Ketika Perjalanan dan Cinta Melahirkan Cerita
Ulasan ini sudah pernah dipublikasikan di Resensi, Harian Jawa Pos, Minggu (24/5-2015).
Dok. Pri.
SAMA halnya
dengan cinta, ternyata travelling bisa menjadi inspirasi untuk menulis cerita pendek. Pengalaman
berperjalanan menjelajah tempat-tempat unik, cantik dan eksotik tidak hanya
disuguhkan dalam sekedar catatan ringan dalam buku harian atau blog pribadi
saja. Tetapi lebih dari itu. Disajikan
menawan ke dalam cerita dengan bumbu-bumbu fiksi yang bisa mengajak pembaca
untuk menghikmati perjalanan tersebut sekaligus memetik pesan tersurat yang
disampaikan oleh penulis.
Ini
dibuktikan oleh kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh 15 pemenang lomba
Menulis Cerpen besutan Padmatour, di antaranya; Indrian Koto, Riana Dewi, Retno
Fitriyanti, Langgam Firdausy dan Budi Saputra. Dalam buku kumcer Travel n Love, para penulis berlomba merayu pembaca untuk ikut
berpetualang menjelajah tempat-tempat menawan baik dalam maupun luar negeri melalui
kisah-kisah yang mereka sajikan.
Saya
memercayai, salah satu tanda cerpen yang manis adalah ketika berhasil mengajak
pembaca untuk tidak sekedar membaca. Tetapi mampu melibatkan pembaca secara emosi ke dalam cerita tersebut. Entah
apakah cerita tersebut (kebetulan) mirip
dengan kehidupan pembaca atau lebih
hebat lagi menempatkan pembaca seolah-olah berada dalam latar tempat dan waktu
di dalam cerita tersebut.
Nah,
cerpen-cerpen dalam Travel n Love ini
berhasil membuktikan itu. Sejak halaman pertama, sebagai pembaca saya merasa
diajak ikut pesiar ke Pantai Lagoi, Bintan. Deskripsi Sol Amrida melalui Senja di Pantai Lagoi dan Seribu Rahasia
begitu detil, indah dan puitis. Sore itu
aku sedang berjarak dengan ombak. Seorang diri menikmati buih-buih pada ombak
yang membuat kakiku tetap hangat oleh pasir yang kuinjak. Sore di pantai Lagoi
adalah cakrawala tak bertepi, mencurahkan kepingan-kepingan cahaya emas dari
balik awan yang begitu tebal.....(hal.3).
Foto sampul buku atas kebaikan Wina Bojonegoro |
Diksi
yang dipilih Sol Amrida memang sederhana namun menjadi poin kekuatan cerpen ini
sekaligus menunjukkan bahwa penulis ingin membangun sebuah kesan bahwa Lagoi
adalah tempat menawan sekaligus inspiratif yang siapa tahu setelah membaca
cerpen ini, pembaca ingin membuktikan keeksotikan Lagoi seperti yang
dituturkan penulis.
Tidak
sedikit yang beranggapan, bahwa menulis cerpen itu idenya harus wah untuk
melahirkan cerita yang dahsyat dan mampu membuat decak kagum pembaca. Itu
sebabnya, kegiatan menulis cerpen dianggap hanya milik mereka yang punya inspirasi cemerlang
dan deposito kosa kata yang tak habis-habis. Travel n
Love justru menjungkirbalikkan pandangan tersebut. Bahwa gagasan sederhana
justru bisa menjadi ”ibu” yang melahirkan cerpen apik dan penuh kejutan.
Tengok cerpen Jodoh Tak Sampai yang ditulis oleh Lenny (hal 18). Mengisahkan
sepasang kekasih yang sama-sama berprofesi sebagai jurnalis ibukota; Lenny dan
Anton. Keduanya ditugaskan meliput Kabuenga, acara adat masyarakat
Wakatobi.
Semula,
Lenny berharap di tengah-tengah tugas jurnalistik, ia dan Anton bisa memadu
cinta. Menikmati eksotisme Wakatobi yang disebut-sebut sebagai surga di dunia
karena keindahan bawah lautnya. Ternyata tidak. Justru di tengah acara adat
yang penuh taburan cinta, Lenny justru diputus cinta oleh Anton dengan alasan
klise, akan dimutasi ke Jambi. Pilihan ending
tidak bahagia yang dipilih si penulis, Lenny adalah kejutan tersendiri yang
menyesakkan pembaca.
Diksi
yang dipilih Lenny yang pernah berkecimpung di dunia jurnalistik ini juga bukan
bahasa sastra melangit. Penulis justru memilih kata-kata yang lugas untuk
menggambarkan perasaan duka si tokoh dalam cerpennya.
Berlanjut pada kisah Hujan Turun di Surabaya yang ditulis cerpenis Ricardo Marbun (hal
42). Kisah perkenalan si tokoh Ismi dan Timur melalui fesbuk, lalu akrab
sebagai teman yang saling peduli satu sama lain meski baru sebatas di dunia
maya, tentu bukan ide baru dalam menulis cerpen. Sudah banyak penulis yang
terinspirasi pertemanan dunia maya untuk menulis cerita. Tetapi, Ricardo Marbun
cukup piawai mengolah idenya menjadi cerita istimewa dengan menghadirkan
tokoh Faizal.
Secara
kronologis, penulis yang berkecimpung di dunia perhotelan ini menceritakan
Timur yang tiba-tiba tidak bisa menjemput Ismi yang sudah datang jauh-jauh dari
seberang untuk menemuinya. Lalu, meminta Faizal menggantikan posisinya
sementara waktu untuk menemani Ismi keliling Surabaya dan Malang. Petualangan
singkat keduanya mampu menciptakan debar yang tak terdefinisikan di hati Ismi
yang berhasil digambarkan dengan dramatis oleh penulis. Meski awalnya, Ismi
penasaran dan mulai bersimpati pada Timur.
Saya
mengimani, bahwa cerpen yang baik lahir karena adanya riset yang dilakukan oleh
penulis sebelum menggarap ceritanya. Apalagi jika cerpen tersebut terinspirasi
suatu tempat, adat istiadat dan budaya tertentu. Mengapa? Sebab dengan riset,
setidaknya penulis tidak asal ”tempel” saja ketika bercerita. Penelitian
sederhana dapat ditempuh dengan melihat langsung obyek yang akan diangkat ke
dalam fiksi. Atau bisa pula dengan riset pustaka. Seorang penulis yang baik
adalah yang selalu ingin tahu dan haus dengan informasi.
Memang,
unsur fiksi kental dalam penulisan cerita. Tetapi untuk hal-hal yang bersifat
umum tentulah penulis tidak bisa “sederhana” menuliskannya. Ingat, bahwa
pembaca bisa saja menjadikan cerita tersebut sebagai panduan informasi
berharga. Dalam Hujan Turun di Surabaya,
penulis menyebut banyak tempat seperti; Jatim Park, Batu Night Spektakular,
Agrowisata, dan Museum Angkut sayangnya, tanpa ada penjelasan mendetil dengan
obyek-obyek tersebut.
Penyebutan banyak tempat juga muncul
pada cerpen bertajuk Kalimera Isadora
(hal 108). Si penulis, Adam Yudhistira terkesan sekali ingin bercerita tentang
tempat-tempat indah di Yunani seperti ; Pulau Mykonos, Paros, Naxos dan
Santorini. Sayangnya, tidak ada eksplorasi mendalam pada latar tempat-tempat
tersebut sehingga kentara sekali ”sekedar tempel.” Padahal, penulis bisa saja
mengupas lebih jauh untuk memertajam cerita yang dibangunnya.
Seperti pada cerpen berjudul Potongan Kisah dari Ternate (hal 164). Indrian Koto menyebut Batu Angus, Pantai Sulamandaha,
Lapangan Ngara Lamo dan Danau Laguna di dalam cerpennya. Meski tidak semua
tempat ia eksplorasi, namun mengisahkan Batu Angus dan Sulamandaha dalam bagian
tersendiri menyiratkan bahwa kedua obyek tersebut tidak asal disematkan oleh
penulis.
Cerpen-cerpen dalam Travel n Love jauh dari kesan mengurui.
Rata-rata penulis menyajikan peristiwa melalui narasi yang mudah dicerna. Pada
bagian ini, aspek berbahasacerpenis
dipertaruhkan. Sepertinya, 15 cerpenis ini paham betul, bahwa mengumbar diksi
yang melangit akan sia-sia. Tidak banyak penulis yang rendah hati untuk menyapa
pembaca dengan diksi sederhana. Ini yang menjadi kekuatan bagi penulis dalam Travel n Love untuk terus memeluk para
pembaca hingga tamat cerita.
Kehadiran
Travel n Love ini patut diapresiasi karena melahirkan cerita-cerita yang berlatar
banyak obyek wisata baik dalam maupun luar negeri yang bisa menggugah kesadaran
pembaca untuk mencintai perjalanan.
Kumcer Travel n Love ini sekaligus bisa menjadi
inspirasi bahwa ada cara untuk mencatat kenangan perjalanan dengan manis, yaitu
melalui menulis cerpen. (*)
Comments
Post a Comment