajar dengan senang. ”Seperti belajar privat gitu. Satu murid dengan satu
guru,” kenangnya tersipu.
Vieza bersama para pengajar See me Grow. Courtesy of Vieza W |
Perempuan yang menyukai musik chill dan pop ini kemudian
rajin mengikuti even-even baik pendidikan mau pun bisnis yang digelar di kota Malang.
Di ajang seperti itu, ia membuka stand dan membagikan brosur untuk mengenalkan
sekolahnya. Rupanya, cara itu cukup efektif. Pelan tapi pasti, See Me Grow
menancapkan taji di dunia pendidikan, khususnya di kota Malang.
Di samping promosi, ia percaya kekuatan “gethok tular”
yakni promosi dari mulut ke mulut itu ternyata sangat efektif. Profesionalitas
lembaganya dalam memberikan layanan pendidikan terbaik juga membuat orang tua
tak ragu untuk menitipkan anak-anaknya pada See Me Grow. Ia mencontohkan, ada
siswanya yang pernah sekolah di See Me Grow, berikutnya, adik-adiknya juga
disekolahkan di sini.
Tak sia-sia, perjuangannya mendapat respon cukup baik
dari masyarakat. Apalagi sistem pendidikan di See Me Grow sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh orang tua, terutama yang sibuk bekerja.
Money&I, januari 2018. Dok. Pri |
Vieza memaparkan ada empat program unggulan yang dimiliki
See Me Grow, yakni L Beehive meliputi
sekolah bayi dan gym kids. Program ini untuk bayi usia enam bulan hingga tiga
tahun. Program tersebut juga diperuntukkan bagi orang tua dan anak yang ingin
melakukan kegiatan bersama-sama. Durasi waktunya selama 45 menit. “Tujuannya,
untuk memerkuat tali kasih, kekompakan, kerja sama juga kebersamaan orang tua
dengan anak,” ungkap perempuan yang menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota
Malang ini.
Di program L Beehive, lanjutnya, bayi juga akan
mendapatkan baby massage serta materi
menyanyi, menari, bersyair yang bertujuan menumbuhkan rasa percaya diri,
keberanian serta kemandirian pada anak. Pengajaran disampaikan dalam bahasa
Inggris dengan gerak dan lagu, tujuannya supaya anak menikmati, dan ini
dilakukan tanpa paksaan.
Lalu, ada playgroup dan TK, daycare dan SD. Untuk SD akan mulai pada tahun ajaran
2017-2018 sebagai respon dari orang tua agar anak-anaknya yang sudah menempuh
pendidikan di See Me Grow bisa tetap lanjut.
“Kalau untuk playgroup dan TK, materi disampaikan sambil
bermain, bernyanyi, dan bersyair. Ini supaya siswa dapat menikmati dan
menangkap materi dengan mudah dan menyenangkan,” ulasnya yang ketika ditemui
baru saja selesai meeting dengan para
pengajar di lembaganya.
Vieza
menjelaskan, di See Me Grow, siswa dikelompokkan berdasarkan usia menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok berjalan-2 tahun, usia 2-4 tahun, dan 4-6 tahun. Untuk
usia menuju sekolah dasar 2-4 tahun disebut transition
to school yang artinya akan memelajari baca tulis, dan berhitung untuk
persiapan masuk sekolah dasar. Agar lebih efektif, setiap kelas dibatasi paling
banyak 15 siswa dengan dua guru.
Lebih jauh Vieza memaparkan mengenai progam unggulan
playgroup dan TK, menurutnya kurikulum
yang digunakan merupakan perpaduan antara Australia Early Years Framework
(AEYF) dan kurikulum nasional K-13. Perpaduan kurikulum ini, terangnya, untuk
mendorong siswa pada bakat dan minatnya. Bukan hanya siswa yang menonjol dalam
akademi saja yang bisa berprestasi, tapi siswa yang pandai di bidangnya akan
diarahkan sesuai dengan potensinya. “Misalnya, ada siswa yang berbakat dalam
musik, dia akan diarahkan untuk belajar kepada guru musik sehingga lebih
fokus,” kata Vieza yang mengidolakan sang mama ini.
Selain itu, keunikan lain di See Me Grow adalah pada
konsep pembelajaran. Umumnya, di lembaga
pendidikan anak usia dini menyediakan kelas-kelas sebagai tempat belajar, di
tempat ini menyediakan sentra-sentra pembelajaran yang disetting seperti di
rumah sendiri. ”Anak-anak yang belajar di sini, tidak akan kehilangan suasana
rumahnya,” ujarnya.
Perempuan yang pernah memenangi Runner-up 1 Puteri
Indonesia Jawa Timur 2012 ini bertutur, mendirikan See Me Grow juga dari rasa keprihatinannya ketika melihat
anak-anak yang dititipkan kepada pengasuh
selama kedua orang tuanya sibuk bekerja. Hanya sekedar dijaga tanpa ada
unsur mendidiknya. Karena itu, Vieza berinisiatif untuk merintis lembaga
pendidikan sekaligus ada penitipan anak. Tapi, dalam perkembangannya, banyak
juga orang tua yang tidak menitipkan anaknya tapi hanya belajar di See Me Grow.
Program daycare, lanjutnya, mulai Senin hingga Sabtu,
dari pukul tujuh pagi hingga lima sore. Sore hari, anak-anak memiliki kegiatan afternoon class dengan materi beragam.
Seperti ; story telling tentang charakter building, menggambar, menari, kelas
keagaaman (mengaji dan sekolah minggu) dan computer untuk anak-anak.
Secara detil Vieza memaparkan, ada tiga hal mendasar diterapkan,
yang kemudian menjadi kharakteristik lulusan See Me Grow. Pertama, penerapan character building di program L Beehive
hingga SD. Seperti, kegiatan student of the month, setiap bulan anak-anak akan
mendapatkan reward sesuai dengan sikapnya sehari-hari. Yang menarik adalah
temanya berganti setiap bulannya, seperti jujur, rajin, kreatif, percaya diri
dan tanggung jawab.
Lalu, ada dua hal lagi yang mendasar, yakni Letterland
Phoenic for Children dan kegiatan outing
class. Pembelajaran Letterland Phoenic for Children difokuskan anak dapat
membaca dan menulis bahasa Inggris tanpa ada unsur paksaan. Medianya dalam pembelajaran ini adalah
pengenalan huruf dan karakter melalui cerita berbahasa Inggris. Kemudian ada
kegiatan outing mengunjungi
peternakan, ini sekaligus mengajarkan anak-anak untuk bersosialisasi. Anak-anak
bisa belajar sambil bermain. ”Prinsipnya, belajar di See Me Grow adalah Aman,
Nyaman dan Bahagia,” tandas bungsu dari tiga bersaudara ini.
Diakui Vieza yang saat senggang suka menghabiskan waktu
di coffe shop ini dirinya tidak sepenuhnya menerapkan kurikulum Australia. “
Boleh dibilang See Me Grow kurikulum Indonesia tapi dengan rasa Australia,”
kata perempuan yang juga menggemari travelling ini.
Lho
kok?
Menurutnya, sistem pendidikan di Australia itu untuk TK
adalah hanya bermain saja. Sedangkan di Indonesia, anak TK sudah dikenalkan
dengan huruf. ”Menurut saya, tidak bagus juga kalau anak-anak hanya bermain
saja. Itulah sebabnya, di See Me Grow anak-anak dikenalkan dengan membaca dan
menulis melalui cerita. Bermain sambil belajar,” bebernya lagi.
Bagi
Vieza, sebenarnya kunci keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada
sekolah dan guru-gurunya saja. Tetapi juga, peran serta orang tua termasuk di
dalamnya memberikan situasi kondusif di lingkungan keluarga. ”Kalau hanya guru
saja yang berperan, akan berat ya. Karena, sebenarnya orang tua yang berperan
penting,” jelasnya lagi.
Ia
bersyukur, memiliki guru-guru yang kompeten, berdedikasi dan sabar dalam
memberikan pelayanan pendidikan pada murid-murid. Sehingga membuat peserta
didik merasa nyaman.
Mendirikan
sekolah, diakui Vieza secara bisnis memang tidak menguntungkan. Itu sebabnya,
ia tidak berharap mendapat banyak secara materi dari sekolah yang didirikannya.
”Karena
begini, bagi saya, mendirikan sekolah itu lebih kepada pengabdian membagikan
ilmu dan berkontribusi bagi masyarakat,” ujar Vieza yang hobi merangkai bunga
ini. ”Kalau mau dapat uang banyak dan cepat, ya harus bisnis lain. Bukan
membuat sekolah,” imbuhnya.
Ia punya
pandangan bahwa tidak semua hal harus money
oriented. Bekerja, kata dia tidak hanya bertujuan untuk uang, uang dan
uang. ”Tetapi lebih kepada kepuasan dan kebahagiaan. Kalau kita bekerja dengan
cinta, bekerja akan menjadi bahagia. Dan itu ukurannya bukan uang,” tandas
Vieza yang mengaku belajar banyak soal nilai-nilai kehidupan dari orangtuanya,
Eddy Winarto dan Velly Sumartini.
Meski
demikian, ia tak menampik jika ingin mengembangkan See Me Grow di kota-kota
lain di Indonesia. Kebetulan, katanya, sudah ada yang membeli franchise sekolah
miliknya untuk dikembangkan di Samarinda. Patner yang membeli franchise-nya,
kata Vieza, tahu dan mengenal lembaga pendidikannya dari media sosial.
”Saya sih ingin, See Me Grow terus tumbuh dan tersebar di
mana-mana,” ujarnya yang berharap akan ada 10 franchise See Me Grow.
Vieza
mengaku bersyukur dirinya lahir dan besar di kota Malang, sehingga bisa
merasakan atmosfer kota pendidikan. Kota Malang, lanjutnya ideal sebagai kota
pendidikan, karena banyaknya sekolah yang boleh dibilang bagus. Kecintaan pada tanah kelahirannya itulah yang
membuatnya terpanggil untuk mendedikasikan ilmunya. Di samping latar belakang
keluarganya yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Meski
mengenyam pendidikan di Australia, tidak lantas membuat perempuan yang mandiri
sejak belia ini menjadikan pendidikan luar negeri sebagai kiblat. Menurut Vieza, ia justru menilai, pendidikan
di Indonesia tetap yang terbaik bila dibandingkan dengan negara lain seperti
Singapura dan Australia.
Ia
mencontohkan, di Singapura, anak-anak usia lima tahun dituntut untuk bisa baca
koran. Sedangkan di Australia, murid-murid di TK isinya hanya bermain dan
bermain. ”Pendidikan di Indonesia, bagi saya tetap yang terbaik,” tandas Vieza
yang ketika di Australia sempat magang mengajar di sejumlah sekolah ini.
Sehari-hari
bergelut dengan dunia pendidikan, diakuinya kadang membuatnya jenuh. Ia ingin
melakukan banyak hal lain yang ia sukai selain dunia pendidikan. Itu sebabnya,
sejak beberapa waktu terakhir, Vieza secara pelan tapi pasti menyerahkan
kepemimpinan sekolah pada salah satu guru yang dipercaya.
”Di
sekolah harus ada kepala sekolah yang stay
sepanjang hari. Sedangkan saya kan kadang ke mana-mana,” ujarnya. Meski
begitu, Vieza tak lepas tangan begitu saja. Ia tetap rutin memonitor dan
berkoordinasi dengan para pengajar di See Me Grow. Di samping melakukan
pertemuan rutin dengan orang tua siswa.
Saya suka merangkai bunga segar. Jawabnya riang ketika
ditanya apa hobinya. Biasanya, ia
melakoni hobinya itu saat pagi hari sebelum memulai kesibukan lain. Menurutnya,
merangkai bunga untuk menciptakan mood
positif dan menyemangati diri.
Bunga-bunga
yang dirangkainya selain menghiasi rumah dan kantornya, juga ada yang pesanan
pembeli. ”Sering ada yang pesan, mereka tahu saya bisa merangkai bunga dari
media sosial,” kata Vieza yang berencana
ke depan akan bunga toko bunga ini. (*)
--
Bisnis Sepatu Cantik
SELAIN
dunia pendidikan yang menjadi passionnya, Vieza juga
mulai menapaki bisnis sepatu. Darah bisnis ini rupanya mengalir dari kedua
orang tuanya. Bermula dari rasa kesalnya, setiap akan membeli sepatu di online shop selalu kehabisan model dan
ukuran yang diinginkan, ia pun tergelitik untuk mendesain sepatu sendiri.
Awalnya hanya untuk dipakai sendiri, tapi lama-lama
sepatu-sepatu hasil desainnya yang ia pajang di laman media sosialnya ternyata
juga banyak diminati orang. Akhirnya, ia mulai memberanikan diri untuk
menerjuni bisnis alas kaki ini.
Sepatu cantik. Begitu Vieza menyebutnya. Ia menggandeng
sejumlah perajin sepatu lokal di Singosari untuk mewujudkan desain-desainnya.
Mengusung brand ESME, Vieza mengatakan sepatu desainnya dikerjakan secara handmade.
Dok. Pri |
Dalam setiap bulannya, order ratusan pasang sepatu ia peroleh.
Selain dipromosikan di sosial media, dia juga bekerjasama dengan sejumlah
outlet sepatu di sejumlah mall di Jakarta. Dibandrol mulai harga 485 ribu-900
ribu per pasang, sepatu Vieza juga sudah terbang ke Singapura.
Menurutnya, selain desain yang unik dengan aksen bordir
dan manik-manik, bahan yang nyaman membuat sepatunya disukai customer. Ia berusaha menjaga kualitas
sepatu produksinya. Itu sebabnya, di sela kesibukannya memonitor See Me Grow,
Vieza juga menyempatkan untuk mengontrol pekerjaan perajin sepatu yang menjadi
mitra kerjanya.
Kesibukannya harus membagi waktu antara mengurus
keluarga, lembaga pendidikan, bisnis sepatu, merangkai bunga tak membuatnya keteteran.
Ia sudah terbiasa melakukan banyak pekerjaan. Pengalamannya mandiri di negeri
orang dan pendidikan yang ditanamkan orang tuanya membuatnya paham bagaimana
harus mengatur ritme kerja dan menjaga kedisplinan. ”Sejauh ini semuanya bisa
berjalan dengan baik,” ujar Vieza yang masih punya cita-cita untuk melanjutkan
pendidikannya lagi.
Di akhir perbincangan, Vieza menyebut, setiap
pekerjaan yang dikerjakan dengan hati akan menghasilkan makna dan kebahagiaan.
Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi orang lain. (*)
Comments
Post a Comment