Piknik ke Lombok (1)

Bersiap meninggalkan Bali. Dok. Pri






USAI merayakan Idul Fitri di Bali, berdua suami, kami  jalan-jalan ke Lombok, Jumat (7/6). Piknik tipis-tipis ini kami rencanakan jauh hari. Biar gak boring liburan di Bali. Naik motor, jadi pilihan transportasi. Pertimbangannya hemat bujet dan bisa blusukan.

Berangkat pagi sekitar pukul 06.15 WITA, kami melaju santai melintasi Tabanan-Denpasar melewati Bypass Ida  Bagus Mantra yang jalannya mulus. Rute kami adalah ke pelabuhan Padang Bai, Karangasem, kurang lebih ditempuh 3 jam  perjalanan dari kota Tabanan tanpa buru-buru. Di tengah jalan, masih sempat berhenti untuk ngopi, beli makanan dan mampir ke ATM. Kami menikmati perjalanan tersebut dengan bahagia. Saya hanya membawa ransel hijau kecil berisi baju secukupnya. Suami juga bawa ransel sendiri ditaruh di depan.

Pemandangan jalan yang sepi, aroma laut sepanjang By Pass Ida Bagus Mantra yang menghubungkan Denpasar, Klungkung dan Gianyar menjadi kawan tersendiri.

Perkiraan kami tiba di pelabuhan sekitar pukul 09.30 WITA. Tapi ternyata kami lebih cepat. Jam di ponsel saya baru di angka 08.45 WITA ketika kami antri tiket penyeberangan. Padahal, kami sempat kebablasan sejauh 8 Km.

Antrian kendaraan tak banyak. Pelabuhan terlihat lengang. Tapi aparat keamanan di mana-mana. Maklum, pelabuhan Karangasem adalah salah satu pintu masuk pulau Bali. Wajar jika pengamanannya ketat. Disamping masih hari raya.

Dengan tiket seharga Rp 139 ribu untuk motor dan dua orang penumpang, kami langsung boarding di kapal feri. Saya gembira, karena berarti kami akan tiba lebih awal di Lombok. Setelah memarkir motor, kami naik ke ruang penumpang.

Wah, ternyata di ruangan dalam sudah berjubel penumpang. Terpaksa, kami mencari tempat di luar. Tak apa. Itu artinya kami bisa melihat pemandangan laut. Toh hari juga masih pagi.

Sekitar 15 kemudian, kapal pun bergerak melayari Selat Lombok. Ombak mengalun tenang dan langit terang. Di sekitar perairan terlihat aktivitas kapal-kapal nelayan yang sliweran.

Sambil mengudap mi rebus dalam wadah, saya menikmati pemandangan pagi di Selat Lombok. Sepertinya, waktu yang kami pilih untuk berangkat cukup tepat. Tidak terlalu pagi dan siang.

Sejam berlayar di Selat Lombok mulai membuat saya jenuh. Saya tak banyak jalan-jalan di atas kapal. Lebih mengamankan tempat duduk. Saya putuskan membaca buku travelling yang sudah saya siapkan di ransel. Kisah sepasang kekasih yang melancong berkeliling dunia dengan sepeda membuat saya duduk tenang. Tak lupa sambil baca, saya ngemil jajanan, He-he-he.

Tak terasa sudah dua jam di laut. Tak terlihat lagi perahu nelayan. Di depan saya terbentang pulau yang membiru. Sewarna dengan lautan.

Saya lihat suami masih khusyuk main games. Tak ada pilihan. Mata saya sudah capek membaca. Saya putuskan berbincang dengan penumpang di sebelah. Dia bilang, ombak Selat Lombok sedang tak bergejolak. Beberapa hari sebelumnya, memang ada kabar, aktivitas pelayaran dihentikan, karena gelombang tinggi di perairan Selat Lombok. Kapal tak ada yang berani melintas.

Pulau Lombok makin terlihat jelas. Dermaga Lembar mulai terlihat dari kejauhan. Kapal-kapal dan perahu terlihat bersliweran. Sebentar lagi kami akan mendarat.



Di ujung Selat Lombok. Dok. Pri


--


Setelah melintasi jalanan aspal yang tidak bagus selepas pelabuhan Lembar, berikutnya kami menemui jalan kembar yang  mengingatkan  Bypass di Bali dan Ringroad Jogja. Jalan dengan aspal tebal dan mulus itu sepi. Saya jadi membayangkan bawa mobil sport atau moge bisa ngebut tanpa hambatan. He-he-he.

Kurang lebih 20 menit kami melintasi jalan tanpa hambatan, hingga kemudian masuk kota tua Mataram.

Sambil motoran, kami menikmati kesibukan kota selepas siang sekalian inspeksi tempat makan. Kami memutuskan singgah di sebuah warung sederhana di tepi jalan kota tua.

Antrian pembeli berjubel. Saya meyakini, menu di tempat itu enak. Saya memesan dua porsi nasi campur. Dihidangkan di atas piring rotan beralas kertas minyak, makan siang kami boleh dibilang sedap sekali. Ada sambel goreng buncis dan wortel, mihun, kering tempe, sepotong ayam goreng dan seiris daging bumbu kuning.

Tak butuh waktu lama menandaskan makan siang. Memang sudah diniatkan, begitu tiba di Lombok, acara makan jadi agenda utama. 


 

Nasi campur khas Lombok. Dok. Pri
  




Saya juga memesan menu yang sama untuk dibawa ke penginapan. Pertimbangannya, belum tentu di resort menyediakan menu makan malam sesuai selera. Kami juga belum tahu kuliner yang pas di lidah di dekat-dekat kami bermalam. Boleh dibilang makanan yang kami santap cukup murah. Untuk seporsi nasi dengan ubo rampenya hanya Rp 12 ribu.

Perut kenyang, penyakit keturunan pun kambuh. Ngantuk. Kami melaju ke arah Senggigi. Melalui aplikasi Hotels.com, saya memesan akomodasi Makarma Resort. Kalau melihat foto-fotonya, sepertinya oke.

Sempat kebablasan, karena plang penginapan terlalu kecil dan tak terbaca dari kejauhan, akhirnya kami menemukan jalan menuju Makarma.
Melewati (semacam) jalan kecil, lokasi resort masuk ke dalam kampung yang dipenuhi bangunan villa.  Kemudian melintasi kebun yang luas nan sepi.

Resort sore itu terlihat ramai. Saya sempat melihat-lihat area penginapan. Memastikan foto-foto Makarma yang dipasang di aplikasi sesuai dengan riil.  Sejumlah turis terlihat sedang bersantai di tepi kolam renang.

Kamar yang saya pesan berbandrol Rp 200 ribu per malam. Sudah termasuk sarapan. Saya pikir cukup murah. Resort ini punya beberapa macam tipe kamar. Selain kebun dengan aneka sayuran, sungai kecil di antara beberapa bangunan kamar dan kolam renang cantik, area resort ini menyuguhkan pemandangan bukit yang menenteramkan batin.

Karena sunset masih lama, kami putuskan leyeh-leyeh dulu di resort. Setelah menempuh perjalanan sejak pagi, istirahat sebentar jadi kebutuhan. Saya juga kalau absen tidur siang, badan berasa meriang. He-he-he.


Pemandangan resort. Dikepung bukit, kebun dan hutan kecil. Dok. Pri

 
Kafe di dalam resort. Dok. Pri

 
Teman plesiran. Dok.Pri









 --


* Piknik jarak jauh dengan motoran itu menyenangkan. Bisa lewat jalan-jalan kecil, bisa berhenti dan putar balik tanpa repot jika kebablasan dan lebih hemat, tentunya.

* Tapi jangan lupa, karena motor bukan mobil, perlu dipikirkan juga bawaan kita. Jangan sampai bawa barang terlalu banyak. Karena juga bikin repot jika berhenti, tentu saja mengamankan barang dapat atensi. Disamping, keselamatan dan kenyamanan diri adalah hal utama.

* Penting sebelum berangkat untuk memastikan kendaraan kota dalam kondisi sehat. Jika perlu mesinnya diservis dulu dan ganti ban baru.

* Kondisi badan penumpang juga perlu diperhatikan. Kalau sedang meriang atau punya riwayat gangguan kesehatan yang agak berat, sebaiknya tidak coba-coba untuk naik motor. 



(Bersambung...)


Comments

Popular posts from this blog

Kisah Buku, Timor Indonesia dan Cinta Adonara

Kulineran Ikan Dorang

Ke Bali Naik Kereta Api