Cinta dan Kemanusiaan di Pulau Kekasih
Judul Buku :
Pulau Kekasih
Penulis : Afik Rahman
Cetakan :
I-Januari 2018
Halaman :
viii + 80
Penerbit :
SINT Publishing
ISBN :
978-602-5579-07-3
KASIH
sayang dan cinta sebenarnya adalah hal sederhana yang
bisa diejawantahkan dalam sikap hidup dan perilaku seseorang saban harinya.
Setiap detiknya. Setiap menitnya. Tak putus-putus. Tapi, nyatanya untuk
”melakukan” perbuatan yang kasih dan cinta itu tidaklah mudah. Sedikit sekali
orang yang berkenan untuk mengambil kesempatan-kesempatan untuk mengaplikasikan
kasih sayang dan cinta baik pada dirinya sendiri mau pun kepada sesama dan
lingkungannya.
Tak heran, di banyak tempat di belahan bumi ini, masih
ada perang antar negara, pertikaian antar suku, dan terorisme. Bermacam kejahatan
kemanusiaan lainnya pun terasa begitu dekat dengan kehidupan kita. Seperti; KDRT dengan perempuan dan anak-anak sebagai korban,
perdagangan perempuan dan anak-anak, lalu praktik aborsi. Hampir setiap hari di
layar kaca atau lembaran berita di koran, ada saja berita-berita sadis
dikabarkan. Seperti suami memutilasi istri, ayah kandung memerkosa anak
kandung, pembunuhan ibu kandung oleh anak kandung, ibu membunuh bayinya yang
baru dilahirkan, dan sebagainya.
Rasanya, dunia terasa mencekam. Kejahatan terjadi di
mana-mana. Bahkan di tempat yang seharusnya paling aman di dunia. Rumah. Sulit
dipahami, mengapa begitu tega para pelakunya menyakiti sesama. Apa pun
alasannya, tetaplah tidak ada pembenaran untuk boleh melakukan kekerasan pada siapa
pun dan dalam bentuk apa pun.
Afik Rahman, melalui kumpulan cerpen Pulau Kekasih menawarkan semacam ”obat” sekaligus segenggam optimisme, bahwa di dunia yang bagi sebagian orang dikatakan muram dan menakutkan ini, ternyata masih ada banyak ruang dan hati yang dipenuhi cinta dan rasa kemanusiaan.
Foto kebaikan : Mas Jabbar Abdullah |
Afik Rahman, melalui kumpulan cerpen Pulau Kekasih menawarkan semacam ”obat” sekaligus segenggam optimisme, bahwa di dunia yang bagi sebagian orang dikatakan muram dan menakutkan ini, ternyata masih ada banyak ruang dan hati yang dipenuhi cinta dan rasa kemanusiaan.
Ada tiga untai cerpen yang disajikan oleh penulis
kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini. Yakni ; Pulau
Kekasih yang sekaligus sebagai judul buku ini, Terlelap dalam Kerinduan dan Aku
Ingin Bersamamu. Ketiga judul cerpen ini sangat sederhana namun sarat
dengan nilai-nilai keindahan sekaligus sisi romantisme yang menjadi pikat bagi
pembaca untuk menghikmati ayat demi ayat dalam setiap cerita hingga khatam.
Afik membuka kisahnya tentang Pulau Kekasih dengan narasi yang sederhana. ”Sudah satu tahun Narendra dan Maryam membuat perahu untuk berlayar
mencari pulau yang bisa ditumbuhi Pohon Kekasih. Menurut orang-orang yang
pernah berlayar, belum ada satu pun pulau yang bisa ditumbuhi Pohon Kekasih.”
(hal.1). Membaca kalimat pembuka ini
seperti mengingatkan saya ketika membaca buku-buku cerita, yang entah mengapa
rata-rata diawali dengan ”Pada suatu
hari...” atau ”Dahulu kala...”
Afik seperti membawa saya ke dalam nostalgia, saat ibu dan nenek mendongengi
cerita menjelang tidur, dulu saat masa kanak-kanak. Pembuka cerita ini seperti
mengantar kerinduan saya untuk pulang pada pelukan ibu dan nenek terkasih.
Seperti gemericik
arus sungai yang mengalir dari atas pegunungan, begitu Afik menuliskan kisahnya
dengan tenang, lembut namun tetap cerkas. Bak juru dongeng, begitu penulis
kelahiran 7 Oktober 1981 ini berkisah tentang sebuah tempat bernama Pulau
Kekasih yang berasal dari danau yang mengering.
Dalam kisah ini,
Afik juga mendeskripsikan dengan elok bagaimana situasi di Pulau Kekasih. ”Pulau kekasih memang sangat indah. Ada
begitu banyak bahasa kasih yang tumbuh dan berkembang. Setiap kali ada seorang
ibu sedang mengalami kesedihan, Pohon Kekasih yang tumbuh di depan rumahnya
akan memberikan isyarat. Berlian yang berbuah di Pohon Kekasih akan meredup
cahayanya. Setiap kali ada kebaikan yang dilakukan keluarga itu, Pohon Kekasih
akan berbuah dan semakin hari buah berlian itu akan semakin berkilauan.” (hal.6)
Foto : IST |
Afik seperti
mengajak pembaca untuk piknik menyusuri Pulau Kekasih yang sepertinya tidak
akan mudah ditemui di dunia nyata. Membaca bagian ini (lagi-lagi) seperti
diingatkan bahwa sebagai hambaNya, manusia mestinya tidak pernah mengabaikan
suara-suara fitrah dalam hatinya yang paling dalam, yakni untuk selalu
melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Bukan hal mudah
memang untuk selalu berbuat baik. Karena sebagai manusia, banyak sekali
keinginan dan kepentingan yang dikejar, tidak jarang menggunakan cara-cara
licik untuk mencapai tujuan. Nafsu dan ambisi untuk mendapatkan pengakuan dan
penghargaan dari orang lain dan lingkungan akhirnya membutakan hati nurani dan memadamkan
rasa kemanusiaan.
Bagaimana mungkin
kita dapat mendengar suara-suara yang paling jernih dari dalam hati, sedangkan hidup
kita disibukkan dengan pikiran untuk menguasai, mengintimidasi, menjatuhkan dan
hal-hal tidak menyenangkan lainnya.
Melalui bahasa yang
indah namun mudah dimengerti, penulis mengajak pembaca menyelami kasih sayang
seorang ibu pada anaknya. ”Selama seorang
Ibu masih mencintai anaknya. Selama seorang anak masih mencintai kedua orang
tuanya. Selama kedua orang tua masih mencintai anak-anaknya. Selama seorang
suami masih mencintai istrinya. Selama seorang istri masih mencintai
suaminya. Kebahagiaan di dunia ini akan
terus ada...”(hal.7)
Pada bagian ini,
saya merasa Afik seperti mengajak pembacanya memutar ulang dan mengevaluasi bagaimana
hubungan kita selama ini dengan orang-orang yang seharusnya kita kasihi sepenuh
hati ; pasangan jiwa, kedua orangtua, anak, saudara, sahabat dan sebagainya.
Penulis seolah
mengingatkan dengan lembut bahwa, dalam kehidupan sehari-hari, kita pernah
egois dengan kepentingan-kepentingan pribadi, bersikap dan berbicara dengan
kata-kata yang melukai dan mengecewakan pasangan, anak, orangtua, sahabat dan
orang-orang di sekitar.
Cerpen lainnya Terlelap dalam Kerinduan yang
menceritakan tentang keluarga yang sebenarnya kaya raya, tetapi memilih jalan
untuk hidup sederhana. Kekayaan yang dimiliki keluarga tersebut justru lebih
banyak digunakan untuk menolong orang-orang di sekitarnya.
”....kekayaan
bagi bapak adalah sewaktu bapak bisa menggaji karyawan bapak dengan baik.
Karena alasan itu bapak dan keluarga ingin terus mengembangkan perusahaan
bapak, supaya bapak bisa semakin banyak membantu orang,” (hal
47).
Bagian ini seperti ”menyindir” kehidupan
saat ini. Betapa banyak orang yang sebenarnya sudah cukup mampu secara
ekonomi, tapi tidak peduli dengan sekitar. Nyaris tiap hari, berita para
pemimpin daerah yang antri dijebloskan ke dalam bui, para pengusaha yang
berkonspirasi licik untuk memerkaya diri sendiri, para pejabat tinggi yang
akhirnya harus mengenakan seragam oranye lembaga anti rasuah.
Kisah tiga
karyawan yang diamanahi untuk menyampaikan bantuan kepada orang yang ditemui
Karuna melalui mimpi, juga seperti mengingatkan pembaca, betapa pentingnya
menjaga kepercayaan. Aset penting dalam menjalin relasi dengan siapa pun, yang
justru sering diabaikan oleh manusia-manusia yang isi kepala dan hati nuraninya
sudah dibutakan kepentingan fana.
Beranjak
kepada cerpen pamungkas, bertajuk Aku
Ingin Hidup Bersamamu, mengisahkan makhluk astral bernama Rebecca yang
selalu mengikuti dan seolah-olah hidup bersama tokoh ”Aku”. Afik seperti
membuka kesadaran pembaca bukunya, bahwa ”dunia lain” itu memang ada. Percaya
tak percaya, tapi keberadaan makhluk tak kasat mata itu memang terasa dekat
dalam kehidupan kita.
Selaras. Harmoni. Dok : Pri |
Secara keseluruhan, Kisah Pulau Kekasih menurut saya relijius. Seperti mendedah kasih sayang
Tuhan yang begitu luas kepada manusia dan semesta alam. Yang tidak banyak orang
mau memelajarinya dengan sungguh-sungguh. Selain hanya memaknai agama sebatas
simbol-simbol belaka.
Sebagai cerita fiksi, unsur imajinatif yang dibangun di dalam cerita-cerita ini
sangat kuat. Meski pun ada beberapa bagian dalam cerita yang terkadang
membingungkan pembaca karena pilihan diksi yang kurang tepat.
Membaca kisah-kisah dalam Pulau Kekasih, seperti memberi perspektif baru untuk mengenali diri sendiri, sekaligus memerbaiki relasi-relasi dengan sesama hamba dan mereka yang di dunia berbeda. Bahwa sejatinya, kasih sayang Tuhan itu tak terbatas dan demikian luasnya. Sekaligus terus mengajak saya bertanya-tanya, di manakah sebenarnya Pulau Kekasih itu berada? (*)
Baca juga : Book Tour Pulau Kekasih, Masih Tentang Pulau Kekasih, Safar di Ujung Januari, dan Bertemu dalam Karya
Membaca kisah-kisah dalam Pulau Kekasih, seperti memberi perspektif baru untuk mengenali diri sendiri, sekaligus memerbaiki relasi-relasi dengan sesama hamba dan mereka yang di dunia berbeda. Bahwa sejatinya, kasih sayang Tuhan itu tak terbatas dan demikian luasnya. Sekaligus terus mengajak saya bertanya-tanya, di manakah sebenarnya Pulau Kekasih itu berada? (*)
Baca juga : Book Tour Pulau Kekasih, Masih Tentang Pulau Kekasih, Safar di Ujung Januari, dan Bertemu dalam Karya
Comments
Post a Comment