Cinta dan Kemanusiaan di Pulau Kekasih


 Tulisan ini sudah dipublikasikan di harian Jawa Pos Radar Mojokerto, Minggu (15/4).


Judul Buku          : Pulau Kekasih
Penulis                : Afik Rahman
Cetakan               : I-Januari 2018
Halaman              : viii + 80
Penerbit               : SINT Publishing
ISBN                     : 978-602-5579-07-3


 
Kasih sayang dan cinta sebenarnya adalah hal sederhana. Dok. Pri
  


KASIH sayang dan cinta sebenarnya adalah hal sederhana yang bisa diejawantahkan dalam sikap hidup dan perilaku seseorang saban harinya. Setiap detiknya. Setiap menitnya. Tak putus-putus. Tapi, nyatanya untuk ”melakukan” perbuatan yang kasih dan cinta itu tidaklah mudah. Sedikit sekali orang yang berkenan untuk mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengaplikasikan kasih sayang dan cinta baik pada dirinya sendiri mau pun kepada sesama dan lingkungannya.

Tak heran, di banyak tempat di belahan bumi ini, masih ada perang antar negara, pertikaian antar suku, dan terorisme. Bermacam kejahatan kemanusiaan lainnya pun terasa begitu dekat dengan kehidupan kita.  Seperti; KDRT  dengan perempuan dan anak-anak sebagai korban, perdagangan perempuan dan anak-anak, lalu praktik aborsi. Hampir setiap hari di layar kaca atau lembaran berita di koran, ada saja berita-berita sadis dikabarkan. Seperti suami memutilasi istri, ayah kandung memerkosa anak kandung, pembunuhan ibu kandung oleh anak kandung, ibu membunuh bayinya yang baru dilahirkan, dan sebagainya.

Rasanya, dunia terasa mencekam. Kejahatan terjadi di mana-mana. Bahkan di tempat yang seharusnya paling aman di dunia. Rumah. Sulit dipahami, mengapa begitu tega para pelakunya menyakiti sesama. Apa pun alasannya, tetaplah tidak ada pembenaran untuk boleh melakukan kekerasan pada siapa pun dan dalam bentuk apa pun.




Foto kebaikan : Mas Jabbar Abdullah


          Afik Rahman, melalui kumpulan cerpen Pulau Kekasih menawarkan semacam ”obat” sekaligus segenggam optimisme, bahwa di dunia yang bagi sebagian orang dikatakan muram dan menakutkan ini, ternyata masih ada banyak ruang dan hati yang dipenuhi cinta dan rasa kemanusiaan.


Ada tiga untai cerpen yang disajikan oleh penulis kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini. Yakni ; Pulau Kekasih yang sekaligus sebagai judul buku ini, Terlelap dalam Kerinduan dan Aku Ingin Bersamamu. Ketiga judul cerpen ini sangat sederhana namun sarat dengan nilai-nilai keindahan sekaligus sisi romantisme yang menjadi pikat bagi pembaca untuk menghikmati ayat demi ayat dalam setiap cerita hingga khatam.

Afik membuka kisahnya tentang Pulau Kekasih dengan narasi yang sederhana. ”Sudah satu tahun Narendra dan Maryam membuat perahu untuk berlayar mencari pulau yang bisa ditumbuhi Pohon Kekasih. Menurut orang-orang yang pernah berlayar, belum ada satu pun pulau yang bisa ditumbuhi Pohon Kekasih.” (hal.1). Membaca kalimat pembuka ini seperti mengingatkan saya ketika membaca buku-buku cerita, yang entah mengapa rata-rata diawali dengan ”Pada suatu hari...” atau ”Dahulu kala...” Afik seperti membawa saya ke dalam nostalgia, saat ibu dan nenek mendongengi cerita menjelang tidur, dulu saat masa kanak-kanak. Pembuka cerita ini seperti mengantar kerinduan saya untuk pulang pada pelukan ibu dan nenek terkasih.

Seperti gemericik arus sungai yang mengalir dari atas pegunungan, begitu Afik menuliskan kisahnya dengan tenang, lembut namun tetap cerkas. Bak juru dongeng, begitu penulis kelahiran 7 Oktober 1981 ini berkisah tentang sebuah tempat bernama Pulau Kekasih yang berasal dari danau yang mengering.

Dalam kisah ini, Afik juga mendeskripsikan dengan elok bagaimana situasi di Pulau Kekasih. ”Pulau kekasih memang sangat indah. Ada begitu banyak bahasa kasih yang tumbuh dan berkembang. Setiap kali ada seorang ibu sedang mengalami kesedihan, Pohon Kekasih yang tumbuh di depan rumahnya akan memberikan isyarat. Berlian yang berbuah di Pohon Kekasih akan meredup cahayanya. Setiap kali ada kebaikan yang dilakukan keluarga itu, Pohon Kekasih akan berbuah dan semakin hari buah berlian itu akan semakin berkilauan.” (hal.6)



Foto : IST


Afik seperti mengajak pembaca untuk piknik menyusuri Pulau Kekasih yang sepertinya tidak akan mudah ditemui di dunia nyata. Membaca bagian ini (lagi-lagi) seperti diingatkan bahwa sebagai hambaNya, manusia mestinya tidak pernah mengabaikan suara-suara fitrah dalam hatinya yang paling dalam, yakni untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik.

Bukan hal mudah memang untuk selalu berbuat baik. Karena sebagai manusia, banyak sekali keinginan dan kepentingan yang dikejar, tidak jarang menggunakan cara-cara licik untuk mencapai tujuan. Nafsu dan ambisi untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain dan lingkungan akhirnya membutakan hati nurani dan memadamkan rasa kemanusiaan.

Bagaimana mungkin kita dapat mendengar suara-suara yang paling jernih dari dalam hati, sedangkan hidup kita disibukkan dengan pikiran untuk menguasai, mengintimidasi, menjatuhkan dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya.

Melalui bahasa yang indah namun mudah dimengerti, penulis mengajak pembaca menyelami kasih sayang seorang ibu pada anaknya. ”Selama seorang Ibu masih mencintai anaknya. Selama seorang anak masih mencintai kedua orang tuanya. Selama kedua orang tua masih mencintai anak-anaknya. Selama seorang suami masih mencintai istrinya. Selama seorang istri masih mencintai suaminya.  Kebahagiaan di dunia ini akan terus ada...(hal.7)

Pada bagian ini, saya merasa Afik seperti mengajak pembacanya memutar ulang dan mengevaluasi bagaimana hubungan kita selama ini dengan orang-orang yang seharusnya kita kasihi sepenuh hati ; pasangan jiwa, kedua orangtua, anak, saudara, sahabat dan sebagainya.

Penulis seolah mengingatkan dengan lembut bahwa, dalam kehidupan sehari-hari, kita pernah egois dengan kepentingan-kepentingan pribadi, bersikap dan berbicara dengan kata-kata yang melukai dan mengecewakan pasangan, anak, orangtua, sahabat dan orang-orang di sekitar.

         
Cerpen lainnya  Terlelap dalam Kerinduan yang menceritakan tentang keluarga yang sebenarnya kaya raya, tetapi memilih jalan untuk hidup sederhana. Kekayaan yang dimiliki keluarga tersebut justru lebih banyak digunakan untuk menolong orang-orang di sekitarnya.

          ”....kekayaan bagi bapak adalah sewaktu bapak bisa menggaji karyawan bapak dengan baik. Karena alasan itu bapak dan keluarga ingin terus mengembangkan perusahaan bapak, supaya bapak bisa semakin banyak membantu orang,”  (hal 47).
         
          Bagian ini seperti ”menyindir” kehidupan  saat ini. Betapa banyak orang yang sebenarnya sudah cukup mampu secara ekonomi, tapi tidak peduli dengan sekitar. Nyaris tiap hari, berita para pemimpin daerah yang antri dijebloskan ke dalam bui, para pengusaha yang berkonspirasi licik untuk memerkaya diri sendiri, para pejabat tinggi yang akhirnya harus mengenakan seragam oranye lembaga anti rasuah.
           
          Kisah tiga karyawan yang diamanahi untuk menyampaikan bantuan kepada orang yang ditemui Karuna melalui mimpi, juga seperti mengingatkan pembaca, betapa pentingnya menjaga kepercayaan. Aset penting dalam menjalin relasi dengan siapa pun, yang justru sering diabaikan oleh manusia-manusia yang isi kepala dan hati nuraninya sudah dibutakan kepentingan fana.

          Beranjak kepada cerpen pamungkas, bertajuk Aku Ingin Hidup Bersamamu, mengisahkan makhluk astral bernama Rebecca yang selalu mengikuti dan seolah-olah hidup bersama tokoh ”Aku”. Afik seperti membuka kesadaran pembaca bukunya, bahwa ”dunia lain” itu memang ada. Percaya tak percaya, tapi keberadaan makhluk tak kasat mata itu memang terasa dekat dalam kehidupan kita.


Selaras. Harmoni. Dok : Pri

         
Secara keseluruhan, Kisah Pulau Kekasih menurut saya relijius. Seperti mendedah kasih sayang Tuhan yang begitu luas kepada manusia dan semesta alam. Yang tidak banyak orang mau memelajarinya dengan sungguh-sungguh. Selain hanya memaknai agama sebatas simbol-simbol belaka.
         
Sebagai cerita fiksi, unsur imajinatif  yang dibangun di dalam cerita-cerita ini sangat kuat. Meski pun ada beberapa bagian dalam cerita yang terkadang membingungkan pembaca karena pilihan diksi yang kurang tepat.

        Membaca kisah-kisah dalam Pulau Kekasih, seperti memberi perspektif baru untuk mengenali diri sendiri, sekaligus memerbaiki relasi-relasi dengan sesama hamba dan mereka yang di dunia berbeda. Bahwa sejatinya, kasih sayang Tuhan itu tak terbatas dan demikian luasnya. Sekaligus terus mengajak saya bertanya-tanya, di manakah sebenarnya Pulau Kekasih itu berada? (*)

Baca juga : Book Tour Pulau KekasihMasih Tentang Pulau KekasihSafar di Ujung Januari, dan Bertemu dalam Karya



Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia