Piknik ke Lombok 2 Jutaan (2-Habis)

JALAN-jalan ke Lombok saat masih dalam suasana lebaran lalu, terasa menyenangkan. Kami piknik tanpa terburu-buru. Menikmati perjalanan dengan sebenar-benarnya.

--


Baca juga Piknik ke Lombok (1)


Setelah rebahan sebentar dan makan sore di resort, saatnya mencicip sunset di Senggigi. Dari resort, hanya butuh waktu tak sampai lima menit untuk sampai ke pantai Senggigi. Jalan raya lengang sekali. Pun ketika tiba di kawasan Senggigi. Sepi. Sejumlah hotel di tepi jalan terasa muram. Begitu juga kafe dan resto yang bertebaran di kawasan itu. Tak seperti di kawasan Kuta atau Seminyak, Bali yang selalu hiruk pikuk dengan wisatawan.

Senja masih jauh, ketika kami sudah di bibir pantai. Rupanya, kemeriahan kawasan Senggigi itu berpusat di sana. Ada yang berenang, main pasir, mancing atau sekedar duduk-duduk di tepi pantai. Dari ratusan orang di sana, saya tak melihat turis mancanegara. Saya lupa berapa harga tiket untuk masuk kawasan pantai Senggigi.  Anggaplah Rp 20 ribu untuk dua orang sudah termasuk parkir motor.

Kami tak turun ke pantai. Cukup melihat kemeriahan senja dari anjungan. Selain pelancong, banyak juga pemancing  dan pedagang kaki lima yang menggelar dagangan suvenir di situ. Menjelang pukul 18, langit mulai berubah warna. Matahari tenggelam pelan-pelan di langit Lombok Barat. Meski panorama sunset tidak pernah berubah, tapi suasananya terasa berbeda.


Love in Senggigi.


Air laut mulai pasang. Naik sampai ke bibir pantai. Bersamaan suara adzan dari surau di pantai. Lepas mahriban, kami meninggalkan Senggigi.

Perjalanan pulang ke resort, suasananya tak beda jauh dengan sore hari. Sepi. Lampu-lampu kafe di sepanjang jalan menyala aneka warna. Tapi senyap. Hanya satu dua orang terlihat duduk menikmati secangkir (barangkali) kopi atau teh.

Di tengah jalan, kami memutuskan tak segera kembali ke resort. Kuliner malam di Mataram jadi tujuan. Saya sudah tak sabar mencicip Sate Sapi Rembiga. Perjalanan ke Rembiga tak lebih dari setengah jam. Karena lalu-lintas sepi. Sehingga bisa leluasa memacu motor dengan kecepatan sedikit ngebut. He-he-he.

Masuk kawasan Rembiga, terasa sekali nuansanya seperti bukan di Lombok. Tapi di Jawa. Ya, karena di sepanjang jalan, kami melihat banyak depot jualan menu-menu ala Jawa. Seperti; Bakso Wonogiri, Pecel Lele Lamongan dan sebagainya.

Akhirnya, plang Sate Sapi Rembiga  Ibu Sinnasih pun terlihat mata kami. Parkiran mobil dan motor sudah penuh. Antrian orang beli sate mengular. Sempat bingung dengan sistem pembelian di tempat itu, saya pun bertanya kepada salah satu karyawan depot. Oh rupanya, yang antri panjang itu sudah selesai makan dan mau bayar.


Sate Rembiga endes.



Sate Sapi Rembiga.



Bebalung yang gurih nan segar.


Kami beringsut ke dalam depot. Mencari posisi nyaman untuk makan. Tak lama, karyawannya datang membawa daftar menu. Saya sempat kaget juga, ternyata harga makanannya tidak mahal. Rata-rata berkisar Rp 15-30 ribu per porsi.  Pun harga minuman. Rata-rata Rp 3-6 ribu saja. Saya memesan dua porsi sate sapi, semangkuk bebalung dan nasi.

Makan malam terasa istimewa. Menu yang disuguhkan di depot ini bikin saya lahap makan. Padahal, sebelumnya, siang dan sore kami sudah menyantap menu nasi campur Ampenan.
Sekejab saja, dua porsi sate Rembiga sudah berpindah ke perut. Irisan daging sapinya boleh dibilang cukup tebal. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan memesan lagi seporsi sate untuk dibawa ke resort. Maklum, kami adalah dua orang yang sering lapar di malam hari 😂.

Setelah pesanan selesai, kami beringsut ke luar depot. Rupanya, makin malam, depot ini makin ramai. Baik rombongan pelancong atau warga sekitar. Antrian di kasir mengular. Tapi untungnya si Ibu yang jaga, cekatan menghitung. Dibantu gadis kecil yang saya duga cucunya, akhirnya tiba giliran saya. Untuk semua makanan yang kami pesan, saya cukup bayar Rp 70 ribu. Sungguh murah untuk kantong pelancong. Apalagi ada sate yang kami bungkus bawa pulang. Perut kenyang, dompet pun riang. Masih bisa menyimpan logistik cadangan. Siapa tahu, tengah malam kami kelaparan.

Tiba di resort. Kami tak segera masuk kamar. Kami sempatkan ngopi di bar sambil menikmati dentuman musik dari DJ resort yang merangkap staf resepsionis.
Dua cangkir kopi khas Lombok terasa sedap. Malam begitu riang di resort kami. Sejumlah turis asing juga bersama di bar tampak asyik menikmati malam. Ada yang sambil nge-wine, ada pula yang sibuk ngobrol.

Owner resort, sepasang suami istri menemani kami ngobrol. Banyak informasi yang dibagi. Ini yang saya suka. Bisa bertemu orang baru. Apalagi pemilik tempat kami menginap.





Makarma Resort. Penginapan yang saya peroleh dari salah satu aplikasi piknik. Dengan fasilitas lebih dari cukup untuk kami yang hanya numpang istirahat dan mandi.  Kamar yang saya sewa cukup bersih. Kamar mandinya juga bersih dengan atap setengah terbuka. Ada pool, bar merangkap resto, pojok baca dan kebun buah dan sayur yang cukup luas. Terdapat pula fasilitas yoga. Resort yang dikepung kebun dan agak jauh dari jalan raya ini juga menyediakan fasilitas persewaan sepeda. Saya suka suasananya. Cocok untuk istirahat.

Menjelang pukul 11 malam, kami pamit ke kamar. Tentu saja setelah menandaskan kopi yang kami pesan. Untuk dua cangkir kopi khas Lombok, saya hanya bayar Rp 15 ribu.




Makarma Resort.



--
Hari kedua, kami sengaja bangun agak siang. Tak ada rencana detil mau ke mana. Pokoknya jalan-jalan. Kami memang hanya semalam menginap di Makarma. Rencananya, hari kedua saya pindah hotel di dekat kota. Biar ganti suasana.

Menjelang jam 9 pagi kami keluar kamar. Sarapan. Nasi goreng, jus buah dan kopi serta teh sudah disediakan. Lumayan enak. Saya pikir, ini murah sekali. Tak sampai Rp 300 ribu kami bisa mendapatkan resort privat dan fasilitas lain.

Usai sarapan, saya membereskan bill sekaligus pamitan sama pemilik resort yang pagi itu juga menemani kami. Melepas kami seraya berucap terima kasih dan menunggu kunjungan berikutnya.  Sederhana tapi mengesankan.

Hari itu kami sengaja ingin menikmati suasana pantai dan berkeliling kawasan Lombok Barat. Jalanan yang lengang dan pemandangan pantai terasa menenteramkan. Entah ya, di Lombok, kami sebentar-sebentar lapar. Padahal di jalan, kami juga sambil makan camilan. He-he-he. Di beberapa spot yang banyak turis antri foto, kami ikut berfoto. Rupanya, banyak juga turis asing yang piknik dengan motoran seperti kami.

Menjelang pukul 11 siang, kami memutuskan makan siang (meski belum masuk jam makan siang) di salah satu warung di depan Pantai Nipah. Menu ikan bakar menjadi sajian khas kawasan ini. O iya, sebelumnya, kami sempat turun ke pantai Nipah. Hanya melihat-lihat kemeriahan saja. Karena di Bali, sudah hampir tiap hari lihat pantai, jadi main ke pantai tidak masuk prioritas.

Sambil menunggu ikan dan nasi disiapkan, kami sempat leyeh-leyehan. Melihat aktivitas pengguna jalan yang hilir mudik. Saya menangkap banyak angkutan seperti mobil minibus mengangkut penumpang sampai di atas kap. Kesannya sih membahayakan. Tapi, sepertinya orang-orang itu sudah terbiasa. Saya tak melihat bus kota atau angkutan kecil-kecil sliweran. Jadi mungkin keterbatasan kendaraan umum membuat mereka tak takut uji nyali.

Siang itu, kami menyantap ikan laut ukuran besar, sebakul nasi, lalapan terung dan sambal pedas. Ditemani es kelapa muda. Saya prediksi menu yang kami makan itu akan menghabiskan di atas Rp 100 ribu. Mengingat, itu kawasan wisata dan porsi menu yang disajikan jumbo.

Ternyata saya salah. Saat bayar, ternyata kami ditarik kalau tak salah Rp 80 ribu sudah termasuk kerupuk dan camilan yang kami makan. Lumayan murah bangetlah. Ya tentu saja, jika berpatokan seperti di Bali. Di mana sekali makan, rata-rata di atas Rp 100 ribu berdua.  Di tempat makan biasa saja. Bukan gerai cepat saji atau resto, gitu.

Maksi ikan laut yang nendang banget.


Pemandangan Lombok Barat.



Teluk nan indah. Segarkan mata.

Perut kenyang memang paling enak tidur. Tapi, tak ingin melewatkan momen. Kami memacu motor menuju Lombok Timur. Menyinggahi sejumlah tempat yang saya tandai untuk dikunjungi. Makin jauh kami berjalan, jalanan makin sepi. Termasuk resort dan hotel di kawasan penyeberangan menuju pulau Gili. Sementara di sisi kanan dan kiri nampaklah sisa-sisa kerusakan bangunan akibat gempa tahun lalu.

Di kawasan ekowisata Kerujuk, kami sempat singgah. Tempat yang semula jadi tujuan wisata ini nyaris mati. Rupanya informasi yang saya baca di internet tidak diperbarui. Bayangan saya bisa ngopi-ngopi di tepi sawah dan pemancingan ambyar seketika. Tak ada orang di kampung itu. Tempat pemancingan, rumah baca dan kedai kopi juga tak terawat.

Kecewa. Tapi, ya gimana. Saya berusaha memaklumi. Gempa Lombok memporak-porandakan semuanya.

Turun kembali ke jalan besar dari Kampung Kerujuk, kami melintasi kampung dengan rumah-rumah kayu nan sederhana. Terlihat kumuh di beberapa titik.

Motor kami kembali menempuhi perjalanan. Membelah hutan dengan banyak monyet di tepi jalan. Saya tak ingin turun seperti wisatawan lain yang bercengkarama dengan monyet-monyet. Jalanan hotmix membuat laju motor melesat cepat.  Tak butuh waktu lama, kami sudah tiba di Kota Mataram. Boleh dibilang, perjalanan kami memutar. Dari ujung barat ke timur hingga kembali ke tengah kota.

Menjelang pukul 14 kami tiba di Fizz Hotel setelah  sebelumnya, kami kembali makan di depot nasi Puyung di Ampenan. Akomodasi yang juga saya pesan melalui situs aplikasi ini berlokasi strategis. Dekat pusat kota. Di sampingnya ada Indomaret dan salon. Kamar Fizz Hotel lumayan luas. Fasilitasnya lengkap. Ada minibar juga.  Kamar mandinya bagus dan bersih.  Per malam, saya dapat harga sekitar Rp 350 ribu.


Fizz Hotel Mataram.


Masih ada waktu mandi dan tidur siang. Seperti biasa, saya tidak lupa ngecek menu Room Service. Rupanya, ada menu tempe mendoan. Saya pun memesannya. Ternyata, tempe mendoannya enak. Saya pesan lagi. Total sampai tiga kali. He-he-he. Saya jadikan lauk tambahan untuk nasi puyung yang saya beli di Ampenan.

Untuk acara sore itu, saya sudah janjian dengan kawan baru. Lidya yang akan nyamperin saya ke hotel. Jalan-jalan. Sementara, suami memilih untuk tidur saja. He-he-he.

Setelah mandi,  makan, ngemil mendoan dan sempat tidur sebentar, kawan saya datang. Dengan motor, senja itu kami keliling kota Mataram. Menyinggahi sejumlah ikon NTB, seperti Islamic Center, Kantor Gubernur NTB   dan mampir ngopi di pujasera tak jauh dari hotel. Lalu blusukan ke perajin telur asin. Saya beli dua keranjang telur asin. Isi 30 dan 15. Sekitar Rp 120 ribu. Menjelang malam saya kembali ke hotel. Dan janjian besok pagi, kami akan lanjut jalan-jalan lagi.


Di depan kantor  Gubernur Provinsi NTB.


Bareng Lidya. Di Sasaku. 



Hari ketiga di Lombok, kami santai. Usai sarapan  di resto hotel,  kami kembali ke kamar. Kawan saya datang sekitar pukul 12. Setelah titip tas di hotel, kami kembali ke kawasan Senggigi. Tujuannya toko oleh-oleh Sasaku. Di tempat itu, saya menahan diri untuk tidak belanja banyak-banyak. Meski sebenarnya pingin banget menghabiskan uang. Barang yang dijual lucu-lucu dan harganya murah. Tapi kepikir, kami ke Lombok bawa motor, alangkah repotnya menenteng oleh-oleh. Disamping, acara piknik di Bali belum sepenuhnya usai. He-he-he.

Meski sudah berusaha menahan diri. Jebol juga dompet saya. Beli ini dan itu tak terasa habis Rp 500 ribu. He-he-he. Alamat, judul liburan hemat jadi buyar. Tapi saya balik ke pembenaran. Saya kan jarang belanja. Hi-hi-hi. Usai belanja, bersama Lidya dan adiknya, kami ke Senggigi (lagi). Ngopi-ngopi dan minum es kelapa di salah satu kedai kopi langganan kawan saya. Kedainya di tepi jalan. Menghadap Pantai Senggigi yang berada di bawah.

Selanjutnya, kami berpisah. Kami kembali ke hotel mengambil barang dan lanjut ke Pantai Kuta Mandalika yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan. Terima kasih banyak Lidya sudah menemani jalan-jalan.


Shopping di Sasaku.


Sepanjang jalan menuju Kuta Mandalika, saya menikmati pemandangan jalanan yang sepi dan bukit-bukit dengan kontur jalan cukup ekstrim. Menjelang senja kami tiba di kawasan pantai Kuta. Suasana hiruk pikuk wisatawan terlihat di situ. Kami tak turun ke pantai. Duduk-duduk saja sambil menikmati pemandangan dan sejumlah tontonan.
Hari makan malam. Kami putuskan meninggalkan Kuta Mandalika yang berpasir putih itu.

Di tengah perjalanan, kami mampir ke kedai kopi di Desa Adat Sade. Nongkrong bareng warga lokal membuat kami betah. Kopi Sasak menjadi penyemangat tubuh. Apalagi perjalanan kami masih jauh. Lepas pukul 21, kami pamit. Dua gelas kopi Sasak kami bayar hanya Rp 15 ribu.

Sepanjang jalan itu, saya berdoa semoga perjalanan kami sampai pelabuhan lancar. Ya maklum, jalanannya sepi banget. Tak ada tanda tukang tambal ban atau pom bensin. Mobil dan motor yang melintas juga satu dua saja. Siapa yang tak cemas?

Meski begitu, kami berusaha menikmati perjalanan. Sembari tetap waspada tentu saja. Di area dekat bandara, kami beristirahat sejenak. Ada SPBU cukup besar dengan Indomaret yang menyediakan tempat istirahat.

Perjalanan kami lanjutkan lagi ke Pelabuhan Lembar. Rupanya, perut keroncongan lagi. Kata hubby, sebelum naik kapal, lebih baik makan dulu. Mata saya sibuk mencari-cari warung makan. Maklum, hari sudah malam. Eh rupanya dapat. Sebuah depot kecil dengan judul Sedia Ayam Taliwang tak jauh dari pelabuhan. Buru-buru kami masuk dan memesan. Alhamdulillah, masih ada. Kata yang jual, dia jualan 24 jam.

Dua porsi ayam taliwang dan sambel plus lalapan terhidang. Kami makan lahap sekali. Untuk dua porsi makanan plus minuman itu saya bayar Rp 70 ribu.  Ayamnya enak, renyah, gurih. Sambalnya oke. Sayurnya juga lumayan. Nasinya banyak. He-he-he.

Kenyang makan, saatnya berjuang mendapat kapal ke Bali. Malam itu menjadi puncak arus balik. Pelabuhan penuh kendaraan roda dua dan empat. Antrian panjang sekali. Untung kami sudah makan. Saya menunggu di pos keamanan. Sementara hubby berjuang antri tiket.

Tepat pukul 1 malam, kami naik ke dalam kapal yang sudah sesak penumpang. Beruntung dapat tempat duduk di dalam. Agak miris sih, karena saya lihat banyak penumpang yang seenaknya sendiri. Mengapling tempat duduk untuk bisa tidur selonjoran. Sementara penumpang lain berdiri. Bahkan dua turis asing sempat mengalah duduk di lantai, karena kursi kosong yang akan didudukinya ternyata dikapling penumpang lain untuk taruh tas. Untung ada petugas patroli. Saya bilang ke si bapak petugas, kalau banyak penumpang tak dapat duduk. Sementara ada penumpang yang enak-enakan mengapling kursi untuk selonjoran atau taruh tas.

Kontan si bapak petugas itu dengan otoritasnya membangunkan para penumpang yang curang. Para enumpang nakalan itu pada bangun. Banyak juga yang pura-pura tidur. Tapi tetap dibangunkan oleh si petugas. Syukur lo! He-he-he. Alhamdulillah, kami pun dapat duduk. Saya sempat cari dua turis yang tak kebagian duduk. Maksud saya, ada bangku kosong di dalam. Mereka kompak menolak. Setelah bilang terima kasih sudah peduli. Salah satu dari mereka bilang, kalau kursi kosongnya cuma satu, buat penumpang lain saja. Hiks.

Ombak pagi itu cukup tenang. Sama dengan ketika berangkat. Kapal berjalan cepat. Tepat pukul 5 pagi, kapal merapat di Pelabuhan Padang Bai, Karangasem, Bali. Perjalanan kami berlanjut. Kembali ke Tabanan, sekitar 3 jam perjalanan. Pagi itu kami nikmati dengan sungguh. Menyisir kawasan pantai sepanjang perjalanan. Liburan singkat yang menyenangkan di pulau yang entah terbuat dari apa. Makanan murah dan alam memesona.

--
Jika dikalkulasi, piknik ke Lombok bisa dengan bujet terbatas.  Tentu saja transportasi pesawat atau mobil kami coret ya. Naik motor lebih hemat. Berikut perkiraan bujet piknik ke Lombok.  Start dari Bali.

BBM sekitar Rp 200 ribu.
Tiket kapal PP Rp 200 ribu
Hotel 2 malam (Makarma Resort dan Fizz Hotel) Rp 600 ribu.
Makan, ngopi dan jajan 3 hari Rp 500 ribu
Oleh-oleh  Rp 500 ribu
Lain-lain Rp 300 ribu.

Total : 2,3 juta.

# Angka ini bisa menyesuaikan. Karena kami doyan makan dan jajan, jadi jebol di kuliner. Tak apa. Piknik tanpa kuliner apalah artinya, ya kan? 

# Kalau ingin akomodasi lebih nyaman, bujet hotel bisa up. Tergantung hotel yang kita pilih. Untuk kami yang butuh numpang tidur dan mandi, Makarma Resort dan Fizz Hotel sudah mumpuni. Dengan fasilitas lebih dari cukup untuk musafir minimalis.



Sampai jumpa di piknik berikutnya! Tampiasih Pulau Pedas!



Ps : Foto-foto piknik ke Lombok ada di album Facebook saya ya....























Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang