Cantik dan Sehat ala Dhelya

Ambil dari Gramedia Digital      

 Naskah ini sudah rilis di majalah Money & I, edisi 120, Januari-Februari 2020



Cita-citanya memang jadi artis ketika remaja, tapi jalan hidup justru membawanya berkecimpung dalam dunia akademik dan kecantikan. Meski awalnya seperti ”dipaksa” dan terpaksa mengikuti keinginan orangtua, pada akhirnya perempuan cantik ini mencintai bidang yang semula tak ada di dalam angan-angannya. Keseriusannya dalam dunia akademik membawa Dr. dr Dhelya Widasmara SpKK FINSDV melanglang buana di usia muda sebagai pembicara di berbagai forum ilmiah. Kiprahnya tak kalah layaknya artis di layar kaca, ia popular melalui karya akademik dan prestasi kedokteran. Ini kisahnya.
---
Klinik kecantikan di sudut jalan Ciujung 28, Malang itu tampak mencolok dengan dominasi warna ungu pada dindingnya. Di dalam klinik juga senada. Ungu dan putih menjadi aksen seluruh ruangan dan furniture. Terasa segar dan milenial. 

Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya  Dr. dr. Dhelya Widasmara, SpKK FINSDV menemui Money & I di ruang kerjanya. Lala, begitu ia akrab disapa baru saja menuntaskan aktivitas rutinnya berolahraga bersama keluarga. Raut mukanya terlihat segar meski tanpa polesan make-up. Arema (Arek Malang, sebutan untuk orang yang lahir dari kota Malang)  yang lahir 14 Agustus 1982 ini mengaku lari pagi menjadi olahraga pilihannya untuk menjaga kebugaran tubuh. 

Dua tahun sudah Lala membangun  eLBe Clinic. Bersebelahan dengan rumah pribadinya, kliniknya menjadi jujugan milenial yang ingin perawatan kulit. Tagline yang diusungnya Pelayanan Bintang Lima Harga Mahasiswa membuat Elbe Clinic tak pernah sepi dari pasien. Tak hanya warga seputaran Malang saja, tapi banyak pula dari luar kota bahkan luar pulau. 




Kebanyakan klien mengenal kliniknya dari informasi ”gethok tular.” Ada juga yang sudah pernah jadi pelanggannya ketika kuliah di Malang. Karena merasa cocok dengan pelayanan, hasil dan biayanya, mereka kembali lagi. 

Tren K-Pop dengan artis-artis berkulit putih berimbas pula pada kliniknya. Ditandai dengan banyaknya pasien yang ingin whitening. Tak melulu didominasi remaja. Ada pula ibu-ibu dan anak-anak. Tapi Lala tak mau aji mumpung. Ia tegas menolak jika ada orangtua yang ingin anaknya perawatan pemutihan wajah.

Dibesarkan di keluarga akademisi, putri semata wayang pasangan dr Dadang Hendrawan SpJP (K) FIHA dan Prof Dr Dewi Astutty Mochtar SH MS, semula tak ingin jadi dokter. Namun, didikan keras dan arahan kedua orangtuanya membuatnya menekuni dunia kedokteran. 

Lala menyelesaikan S1-nya di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, lalu lanjut S2 Spesialis Kulit dan Kelamin di Universitas Airlangga Surabaya. Kemudian menyelesaikan S3 dengan predikat cumlaude di Universitas Airlangga dengan disertasi berjudul Uji Diagnostis Pemeriksaan Krok-20 PMP22, Protein, NGF, dan NRG1, untuk Deteksi Awal Kecacatan Penderita Kusta.




Sehari-harinya ibu dua anak, Bunga Alzena Salsabila dan Edwin Asalangit Ahnaf ini berdinas di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang di bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin serta mengajar S1 dan spesialis di Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Kesungguhannya menekuni bidang kesehatan kulit dan kelamin membuatnya tampil di forum-forum internasional sebagai pembicara, yakni;  Alternative Approaches To Skin and Hair care, Modern Cosmetic Products and Marketing dan Major  Risks From Cosmetic and Personal Care Products at The 3th International Conference and Exhibiton On Cosmetelogy dan Trichology di Las Vegas, USA (2015), Cosmetic Dermatology di Dubai  (2016), dan International Leprosy Congress di Beijing (2016).

Selain itu Lala yang mengagumi karakter tegas Sri Mulyani ini secara rutin tampil di program UB TV dan aktif dalam berbagai organisasi sosial seperti Malang Care dan terlibat berbagai kegiatan bakti sosial bersama Perdoski Malang.



Sejumlah karya ilmiah juga ditulis oleh perempuan humoris yang selalu tampil chic  ini seperti jurnal di National Journal Publication, International Journal Publication, dan Proceeding. Ada pula buku yaitu Clinical Perspective of Leprosy, kemudian dalam buku Sexual Transmitted Disease ia menulis tentang Sexual Transmitted Disease. Lalu di buku Manifestation and Management of Dermato and Venerologist in HIV/AIDS, ia menulis materi Eosinophilic Folliculitis in HIV/AIDS.

 Istri dari Edwin Arief Fachruddin ST.,MM ini pada awalnya membuka praktik mandiri (2015) lalu setahun berikutnya merintis elBe Clinic dengan motivasi agar lebih banyak orang dari berbagai kalangan memiliki kesehatan kulit alami. Lala yang mengaku tidak memiliki insting bisnis yang bagus karena masih baru mencoba dan belajar, nyatanya Lala berhasil memikat banyak klien.

             Sejumlah perawatan unggulan yang sedang tren tersedia di kliniknya. Seperti perawatan High Intensity Focused Ultrasound (HIFU) untuk  kekenyalan dan mengencangkan kulit wajah kendur di sekitar mata, dagu, dan leher tanpa tindakan operasi. Ada pula Radical White Facial untuk mencerahkan wajah dan halus bagi yang menyukai perawatan rutin bulanan serta tahap mencegah penuaan. Kemudian Cryolipolysis untuk menghancurkan lemak dengan proses pendinginan bertujuan mengurangi jumlah sel lemak di tubuh agar bentuk tubuh ideal juga menjadi favorit pasiennya.

Selain eLBe Clinic, dermatologis yang diganjar penghargaan Icon Beauty Rising Start Dermatologist Doctor 2018 di ajang Cosmobeaute Indonesia 2018 ini juga mendirikan klinik kecantikan Skin Level. Bila di eLBe ia juga turun tangan langsung menangani pasien, di Skin Level ia menyerahkan penanganan pasien pada timnya. Meski demikian, standar pelayanan dan kualitas yang diterapkan di kedua klinik tersebut ia jamin sama. Di elBe Clinic yang mengusung konsep Your Beauty is Reflection of Your Skin ini tercatat  setiap bulannya 400 klien saban bulannya yang ditanganinya bersama tim. Sedangkan di Skin Level, karena masih baru, klien yang datang sekitar 70 setiap bulannya. 



Treatment lain yang disediakan di dua kliniknya yang sudah dilengkapi bermacam alat kecantikan modern dan metode terbaru itu yakni, perawatan untuk kebotakan, slimming, infus whitening, pemancungan dan hidung lain-lain.
Tahun 2020 ini, Lala mencanangkan  untuk semua perawatan di kliniknya menggunakan antioksidan dari bahan-bahan herbal.


Nah, bagaimana perjalanannya membangun klinik kecantikan dan pendapatnya mengenai hidup sehat dan makna cantik, bisa disimak perbincangan kami berikut ini ;

Bisa diceritakan perjalanan karir dan bagaimana mulanya mendirikan eLBe Clinic?

Basic saya sebenarnya bukan bisnis tapi di pendidikan dengan menjadi dosen lalu sekolah lagi ambil spesialis kulit. Saya melihat peluang ke depan yang bagus di bidang kosmetik. Bukan di estetik saja, tapi infeksi kulit juga. Saya pikir bagus juga tidak hanya sebagai pendidik tapi sekaligus entrepreneur.  Apalagi di zaman sekarang ketika bisa didampingi orang-orang yang paham bisnis dan taat aturan. Saya mencoba membuka eLBe Clinic dan Skin Level meski tidak ada darah bisnis. Saya mau mencoba dan belajar.

Sudah berapa lama eLBe Clinic berdiri? Sudah ada cabangnya?

eLBe Clinic baru dua tahun lebih. Ya, sudah ada cabang tapi dengan nama lain. Memang saya buat demikian karena saya bedakan pangsa pasarnya. Supaya ada pilihan untuk klien. Buka cabang di daerah lain, kan harus melihat masyarakatnya juga. Memberikan pilihan pada masyarakat untuk memilih mana yang sesuai dengan kemampuan mereka. Secara bisnis juga berarti dinamis. Tidak membosankan.

Apa makna nama eLBe Clinic?

eLBe Clinic merupakan  singkatan nama anak saya. Langit dan Bunga. Klinik ini saya buat untuk mereka, mungkin mereka nanti akan meneruskan saya. Sebagai orangtua ya saya menyiapkan dan  mengarahkan mereka untuk terjun ke bidang kedokteran,

Siapa target market eLBe Clinic?

Siapa saja. Masyarakat yang butuh pelayanan tidak hanya estetik saja. Karena di sini juga ada spesialis kulit yang juga bisa mengobati alergi. Kemudian ada pelayanan rambut rontok, kebotakan dan sebagainya. Itu juga menjadi keahlian kami.

Kebanyakan orang berasumsi perawatan di klinik kecantikan itu mahal, bagaimana?

Nah, itu makanya saya buat  dua konsep berbeda, yaitu  klinik eLBe Clinic dan Skin Level dengan harga yang lebih rendah. Nanti masyarakat akan membandingkan. Saya memberikan pilihan dan menyediakan sarananya.

Bagaimana dengan standar pelayanan yang diterapkan di kedua klinik?

Standar pelayanan sama. Di Skin Level ada penanggungjawabnya seorang dokter spesialis kulit, saya bertindak sebagai owner. Tidak praktik. Saya mengawasi. Ada apoteker juga karena di klinik kita menyediakan obat-obatan. Semuanya terjamin.

Sejauhmana respon masyarakat dengan eLBe Clinic dan Skin Level?

Sangat positif.  Masyarakat sekarang sudah banyak yang pintar, ketika ke klinik suka tanya ini dokternya spesialis kulit atau kecantikan? Sebenarnya ini salah kaprah ya, seorang dokter spesialis kulit juga mempelajari estetik. Orang beranggapan spesialis kulit itu mengobati sakit kulit saja padahal tidak begitu. Dokter kulit juga mempelajari estetik. Tapi menurut saya ya bagus dan sudah benar ketika pasien datang ke klinik kemudian mencari dokter kulit.
Bagaimana menghadapi pasien yang baru pertama kali datang dan perawatan instan?

Begini, kami punya ilmu. Kami menjelaskannya harus dengan bahasa pasien. Kalau memang pasien tidak paham, ya kami akan gambar lapisan kulit. Mengedukasi pasien harus betul. Tidak memberikan janji-janji. Jangan lupakan juga kalau mau tindakan harus ada tanda tangan pasien. Sebagai dokter harus safe juga. Jangan sampai nanti di kemudian hari ada tuntutan pasien. Kalau dokter taat aturan pasti tidak akan melakukan penyimpangan.
Sebagai dokter juga harus memberikan advice kepada pasien. Tidak asal menuruti kemauan pasien.  Singkatnya begini, menjadi dokter tidak bosan-bosannya memberikan penjelasan kepada pasien.   Kalau komunikasi bagus, pasti pasien balik lagi mencari. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KEI) itu penting. Jadi tidak asal muka dirawat. Tapi dijelaskan secara detil. Tapi menurut pengalaman, pasien senang kalau dokternya komunikatif dan bisa memberi informasi tepat. Apalagi kalau pasiennya tidak paham sama sekali. Sama di medsos pun seperti di Instagram, orang tidak hanya diberikan promo saja. Tapi juga informasi dan edukasi. Dan itu disukai orang karena mereka butuh informasi tepat.
Berapa orang tim yang ada di eLBe Clinic?
Ya sekitar 10 orang. Ada dokter, perawat dan yang mengurusi lainnya.

Manajemen apa yang diterapkan di eLBe Clinic?
Tidak ada secara khusus. Kami ngobrol aja tiap hari. Apa yang kurang terus enaknya bikin apa. Boleh dibilang manajemennya bukan yang terlalu elektronik.

Perawatan apa yang disukai pasien?
So pasti whitening. Karena sekarang kiblatnya Korea ya karena identik ayu, putih, begitulah. Dari orang dewasa sampai anak kecil. Tapi saya tidak melakukan whitening untuk anak kecil. Saya hanya menyarankan sunblock saja dan dibersihkan kulitnya.

Bisnis dan pengabdian adalah dua hal berbeda, bagaimana menyikapi?
Sebagai akademisi saya terikat pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Di situ ada pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. Saya sudah melakukan itu semua.

Pernah mengalami pertentangan batin ketika bekerja?
Oh ya pernah. Kebetulan selain praktik di klinik sendiri, saya juga praktik di tempat lain. Nah orang yang datang ke eLBe Clinic adalah mereka yang mampu karena ingin mendandani dirinya yang lebih baik. Bukan sakit. Sedangkan yang datang di tempat praktik saya lainnya,  ada orang yang kurang mampu mengeluh gangguan gatal , ya saya tidak menarik biaya. Intinya saya profesional dan seimbang ketika bekerja.

Rencana ke depan untuk pengembangan eLBe clinic?

Saya ingin punya klinik kecantikan yang One Stop Service Woman,  di situ klinik, salon dan  ada spanya juga terutama untuk perempuan berhijab. Supaya mereka yang berjilbab tidak risih dan nyaman ketika perawatan harus buka jilbab. Mungkin bisnis lain ya dengan nama berbeda. Kebetulan saya suka melakukan inovasi yang lain dan baru. Dan menurut saya bisnis ini menjanjikan untuk dokter spesialis kulit.

Goal lain yang belum terealisir?
Saya ingin punya klinik di luar Kota Malang. Memang butuh waktu untuk melakukan survey. Itu yang menjadi kendala saya, waktunya belum ada. Saya juga masih ingin mengembangkan klinik yang ada. Kemudian, saya ini orangnya gampang bersyukur. Maksudnya begini, dengan apa yang sudah berjalan saat ini, saya sudah bersyukur. Saya sadar, dalam bisnis ini bukan hal yang baik. Harusnya kalau bisnis ya tidak cepat puas ya. 

Gimana mengawasi bisnis ketika sibuk di rumah sakit dan kampus?

Tetap harus kontrol. Periksa laporan keuangan dan penting juga berkomunikasi dengan tim. Kita boleh percaya sama orang, tapi tetap harus turun ke bawah. Bisnis tidak hanya bicara soal keuntungan saja. Tapi juga kebutuhan tim, inginnya seperti apa.

Bisnis klinik kecantikan ini dibangun sendiri atau ada kerjasama dengan orang lain?
Saya bangun sendiri. Mandiri. Pakai uang sendiri. Sesuai dengan kemampuan saya.

Selama eLBe Clinic berdiri, apakah sudah memenuhi target?
Syukurnya lancar sudah memenuhi target. Bahkan surplus.

Melihat perkembangan bisnis klinik kecantikan di Kota Malang, bagaimana menurut Anda?

Sangat menjanjikan dan harus berani bersaing. Ini jadi tantangan buat kami melakukan inovasi dan membuat promo-promo berbeda setiap bulan.

Media promosi apa yang digunakan  eLBe clinic dan Skin Level? Bagaimana dengan efektivitasnya?

Kami pakai Instagram saja. Sangat efektif dan sejauh ini respon orang-orang positif. Ini karena sekarang orang tidak lepas dari media sosial. Lewat Instagram kami melakukan promosi sekaligus memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat.

Bagaimana bagi waktu kesibukan dengan keluarga?

Setiap Sabtu siang selesai praktik jam 13 di eLBe Clinic, saya makan siang bareng keluarga di luar. Kalau Minggu saya tidak ada praktik. Ya jalan, main sama keluarga. Sangat bisa kok bagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga.

Punya passion selain dunia kesehatan kulit dan kecantikan?
Saya senang jalan-jalan dan suka difoto. Biasanya saya bikin foto banyak untuk kepentingan foto profil di banner seminar.

Siapa role model Anda?
Ayah dan Ibu pastinya. Karena arahan dan didikan beliau berdua, saya bisa seperti ini. Meski mereka pure akademisi. Bukan pebisnis. Saya saja  yang belajar entrepreneur dan baru memulai.

Bagaimana peranan orangtua dalam karir?
Pastinya, peran mereka sangat besar. Terutama mengarahkan saya dalam memilih pendidikan. Saya tidak dibiarkan membuat keputusan sendiri. Tugas saya hanya belajar. Tapi saya merasa bahwa yang dilakukan orangtua bisa membuat saya seperti ini. Meski pada awalnya saya protes tidak memiliki kemerdekaan karena tidak dibiarkan membuat keputusan sendiri.

Bacaan favorit?
Saya suka literatur keilmuan sesuai dengan bidang yang saya tekuni supaya bisa menjelaskan sedetil mungkin kepada pasien.

  
Makna cantik menurut Anda?
Cantik itu yang pertama adalah percaya diri. Kalau orang sudah percaya diri dengan kemampuan dirinya, ketika menghadapi lawan bicara sorot matanya meyakinkan.  Yang kedua kebersihan kulit.

Gaya hidup sehat menurut Anda seperti apa?
Yang pertama pastinya sesuai kemampuan. Yang kedua olahraga, dan ketiga makan sehat dan teratur. Tidak lupa beribadah sesuai agama dan kepercayaannya. Ojok ayu thok ae, tapi tidak pernah berdoa. Ha..ha..ha…
Menjaga asupan makanan ke dalam tubuh itu penting. Paling tidak pemilihan menu makanan ya. Kita makan sayur bayam, daging aja tidak masalah. Itu juga sehat. Kalau sedang makan di luar, jangan lupa minum air putih yang banyak  dan sedia buah. Penting bawa buah ke mana-mana. Tak perlu buah mahal-mahal, cukup apel hijau , strawberry, atau lemon. Karena itu antioksidan kulit.

Olahraga favorit?
Jalan kaki. Murah. Ini bisa diterapkan siapa saja untuk hidup sehat. Kita punya kaki dimanfaatkan. Cukup 30 menit saja. Ya tidak lari terus tapi diselingi jalan. Itu saja sudah bagus buat kesehatan. Mencakup dari atas ke bawah.
            

 Tokoh idola?

Saya tidak punya secara khusus. Tapi saya suka Kylie Jenner. Selain cantik juga berbisnis. Di luar 

kehidupan pribadinya ya, saya suka semangatnya dalam berbisnis. (Yeti K/MI)

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang