Belajar Sederhana dari Keluarga Cemara


Ulasan buku kompilasi Keluarga Cemara 1 ini sudah dipublikasikan di Selasar, Jawa Pos Radar Mojokerto, Minggu (1  April 2018).




Favorit. Keluarga Cemara. Dok Pri


Arsip : Jawa Pos Radar Mojokerto




DI tengah kehidupan yang serba matrealistis dan sarat hedonisme, Keluarga Cemara hadir membawa inspirasi bagi banyak orang untuk tidak malu hidup sederhana. Melalui cerita-cerita yang sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tokoh Abah, Emak, Euis, Ara dan Agil sebagai sentral dalam Keluarga Cemara 1 menarasikan perjalanan menjalani hidup dengan apa adanya.

Cerita ini sebenarnya pernah diangkat ke layar kaca di tahun 90-an dan menjadi kisah yang selalu ditunggu-tunggu pemirsanya. Salah satunya saya yang sempat mencecap masa kecil dengan lagu anak-anak dan tayangan serial di televisi semacam Keluarga Cemara dan Sahabat Pilihan.

Membaca ulang dalam versi buku saya rasa jauh lebih asyik dan penuh tantangan. Pembaca seperti diajak untuk menyelami kehidupan, memaknai setiap kejadian di dalam keluarga dan mengajak untuk selalu bersyukur pada semua pemberian Maha Hidup.

Abah, digambarkan sebagai kepala rumah tangga yang menjunjung kejujuran, bijaksana namun tegas kepada anak-anaknya. Pekerjaannya serabutan, terkadang menarik becak, menjadi tukang dan bekerja di sawah jika orang lain butuh  bantuan. Pekerjaan apa pun yang dilakoninya dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan rasa bangga. Prinsip Abah, bekerja apa pun itu selama halal dan tidak merugikan orang lain adalah kehormatan.

Sedangkan Emak, adalah Ibu rumah tangga yang penuh kasih sayang pada suami dan anak-anaknya. Merawat rumah dan penghuninya menjadi tugas Emak. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Emak membuat camilan opak yang dijual Euis, si anak pertama yang duduk di kelas 6 SD. Euis memiliki dua adik, Cemara baru masuk TK serta Agil si bungsu.

Figur Ayah dan Emak sebenarnya ada dalam kehidupan nyata. Tak ada yang istimewa. Namun,  di masa seperti ini, karakter orangtua yang kuat dan prinsip itu sepertinya langka. Kesibukan orangtua dalam memenuhi hajat hidup dan ”persaingan” ekonomi entah apakah dengan saudara, tetangga atau rekan kerja, perlahan tetapi pasti mengurangi porsi peran penting mereka dalam menanamkan kharakter kepada anak-anaknya. Waktunya habis di luar rumah dengan alasan memenuhi kebutuhan ekonomi.

Keluarga Cemara bisa menjadi contoh  bagaimana kekompakan keluarga ini dalam mengupayakan kebutuhan ekonomi. Betul, tugas mencari nafkah ada pada Abah, tetapi anggota keluarga yang lain seperti Euis diajarkan bagaimana berjualan. Dengan membantu Ema menjajakan opak buatannya.  Sejatinya Abah dan Emak justru menanamkan pendidikan kewirusahaan kepada anaknya sekaligus melatih kharakter mereka untuk tangguh menghadapi kehidupan.


Foto arsip kebaikan Irul S Budiyanto

Mendidik anak-anaknya untuk berwirausaha dilakukan tanpa paksaan. Jika Euis sedang tak ingin berjualan, Abah dan Emak tidak memaksa. Keuntungan yang diperoleh dari jualan juga disimpan oleh Euis untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan tabungan jika ada keperluan keluarga yang tak terduga. Bisa mencari uang sendiri meski dengan sederhana, membuat Euis menghargai setiap rupiah yang dimilikinya.

Arswendo Atmowiloto mengemas setiap peristiwa dengan manis dan sarat perenungan. Dialog-dialog antar tokohnya sangat filosofis tapi mudah dicerna. Ini menjadikan kisah-kisah dalam Keluarga Cemara ringan dinikmati dan tidak membosankan. ”Siapa saja bisa berbuat salah. Kecuali Tuhan. Abah juga bisa salah. Emak bisa. Kalian bisa. Tak apa berbuat salah, asal memang tidak berniat jahat.” (hal.160).

”Abah akan mengerjakan apa saja dengan tangan ini. Asal halal dan tidak melanggar ajaran Tuhan. Abah tidak peduli. Tidak ada pekerjaan hina, selama kita melakukan dengan baik. Ara, bekerja selalu lebih baik daripada menganggur.” (hal.192).

Keluarga Cemara 1 merupakan kompilasi yang terdiri atas tiga judul besar: Keluarga Cemara, Musik Musim Hujan, dan Kupon Kemenangan. Masing-masing judul memuat 12-15 cerita pendek. Tidak melulu tentang kehidupan di dalam keluarga Cemara saja yang diceritakan, tapi ada juga tentang teman-teman Cemara dan tetangga mereka. Kisah yang disajikan sederhana seperti meninggalnya Kakek Acang, tetangga  Cemara yang hidup sebatang kara, ada pula tentang kucing kampung piaraan Cemara.


Kesederhanaan. Ini inti yang diusung dalam jalan cerita Keluarga Cemara. Seisi rumah sangat apa adanya. Ya, mereka memang bukan golongan berada tapi bukan pula orang miskin. Tak ada yang ditutup-tutupi dalam keseharian Keluarga Cemara.

Dalam dunia nyata, tak sedikit bisa kita temui orang-orang yang bergaya hidup mewah. Ironisnya, kemewahan yang ditampakkan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi yang sebenarnya. Mereka ini menutupi keadaan sesungguhnya karena kekhawatiran tidak diterima oleh lingkungan yang mengagungkan materi.

Keluarga Cemara seperti bicara, bahwa hidup pas-pasan dan sederhana itu bukan hal yang memalukan. Bahkan, di dalam keterbatasan ekonomi, justru rasa syukur mereka tak berkurang.

Keluarga Cemara 1 ini bisa dinikmati oleh siapa saja. Tepat bila menjadi bacaan keluarga sehari-hari atau cerita harian yang bisa disampaikan oleh guru di kelas. Membaca buku ini bisa mengukuhkan ikatan kasih sayang di dalam keluarga, sahabat dan orang-orang di sekitar. Serta menumbuhkan empati pada lingkungan di sekitar kita. (*)


JUDUL BUKU         : Keluarga Cemara 1
PENULIS                  : Arswendo Atmowiloto
PENERBIT               : Gramedia Pustaka Utama
CETAKAN               : Kedua Desember 2017
TEBAL                      : 288 hlm

ISBN                           : 9789792292633


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia