Bangkok I'm in Love 2 (Kalap Belanja dan Kulineran)
Sakura Sky Residence
berada di 1 9 Sukhumvit 33 Alley, Khwaeng Khlong Tan Nuea,
Khet Watthana, Krung Thep Maha Nakhon 10110, Thailand. Lokasinya sangat
strategis. Tinggal ngesot saja ke sejumlah minimarket, kafe, dan money changer.
Suasana Distrik Wattana ini mengingatkan seperti di area Legian, Bali.
Aroma
dupa semerbak menyambut kedatangan saya malam itu. Entah mengapa, saya seperti
berada di Bali saja. Konsep
hotel ini ala-ala Jepang gitu. Bunga Sakura di mana-mana. Bahkan di pojokan bath-up juga ada. Jadi ketika mandi,
berasa di bawah naungan pohon Sakura.
Saya
jadi agak-agak absurd. Sebenarnya
kami lagi liburan di Thailand atau di Jepang atau lagi mudik ke Bali? He-he-he.
Malam
itu, saya dan Mita tak segera istirahat. Karena lama gak ketemu, jadilah
ngobrol sampai jelang pagi. Sambil ngemil-ngemil tentunya. Kebetulan, kawan
jalan saya ini well prepared dan isi
kopernya sudah macam kantong Doremon. Malam itu, saya makan bekal yang
dibawa Mita. Ha-ha-ha.
Baca juga : Bangkok I'm in Love (1)
---
Piknik ke Bangkok kami sepakati akan lebih banyak santai. Maksudnya,
bangun pagi tak perlu buru-buru alias jadwal "bangkong" saya tidak terganggu.
Lalu, jalan-jalannya juga gak kudu ke sana sini. Ya karena kami gak ikut
biro wisata. Jadi diatur sesuai maunya kami saja. Kami akan naik BTS Skytrain, boat, Tuk-tuk dan bus kota untuk ke tempat tujuan.
Kami tak makan pagi di hotel. Usai Subuhan, lanjut gegoleran lagi. Sampai
jam 9. Baru bergerak keluar hotel menjelang pukul 10. Setelah sarapan dengan bekal dari tanah air. Saya ngikut Mita saja dia
bawa ke mana. Dari hotel menuju stasiun, kami jalan kaki saja. Lanjut naik BTS
Skytrain. Perjalanan naik kereta layang itu jadi piknik tersendiri buat saya.
Selain bisa melihat pemandangan kesibukan Bangkok menjelang siang. Juga melihat
polah orang-orang di dalam kereta. Saya suka sekali menghafal nama-nama stasiun
yang kami lintasi.
Sesuai rencana, acara plesiran dimulai dengan main ke mall karena saya
butuh beli baju. Hi-hi-hi. Saya yang semula cuma pingin beli secukupnya malah
jadi beli banyak. Ujungnya kalap deh pingin beli semua. Ha-ha-ha.
Gak salah juga pingin belanja ini itu. Bangkok kan memang surganya
belanja. Tempat kulakan fashion selain Cina dan Hongkong. Saya lupa hari itu kami blusukan ke berapa tempat belanja. Untuk menuju mall satu ke mall lainnya, kami berganti kereta layang, jalan kaki dan naik boat. Kebetulan
patner saya, Mita, memang suka jalan-jalan ke tempat shopping. Pengalamannya
tinggal di Bangkok kurang lebih tiga tahun bikin dia hafal mall atau tempat
belanja mana saja yang punya harga bagus dan barangnya juga oke. Mita juga
ngerti bahasa Thai jadi urusan menawar atau tanya-tanya barang saya serahkan
sama dia.
Di salah satu mall, kami sempat sepakat untuk jalan terpisah. Karena yang
saya cari dan Mita mau beda area. Tapi kami janjian, akan ketemu di salah satu
outlet di dalam mall. Sebelum berpisah, saya ingat, Mita sempat menawarkan
apakah saya butuh uang saku? Deposit yang saya titip dia bisa dicairkan. Tapi saya
menolak. Hi-hi-hi. Karena di kantong saya sudah ada Bath yang saya tukar di
Indonesia sebelum bertolak ke Bangkok.
Saya menikmati sekali acara belanja keluar masuk outlet. Saya pikir, tak
ada salahnya juga saya belanja banyak, karena sebelumnya saya jarang ngemol dan
belanja kalau perlu saja. He-he-he. Tapi begitu ingat kalau waktu kami dolan-dolan di Bangkok panjang, saya membatasi untuk beli
yang saya butuhkan selama di sana saja. Nanti kalau sudah mau capcus
dari Bangkok, baru belanja lagi.
Bath di dalam dompet saya cepat sekali menguap. Strategi saya membawa
uang secukupnya di dalam dompet untuk membatasi belanja ternyata gagal total.
Ha-ha-ha. Rada-rada menyesal juga, kenapa sebagian uang saya tinggal di
brankas hotel. Kan jadi susah, butuh duit sementara saya kudu nunggu Mita yang
dia nglayap belanja entah di area mana. Akhirnya, saya menunggu Mita untuk menarik
uang. Berasa banget Mita semacam ATM. He-he-he.
”Makanya tadi kan udah kutawarin bawa duit tambahan gak? Kali butuh
secara di mari barangnya bagus-bagus, pasti kamu kepengen beli,” kata Mita saat
saya bilang dompet saya sudah bocor alus. Ha-ha-ha.
--
Usai belanja, saatnya eksplor Bangkok lagi. Dengan taxi, kami menuju tempat makan
yang di situ ada menu favorit Mita. Dia bilang, saya harus nyicip menu andalan.
Usman Thai Muslim Food. Begitu nama resto yang beralamat di 259/9 Soi Sukhumvit 22, Khlong Tan, Khlong Toei, Bangkok 10110, Thailand. Resto yang nyelip di gang kecil
dekat hotel Marriot Bangkok ini suasananya ala Timur Tengah.
Saat kami datang, suasana resto cukup ramai. Sekilas saya lihat, yang
datang rata-rata sekeluarga gitu. Waitres-nya ramah dan bisa bahasa Indonesia.
Tanpa menunggu lama, kami mengorder aneka makanan. Tentu saja, Tom Yam di
urutan pertama. Ha-ha-ha.
Tak menunggu lama, makanan kami sudah siap di meja. Mita dengan semangat
meminta saya menyicip Tom Yam yang dia banggakan itu. Hi-hi-hi.
Oke baiklah, saya icip. Mita sudah siap dengan kameranya mengabadikan
momen saya makan Tom Yam sungguhan. Bukan Tom Yam-Tom Yam-an. Ha-ha-ha. Sesendok
kuah kuliner populer negeri gajah putih itu sukses bikin lidah saya bergetar
dan mata pyar. Rasa asam menyapa lidah disusul gurih, manis dan segar. Rasa kecut
dari jeruk nipis itu seperti menyamarkan perasaan absurd di hati saya ketika
berada di persimpangan jalan antara mau menerima cinta dia atau menolaknya
mentah-mentah. Ha-ha-ha.
Mita melihat ekspresi saya dengan geli. Terekam di kameranya. Ha-ha-ha.
Serangkaian menu yang kami pesan di Usman Resto. Dok.Pri. Editing ; Kirana |
Iya, lidah saya ini sudah kadung cinta mati sama makanan Indonesia. Jadi ketika
disodori menu asing, berasa banget seperti dilamar orang yang
tidak kita sayang. Maju mundur cantik. Ha-ha-ha.
Saya menyicip Tom Yam sedikit saja. Di seberang meja, saya lihat dia
sedikit mengomel, karena ternyata saya tak suka makanan berkuah oranye pekat
itu. Sementara dia sudah menunggu saya datang untuk makan Tom Yam. ”Tau gitu, aku dari
baru datang langsung ke sini, gak usah nunggu kamu,” katanya. Ha-ha-ha.
Makan di Usman Resto itu semacam nostalgia buat Mita. Ketika masih
tinggal di Bangkok menemani suaminya yang berdinas, dia suka makan di tempat
itu.
Saya terhibur dengan menu-menu lain yang cocok dengan lidah. Seperti
tumis kangkung dengan bumbu sedikit berbeda dari tumis di kampung saya, lalu
ada gorengan tahu dengan bumbu unik dan bikin saya order lagi untuk dibawa
pulang ke hotel. Kami juga memesan semacam lumpia sayur. Enak banget. Saya
order lagi untuk dibungkus. Ha-ha-ha.
Makan siang yang asyik. Seperti merayakan pertemuan kami setelah sekian waktu tak jumpa. Sepanjang acara makan ditemani lagu ala-ala padang
pasir. Jadi absurd lagi, kami ini
sedang di Bangkok atau di Timur Tengah. Ha-ha-ha. Kami sambil ngobrol banyak
hal. Termasuk rencana sore atau malam mau jalan ke mana.
Merayakan pertemuan di Bangkok dengan kulineran. Dok.Pri. Editing ; Kirana |
Nasi pulen Bangkok itu sukses membuat saya makan lahap. Apalagi cita rasa
menu lain yang kami pesan sangat enak. Harganya juga tidak mahal. Ya, kalau
sudah niat jalan-jalan, urusan harga tidak perlu dipermasalahkan. Selama
makanannya halal, tayyib dan lezat tentunya.
Tak lupa untuk memungkasi acara makan siang menjelang sore itu, saya memesan
es kopi hitam Thailand. Begh sumpah rasanya enak sampai ubun-ubun. Ha-ha-ha.
Usai makan apalagi kalau bukan kenyang dan ngantuk. Apalagi sebelumnya
sudah blusukan ke mana-mana. Saya sudah tak ingat lagi kami berapa kali keluar masuk stasiun dan berapa kali naik turun kereta layang. Kami butuh istirahat. Tidur siang.
Kami pulang ke hotel dengan hati riang sambil menenteng aneka makanan
yang kami pesan di Usman Resto. Sebagai amunisi untuk memulihkan energi dan bersiap untuk jelajah Bangkok di malam hari. (Bersambung).
Comments
Post a Comment