Menjelajah Candi dengan Tuk-tuk (Catatan Piknik Ke Kamboja)
Artikel ini telah tayang di rubrik Journey, Harian Jawa Pos Radar Mojokerto, Jumat (12/4).
PAGI masih gulita ketika dengan penuh
semangat kami bergegas menaiki Tuk-tuk yang sudah menunggu di depan hotel. Baru
pukul 04.30 Waktu Kamboja. Dingin yang menembus tulang mengalahkan rasa tak
sabar ingin bertualang ke candi Angkor Wat, Senin (25/3).
Jalanan masih
sepi. Gelap. Setelah melewati tengah kota, Tuk-tuk yang kami sewa 30 USD untuk
satu hari penuh ini melaju dengan kecepatan sedang. Perasaan was-was sempat
menghampiri. Saya memeluk erat tas selempang yang berisi paspor dan dompet.
Begitu pun dengan kawan perjalanan saya, Ariana Mita. Sejumlah referensi yang
sempat kami baca menyebut, kota ini tak sepenuhnya aman. Turis tak boleh
lengah.
Ransel Hijau Mbak Yeye piknik ke AngkorWat, Kamboja. Dok.Pri |
Tak banyak yang
bisa dilihat pada perjalanan pagi itu. Selain merasai dinginnya udara pagi. Setelah
kurang lebih 20 menit, sampailah di sebuah bangunan megah dengan halaman luas. Dari
kejauhan nampak seperti hotel. Puluhan bus pariwisata dan Tuk-tuk berjajar rapi
di sana. Sempat kami mengira sudah sampai di gerbang Angkor Wat. Ternyata
bukan.
Tempat itu ternyata loket pembelian karcis masuk
Angkor Wat. Ada beberapa loket di sana. Sudah buka semua. Antrian turis mulai
terlihat berbaris rapi di depan loket. Tiket masuk komplek candi Angkor Wat
dipatok mulai 37 USD per orang untuk satu hari penuh. Tersedia juga tiket yang
bisa digunakan untuk dua hari atau seminggu. Uniknya, saat membeli tiket, wajah
kami difoto seperti di imigrasi. Foto berwarna 3x4 itu ditempelkan di tiket
kami. Seperti paspor.
Di tempat
pembelian tiket itu, juga ada semacam galeri yang memajang beragam lukisan,
patung dan peta. Sejumlah toko baju dan suvenir juga ada. Lalu, ada pula kedai
yang menjual aneka kopi dan roti. Sebagai bekal piknik, kami memesan kopi
panas, es susu serta beberapa macam kue. Rata-rata harganya 1-3 USD.
Jawa Pos Radar Mojokerto, Jumat (12/4). Dok.Pri |
Setelah membeli
bekal, kami melanjutkan perjalanan lagi. Perjalanan terasa lebih panjang.
Setelah melewati deretan hotel mewah, kami memasuki belantara Siem Rheap.
Kanan-kiri adalah hutan. Kami melintasi jalan beraspal yang tidak terlalu
bagus. Situasinya mengingatkan pada
kawasan hutan antara Madiun-Ngawi dan Alas Purwo, Banyuwangi. Sesekali aroma
lumpur merah yang cukup keras menembus saraf hidung.
Setelah
perjalanan kurang lebih 30 menit, sampailah di pintu masuk. Petugas memeriksa
tiket kami. Kemudian Tuk-tuk menuju parkiran. Di tempat itu, sudah berbaris
puluhan kendaraan lokal khas Kamboja itu. Supir Tuk-tuk, Mr Di, meminta kami
untuk memotret atau mencatat nopol kendaraannya. Siapa tahu, saat kembali dari
Angkor Wat, kami lupa dengan Tuk-tuk yang kami sewa. ”Nanti, saya akan tunggu
anda di sini, untuk melihat candi yang lain,” kata Mr Di dengan bahasa Inggris
yang cukup lancar.
Dalam kegelapan
pagi itu, bersama ribuan kaki wisatawan dari berbagai belahan dunia, kami
menyusuri jalan setapak, kemudian melewati jembatan kayu. Dengan senter dari telepon
genggam, kami berjalan bergegas menuju spot menunggu matahari terbit.
Bersama ribuan wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Menanti matahari terbit di pelataran AngkorWat. Dok.Pri |
Tiket masuk mirip paspor. Jangan lupa senyum pas difoto yes. Dok. Pri |
Saat melewati
jembatan kayu yang bertingkat seperti anak tangga, harus berhati-hati. Untung,
di jembatan itu ada pegangan. Sehingga membuat aman wisatawan yang
melintasinya. Hingga tibalah di sebuah lapangan luas dengan danau kecil. Tepat
di depan kami, puncak Angkor Wat terlihat menjulang. Mengingatkan seperti candi
Prambanan di Jogjakarta. Para wisatawan mulai mencari tempat strategis untuk
mengabadikan momen matahari pagi dengan kamera terbaik. Saya pun tak
ketinggalan.
Bagian tengah candi. Mistis. Dok. Pri |
Angkor Wat. Mengutip
referensi dari laman Wikipedia, berasal dari bahasa Khmer yang bermakna candi
kota. Merupakan gugus bangunan candi yang menjadi monumen keagamaan terbesar di
dunia. Terletak di Angkor, provinsi Siem Reap, Kamboja. Dibangun oleh Raja
Khmer Suryawarman II pada permulaan abad XII di Yasodharapura, yang sekarang
bernama Angkor, yang menjadi ibu kota Kemaharajaan Khmer.
Keberadaan
candi seluas 162,6 hektar tersebut
dimaksudkan sebagai candi negara sekaligus tempat persemayaman abu jenazahnya.
Raja Suryawarman II mendedikasikan candi tersebut kepada Dewa Wisnu. Candi
tersebut boleh dibilang merupakan satu-satunya candi yang menjadi pusat
keagamaan penting sejak didirikan. Menjadi mahakarya berlanggam klasik dengan
arsitektur khas Khmer yang menjadi lambang negara Kamboja. Angkor Wat dilukiskan
pada bendera negara yang beribukota di Phnom Penh itu.
Pagi itu,
mendung tebal menggelayut di atas candi Angkor Wat. Hingga pukul 6, tak nampak
matahari terbit. Meski begitu, kami tak kecewa. Tetap bersyukur bisa menikmati pagi
di pelataran situs warisan dunia UNESCO itu sambil ngopi dan menyantap bekal
kue-kue sebagai sarapan pagi.
Setelah
menuntaskan menyesap kopi, saatnya menjelajah ke dalam candi. Angkor Wat yang merupakan perpaduan rancangan
candi gunungan dan candi berserambi ini sudah mulai hiruk pikuk. Di pintu
utama, pengunjung antri untuk berfoto. O iya, untuk memasuki komplek Angkor
Wat, pengunjung diwajibkan mengenakan baju sopan, seperti celana panjang atau
kain yang tertutup rapat.
Tiang-tiang
tinggi berukir relief menyambut sesaat
memasuki dalam candi. Pengunjung meniti undakan yang menghubungkan lorong
panjang. Suasana mistis mulai terasa. Dalam lorong, saya jumpai sejumlah patung
Buddha, ada yang tanpa kepala. Di setiap patung diletakkan bunga dan hio. Tak heran, aroma dupa juga tercium di dalam
candi.
Angkor Wat yang
dirancang sebagai lambang Gunung Meru atau kahyangan dewa-dewi Hindu itu
keseluruhan dikelilingi tiga undak bangunan serambi persegi panjang, dan masih
dilengkapi dengan pagar tembok luar sepanjang 3,6 Km. Ada pula sebuah parit
sepanjang 5 Km. Nah, di tengah-tengah gugusan bangunan candi ini menjulang
menara-menara yang berwujud tatanan quinquncia atau tatanan lima obyek yang
membentuk lambang tapak dara, salah satunya terletak pada persilangan.
Di dalam candi,
terlihat pula sejumlah bhiksu yang
membuka layanan semacam mendoakan pengunjung. Di atas permadani, sang bhiksu
merapal mantra di depan turis yang minta didoakan. Di depannya terhampar aneka
persembahan berupa beragam bunga dan dupa. Tak ketinggalan kotak donasi yang
bisa diisi uang seikhlasnya oleh para turis yang sudah diberkati. Saya melihat
aktivitas itu dari balik tiang di serambi dalam candi. Sebuah patung Buddha
dalam ukuran besar juga ada di lorong itu. Pengunjung bisa berdoa secara
langsung di altar yang dilengkapi bunga dan dupa.
Layanan doa oleh bikhu. Dok. Pri |
Selain menikmati
kemegahan bagian dalam candi, pengunjung juga bisa mengitari bagian belakang
Angkor Wat yang dipenuhi relief. Bagi yang tidak takut ketinggian, bisa naik ke
puncak menara candi. Ratusan turis nampak tertib bergantian naik turun puncak
candi dengan tangga besi.
Naik-naik ke puncak menara. Dok.Pri |
Bagian menarik
lainnya adalah bangunan berjendela lebar dengan teralis batu berukir. Sangat
instagramable. Sayang, saya tak bisa berlama-lama menikmati area itu, karena
ada banyak monyet di sana. Idealnya, untuk menikmati keseluruhan Angkor Wat
membutuhkan waktu tiga jam. Bagi pecinta fotografi, bisa lebih lama lagi karena
banyak spot di area dalam dan belakang candi yang bisa dijadikan obyek foto
cantik.
Waspada di atas tingkap banyak monyet. Dok.Pri |
Saat arah
pulang, terlihatlah indahnya danau dengan jembatan kayu yang membentang di
areal depan Angkor Wat. Kemilau air di danau yang ditumbuhi bunga teratai
menampakkan bayangan kegagahan candi yang menjadi daya tarik wisata utama
Kamboja. Di jembatan itu juga disediakan anjungan kecil untuk spot foto
berlatar indahnya Angkor Wat dari kejauhan. Sungguh, hari itu menjadi pagi yang
tak terlupakan dalam hidup.
Jembatan di atas danau dengan panorama AngkorWat. Dok.Pri |
--
keren nih cerita perjalannanya, waktu ke sini pas lagi musim panas gitu loh, jadinya panas banget....
ReplyDeleteKemarin ada hujan tapi masih berasa sumuk gitu. Tapi lebih nyaman daripada pas jalan ke Bangkok.
Delete