Zaman Penuh Hoax, Hati-hati!
Bersama Faisal Oddang dan bukunya. Foto : Lionar M |
Terima kasih Komunlis. Foto : Lionar M |
Ketika Kebenaran
dan Dusta Sukar Dibedakan
Catatan ini sebagai bahan memantik diskusi buku Raymond Carver Terkubur Mi Instan di Iowa, karya Faisal Oddang di Universitas Panca Marga,Probolinggo (4-7/2019).
*YETI
KARTIKASARI
Pembaca buku, tukang piknik dan guru partikelir
FB : Yeti Kartikasari Lestiyono
IG : Ransel Mbak
Yeye
Tinggal di kaki gunung Penanggungan, Pasuruan
PROLOG
SAYA sedang jalan-jalan ke akun sosmed sejumlah toko buku
online dan sempat melihat sebuah promo buku terbaru dari salah satu penulis
muda yang sedang naik daun. Sudah menjadi ritual saya untuk iseng membaca
ulasan buku terbaru sebelum memutuskan untuk memesannya.
Saya pikir,
buku yang judulnya ada mi-mi-nya ini menarik. Saya tak sempat baca tuntas
judulnya yang panjang itu. Karena keburu ingin baca ulasannya. Saya intip ke
akun penerbit, ternyata novel bersampul kuning itu baru akan diluncurkan di
Makasar 26 Juni 2019 dalam gelaran Makasar International Writer Festival.
Baru saja
memertimbangkan untuk beli atau tidak, tiba-tiba, ada pesan masuk dari seorang
yang saya kenal baik ke jaringan pribadi saya.
Pesan
ba-bi-bu. Tanpa prolog.
Menyebut
Oddang akan main ke Probolinggo. Lalu tanya apakah saya ada kerjaan atau tidak?
Kemudian info
berikutnya, meminta saya untuk menjadi pemantik diskusi buku yang judulnya ada
mi-mi-nya itu.
Saya hanya
jawab, “Matek.”
---
SEJAK dulu, sampai senja ini saya mengimani bahwa cerita yang baik lahir karena riset. Bukan hanya bermain kata-kata dan menjahit
imajinasi di kepala. Meski faktanya kedua unsur itu ; kata-kata dan imajinasi
adalah bagian penting dalam kepenulisan fiksi.
Alangkah tidak lucunya ketika kita mengarang, lalu dalam
cerita itu mencomot sebuah lokasi yang dikenal umat di dunia tapi kita
menggambarkannya dengan keliru. Atau
mengangkat adat budaya atau kebiasaan tapi secara serampangan. Tentu, akan
mencederai karya tersebut. Meski bisa saja kita berdalih sebagai sebuah fiksi,
sah-sah saja dilakukan.
Membuka novel Faisal Oddang, pembaca disuguhi kutipan
wawancara dengan istri Raymond Carver, Maryann Carver yang diambil dari buku
Raymond Carver ; An Oral Biography.
Karya Sam Halpert.
Saya merenung di teras ini. Memahami ujaran Maryann
Carver. Saya pikir, ini adalah kunci sekaligus gagasan bagi jalan cerita novel
ini. Bahwa sosok Carver di buku ini, sudah ”tidak beres” sejak remaja.
Beranjak ke halaman berikutnya, prolog (saya suka
menyebutnya dengan lead) yang ditulis
seperti berita. Jelas dan lugas.
Raymond Carver
ditemukan meninggal dalam keadaan telanjang. Dia terkubur mi instan di salah
salah satu kamar di Iowa House Hotel di Iowa City. Beberapa malam
sebelumnya dia menemuimu dan dengan
memelas meminta pertolonganmu untuk membunuhnya. Tiga puluh tahun sebelum
kejadian itu, Ray---seperti kebanyakan orang memanggilnya—diberitakan meninggal
karena kanker paru-paru, tepatnya pada hari kedua bulan Agustus tahun 1988.
Namun, itu palsu!
Lagi, di bagian ini, saya termenung. Setelah dengan
berapi-api membaca ”fakta”, ternyata di bagian akhir, saya menemukan kenyataan
bahwa yang dituliskan itu palsu. Bohong belaka!!
Saya buru-buru menyadari novela yang tengah saya baca
adalah fiksi. Meski tokoh yang
dikisahkan dalam cerita ini pernah ada di dunia.
Siapa Raymond
Carver?
Mengutip
Ensiklopedia Sastra Dunia, yang disusun Anton Kurnia (Terbitan Diva Press,
Januari 2019), menyebut, Raymond Carver (1938-1988) adalah penulis terkemuka
Amerika Serikat. Ia menulis cerita pendek dan puisi. Sebelum jadi penuis
sepenuh waktu, ia pernah menjajal berbagai pekerjaan kasar. Fakta lain
terungkap bahwa Carver merupakan pecandu alkohol dan berkali-kali nyaris tewas
karena kebiasaan buruknya itu.
Carver
berhenti minum di usia 39 tahun setelah bertemu dengan Tess Gallager, seorang
penyair yang kemudian menjadi istrinya setelah perkawinan pertamanya yang membuahkan dua anak bubar di tengah jalan.
Dalam
karya-karyanya, Carver biasanya mengisahkan tokoh-tokoh yang hidup di kota
kecil dengan urusan hidup sehari-hari. Ia juga ahli menulis tentang sisi gelap
perkawinan (barangkali, karena pengalamannya dalam pernikahan yang buruk).
Beberapa kumpulan cerpennya antara lain Will You Please Be Quiet?, yang
legendaris What We Talk About When We
Talk About Love yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (Saya
menyarankan pembaca juga membaca karya-karya Carver).
---
Gaya penulisan Oddang yang tanpa basa-basi dan ”saru”
akan dengan ”terpaksa” kita telan sejak halaman pertama seperti ketika
menandaskan berita kriminal di koran. Meski ada deskripsi sastrawi ala
jurnalisme Kompas (Kompas suka menulis mendayu-dayu, penuh metafora bahkan
untuk menulis straight news bukan features).
---
Kamu berjalan
ke arah pintu sambil menyiapkan makian atau jika tidak cukup, masih ada
sepasang tinju siap dihunjamkan ke tubuh pengacau yang datang satu jam lewat
tengah malam. Itu satu hal dan satu alasan. Hal lain dan alasan yang lebih
penting, suara ketukan itu menghentikanmu yang sedang merancap sambil menulis
novel porno yang direncanakan terbit tiga bulan ke depan. Alasan itu pula yang
membuatmu selalu memasang tanda jangan
ganggu di depan pintu. (Lalu halaman berikutnya ada foto gagang pintu.
Sendirian. Tanpa caption. Hal 1-2).
--
Kisah berikutnya adalah seorang tokoh yang (diduga)
Carver muncul di depan pintu tokoh Kamu, dengan (lagi-lagi tanpa basa-basi)
minta bantuan agar dirinya dibunuh. Dengan alasan kehidupan tak lebih dari
sekadar omong kosong belaka.
Ini seperti menegaskan pada kisah hidup Raymond Carver
yang sesungguhnya. Bahwa sebenarnya sejak muda hidupnya sudah berantakan.
Kemudian perbincangan antara si tokoh Kamu (Anak Muda)
dan Carver, yang lebih banyak didominasi Carver yang mengisahkan riwayat
hidupnya. Sementara si tokoh Kamu, digambarkan dalam kondisi tak percaya.
Karena, selama ini meyakini laki-laki di
depannya itu sudah mati.
--
Membaca tokoh Clevie (tokoh rekaan yang ditulis Kamu atau
Anak Muda), mengingatkan pada tokoh Wayne, dalam novel Olenka yang ditulis Prof
Budi Darma.
Clevie dalam novel Raymond Carver Terkubur Mi Instan di
Iowa, digambarkan oleh tokoh Kamu sebagai sosok penyair gagal, seorang gigolo ,
sedang melayani pelanggan. Clevie menulis puisi-puisi gelap tentang banyak hal
dan tak laku di pasaran. (hal 12).
Hampir sama dengan tokoh Wayne, yang merupakan suami
Olenka. Sebelum mengenal Olenka, Wayne tinggal di Skokane, negara bagian
Illinois. Ngotot jadi pengarang. Dia banyak menulis, tetapi semua redaksi media
dan penerbit menolak tulisannya.
Gaya bertutur Faisal Oddang dalam novela ini (lagi-lagi)
mengingatkan gaya Prof Budi Darma ; Kumcer Orang-Orang Bloomington dan
Olenka. Kebetulan, settingnya sama-sama
di Amerika. Budi Darma menulis Olenka saat tinggal di Bloomington. Selama di
sana, penulis bisa beradaptasi bersama masyarakat setempat yang membuatnya bisa
menghayati dan menyampaikan nilai-nilai budaya di sana.
Di buku Orang-orang Bloomington, Budi Darma menuliskan
cerpen-cerpen mengenai satu aspek kehidupan dari sekian banyak lain di kota
Bloomington, negara bagian Indiana, ketika jadi mahasiswa di Universitas
Indiana. Dalam penulisan bukunya, Budi Darma seperti mendapat spirit dari puisi
Shelley, Ode to the West Wind untuk
menyelesaikan karya-karyanya.
(Pencitraan) diskusi buku di radio. Foto : Lionar M |
Bagaimana
dengan Faisal Oddang?
Mengutip riwayat penulis dan kepenulisan novela ini, ia
menuliskan kisah Raymond Carver (saya menyebutnya versi Oddang), setelah
terinspirasi dari peristiwa ketika ia melihat perkabungan di University of Iowa
atas kematian mahasiswa Mollie Tibbetts. Seorang feminis dan sekutu. (Tentang siapa Mollie bisa dibaca sendiri). Kematian itu mengingatkan pada cerpen Raymond
Carver, So Much Water So Close To Home.
Saya tidak bermaksud mendudukkan dan membandingkan karya
Faisal Oddang dengan Budi Darma. Karena memang secara materi berbeda. Tetapi,
bagi saya, ketika membaca satu karya, perlu juga ”didampingi” teks lain.
Membaca buku Faisal, juga ”memaksa” saya untuk membuka
literatur lain, seperti buku kumpulan cerpen Umar Kayam, Seribu Kunang-Kunang
di Manhattan. Yang (kebetulan) juga
bersetting di Amerika. Kebetulan, di salah satu kisahnya ada judul Secangkir
Kopi dan Sepotong Donat. Bersetting di Fluffy
Donut Coffe House. Di novela Faisal, juga ada kisah Clevie dan Lynn dengan
adegan pertemuan romantis di toko donat.
Ini tak lain sebagai upaya saya, sebagai pembaca, untuk
bisa meneropong secara dekat bagaimana kehidupan di belahan benua Amerika. Ini
juga bagian dari kehati-hatian sebagai pembaca (kritis) untuk tetap menelaah
dengan ”waras” semua informasi (bahkan) meski itu sebuah kisah fiksi.
Karena, saya merasa betul, bahwa saat ini atau bahkan
beberapa waktu ke belakang, batas antara informasi yang riil dan abal-abal itu
tipis sekali.
--
Entah sebuah kebetulan atau tidak, jika dalam karya
Faisal yang kita diskusikan ini juga kaya dengan referensi. Seperti misalnya,
dalam perbincangan tokoh Kamu dan Ray, menyebut nukilan Things Fall Apart karya
Chinua Achebe (buku yang benar-benar ada di dunia nyata, dan wajib dibaca).
Sedangkan mengenai apakah benar tokoh Ray pernah
menghadiri Chinua Achebe di Prairie Lights Bookstore itu perlu kita cek lagi di literatur lain. Apakah
benar atau hanya rekaan saja.
Saya juga perlu membaca literatur siapa Raymond Carver.
Karena selama ini, nama itu tidak sepopuler, sebutlah Jostein Gaarder dengan
Dunia Sophie, Misteri Soliter dan karya-karya filosofis lainnya.
Dalam biografi singkatnya, disebut nama Tess Gallagher,
istri kedua Raymond Carver, setelah pernikahan dengan istri pertama, Maryann
kandas.
Di novela ini,
juga ada bagian kisah percintaan Ray dengan Maryann dan Tess. Saya perlu mengkonfirmasi, bahwa mantan istri
dan istri Ray berikutnya sama dengan
yang dikisahkan Faisal. Sampai di sini, saya harus berhati-hati!
---
Sebuah kebetulan yang (saya meyakini, bukan kebetulan,
melainkan takdir), jika kemudian waktu itu, Faisal menginap di hotel Iowa
House, tempat yang sama dengan Raymond
Carver, puluhan tahun sebelumnya di Iowa.
Ini pula yang membuat buku ini juga dilengkapi
foto-foto lokasi yang sempat disinggahi
Carver dan menjadi tempat tinggal Faisal selama di Iowa. Seperti mengatakan
kepada pembaca, bahwa kisah ini benarlah nyata. Meski, menurut saya, foto ini
tidak bermakna banyak (Maafkanlah....).
Foto-foto di novela ini ada lebih dari 10, hanya ada 2-3 yang ”sedikit”
berbicara atau foto jurnalistik. Seperti di halaman 79, bersetting di sebuah
toko buku, dengan tokoh Kamu yang bicara di belakang podium kayu berwarna
cokelat tua. Sejumlah orang fokus pada
Kamu. Yang entah apakah itu Clevie atau (justru) Faisal Oddang sendiri (?) Karena seseorang di podium itu tertutup punggung lelaki berjas.
Kemudian foto di lantai dua kafe Prairie Lights, ketika
Clevie berada di ruangan tersebut
menunggu penerbit dan tokoh Kamu yang menggambarkan bagaimana
gerak-gerik Clevie ketika menunggu. Foto ini pun sebenarnya hanya memertegas
saja. Tak ada yang unik dari jepretan tersebut.
Satu-satunya foto yang unik barangkali adalah adegan selfie, antara Kamu dan Raymond Carver.
Foto ini hanya berupa bayangan dua orang. Entah bayangan siapa. Apakah Faisal
dengan seseorang yang seolah-olah adalah Raymond Carver, atau justru sungguh-sungguh
itu Raymond Carver yang menjelma hantu kasat mata (?)
Saya menikmati kisah ini seperti halnya ketika melahap mi
instan di tanggal tua. Penulis membuat semacam tutorial bagaimana menyantap mi.
Dan saya menghayati sekali membaca bagian ini, ketimbang beberapa adegan
percintaan sejumlah tokoh yang ditulis secara
vulgar sejak bagian pembuka.
Saya menyepakati bagaimana cara si tokoh Aku, menyajikan
mi, yaitu memasukkan mi ke dalam mangkuk berisi air, kemudian memasukkan ke microwave selama empat menit sebelum
airnya ditiriskan, lalu bumbu-bumbunya dimasukkan (hal 43).
Bagian lain paling menurut saya adalah adegan konyol dan
saya pikir, semua orang pernah melakukannya, yakni menuang sisa bumbu ke tangan
dan menjilatinya.
”Bagian terenak dari surga mi instan kering adalah bumbu
di dasar kemasannya!”
MARI KITA
MENGUDAP MI DENGAN CARA TERENAK DI DUNIA SAMBIL MEMBACA KISAH RAYMOND CARVER
TERKUBUR MI INSTAN DI IOWA!
Kaki
Penanggungan, 3 Juli 2019.
Comments
Post a Comment