Bangkok I'm in Love 1 (Menikmati liburan ala di "Jepang" dan "Bali")



Bangkok in Love






Mengenang perjalanan yang pernah kita lakukan terasa menyenangkan. Seperti kembali mengulang rute-rute yang pernah kita singgahi. Begitu pun saya. Mengingat kenangan perjalanan adalah hal paling mungkin dan membahagiakan. Apalagi di situasi seperti ini. Ketika sementara waktu menahan diri untuk tak ke mana-mana. Badan sudah pegel linu, kepala suka bliyur gak jelas. Tanda-tanda penyakit kurang piknik mulai menyapa.

Jadi teringat tahun 2019. Ketika sepanjang tahun itu, hidup saya dipenuhi banyak acara dolan-dolan. Dari yang dekat-dekat saja sampai agak jauhan.


Beberapa cerita perjalanan sudah saya bagikan di blog ini. Nah, kayaknya ini ada yang terlewatkan. Plesiran ke Bangkok bareng salah satu sahabat saya semasa (2007-2009) di Jogja, Ariana Mita.

Saya tak punya agenda khusus ketika memutuskan melawat ke Bangkok. Selain liburan. Bersenang-senang. Kebetulan, Mita pernah tinggal di Bangkok ketika menemani suaminya tugas di sana. Jadi saya tak perlu repot-repot menyusun itinenary. Karena urusan itu sudah pasti saya serahkan Mita. He-he-he.

Memerpanjang paspor adalah langkah utama yang saya lakukan di Januari 2019. Setelah sebelumnya ngobrol sama Mita mengenai rencana piknik kami berdua. Obrolan itu pun sering terdistraksi. Baik kesibukan mau pun hal-hal dadakan yang terjadi di hidup kami berdua.

Seperti misalnya  saya, di tengah-tengah rencana tur itu, tiba-tiba suami dadakan dihubungi sejumlah pihak untuk menyiapkan diri tugas belajar ke luar negeri. Nah lo! Padahal sebelumnya, suami tak ada rencana ke mana-mana. Selain tugas luar kota saja kalau diperlukan.

Ya antara senang dan bingung juga. Mendadak harus bikin rencana A dan B. Karena berkaitan bujet juga, ya kan? Meski kalau tugas belajar otomatis tanggungan negara, tapi tetap saja di awal harus ada dana talangan dari kocek pribadi. Waduh! Padahal saya sudah merancang ke sana-sini.

Hingga akhirnya, persiapan saya jalan ke luar negeri malah terfokus pada suami. Ini gimana ceritanya, saya yang bercita-cita piknik, eh malah suami mau pergi juga. Dua negara langsung ditawarkan ke suami. Cina dan Selandia Baru. Dan karena jadwalnya bareng, maka harus memilih. Negeri kiwi yang akhirnya dipilih suami. Karena Cina sudah pernah dia kunjungi.



---

Singkat cerita, saya tetap sesuai rencana. Sedangkan jadwal suami terbang ke NZ sepulang saya dari jalan-jalan. Sip!


Mita yang mengatur akomodasi dan transportasi selama di Bangkok. Ya tentu, doi juga mendiskusikannya dengan saya. Karena saya pikir dia lebih paham situasi di sana, saya iyes-iyes ajalah. He-he-he.


Sesuai rencana, dia akan terbang duluan ke Bangkok dari Jakarta. Sementara saya menyusul hari berikutnya dari Singapura. Tiket pesawat dan hotel sudah kami pesan jauh hari. Saya juga sudah tukar uang Bath agak banyak. Saya sempat menghubungi salah satu kawan media, yang titip mata untuk liputan tipis-tipis suasana Bangkok jelang Pemilu.



Sisa remahan duit Bangkok. Dok.Pri


Saya masih ingat, Maret 2019 itu tensi politik di Thailand sedang tinggi-tingginya. Karena jelang pemilu. Malah sepekan sebelum kami datang, sempat pecah kerusuhan di perbatasan Thailand. Kami agak kuatir juga ya. Tapi Mita sudah antisipasi, salah satunya dengan memilih hotel tak jauh dari KBRI di Bangkok. Kalau ada apa-apa, kan tinggal ngesot aja minta bantuan ke KBRI. He-he-he.

Siang itu, langit Singapura tak henti mencurahkan hujan. Dari ruang tunggu bandara Changi, saya lihat mendung hitam bergelayut. Menambah melow perasaan saya. Segelas kopi dan mie rebus yang saya pesan di salah satu kafe tak membuat saya terasa sepi di tengah keriuhan banyak orang di salah satu bandara tersibuk di dunia itu.

Beruntungnya, selama menunggu pesawat, sempat berbincang dengan sejumlah orang. Perbincangan yang terasa absurd. Ya gimana tidak? Sejumlah orang mengajak saya berbincang pakai bahasa Thailand, karena mengira saya orang sana. Lalu, ada pula ibu-ibu dari India yang mengira saya dari Cina, sehingga dengan pedenya mengajak saya berbahasa Cina. He-he-he.


Singapura-Bangkok by Scoot. Dok.Pri



Terasa terhibur juga ketika di atas pesawat, ternyata saya duduk sebelahan dengan cowok cakep. Bertampang ala bintang film Korea, gitu. Hi-hi-hi. Pingin sih ngajak ngobrol, tapi saya malah fokus lihat ke luar jendela. Cemas.

Si lelaki muda itu kayaknya juga sama khawatirnya. Bolak-balik dia melihat ke jam tangannya. Barangkali dia juga pingin cepat mendarat seperti saya. Hi-hi-hi. Saya benar-benar menikmati perjalanan udara dari Singapura dengan perasaan "mencekam."


O iya, saya "tektokan" dengan Mita, untuk pegang jadwal landing saya di Suvarnabhumi. Termasuk Mita mengarahkan saya untuk menunggu dia di mana. Supaya tidak cari-carian.


Akhirnya mendarat juga di Suvarnabhumi tepat sesuai jadwal. Sekitar pukul 20 Waktu Bangkok.  Malam  itu antrian imigrasi sangat panjang. Saya yang sudah capek dan pingin makan, ikut saja ketika diarahkan petugas untuk antri di barisan yang saya baru sadar untuk pemegang paspor Cina. Buru-buru dong saya ganti jalur. Hi-hi-hi.

Kelar urusan imigrasi, saya bergegas menuju tempat yang diinfo Mita untuk menunggu dia. Karena saya tak ada bagasi, hanya ransel kecil, jadi bisa langsung menuju pintu keluar.  Sambil melihat-lihat kesibukan bandara. SMS saya dibalas Mita yang meminta saya sedikit sabar menunggunya. Karena jam itu memang lagi hectic.

Setelah menunggu 30 menit, akhirnya saya melihat Mita datang menjemput. Sama Mita ini rada-rada ajaib juga. Pasca kami menempuh hidup masing-masing, meninggalkan Jogja, boleh dibilang setiap kali ketemuan, selalu di kota lain. Meet up di Bali, Malang, Bali (lagi), lalu Solo dan Bangkok. He-he-he.

Pertanyaan pertama yang dia ajukan saat kami bertemu, "jadi langsung beli baju malam ini?" Ha-ha-ha. Karena saya memang tidak bawa baju buat jalan-jalan. Seperti kebiasaan kalau piknik. Bawa baju yang nempel di badan sama seadanya di ransel. Nanti beli di tujuan. Males ribet.

Karena sudah malam, saya putuskan besok saja jalan beli baju. Di ransel kecil saya ada baju tidur dan baju dalam.

Makan malam adalah tujuan pertama setiba di Bangkok. Saya mengikuti langkah Mita menuju kafetaria masih di area bandara. Dia sudah ada tempat makan langganan. Depot muslim di pojokan kafe itu menyuguhkan aneka makanan menggugah selera. Makan di kafe itu pakai semacam kupon gitu yang ditukar di kasir. Saya manut Mita saja. Ibaratnya selama trip, dia manajer saya. Saya sudah deposit sejumlah uang ke rekeningnya sebelum ngetrip. Hi-hi-hi.




Kupon makan di kafetaria bandara Suvarnabhumi, Bangkok. Dok.Pri





Merayakan pertemuan. Dok.Pri

Makan-makan  mari! Dok.Pri



Menu pertama sesaat setelah mendarat di Bangkok. Dok.Pri



Nasi kuning dengan ayam rempah yang empuk banget, lupa judul menunya apa, jadi santapan pertama saya sesaat setelah mendarat di Bangkok. Sungguh lapar sekali. Memang, saya sudah makan sebelumnya. Ketika di Changi dan di pesawat. Tapi menu jatah di pesawat sekali caplok kayak numpang lewat. Hi-hi-hi.

Usai makan, kami menuju keluar bandara. Mita sudah menyiapkan kartu buat naik MRT. Dia kebetulan masih menyimpan dan ada dua pasang. Kartu berwarna biru dan kuning gambar kelinci. Kedua kartu itu diserahpinjamkan saya di Suvarnabhumi. Sepasang kartu milik suaminya. Jadi bisa saya pakai. Tinggal top-up saja. Beres. Karena saya tak paham harus ngisi berapa, saya serahkan urusan mengisi saldo kartu sama Mita. He-he-he.




Top-up kartu buat naik kereta. Dok.Pri



Berikutnya, kami melaju menuju pusat kota Bangkok. Saya menikmati perjalanan di atas kereta yang menghadirkan pemandangan Bangkok di malam hari. Cantik. Dengan lampu-lampu yang berpendaran. Di dalam kereta juga tak berjubel penumpang. Sehingga bisa duduk manja sambil meluruskan kaki. Saya berusaha mengingat-ingat stasiun mana saja yang kami singgahi sebelum sampai di stasiun tujuan. Tak jauh dari hotel. Tapi semakin saya mengingat, semakin saya tak tahu gimana cara mengucapkan nama-nama stasiun dalam bahasa Thailand. Hi-hi-hi.


Sekitar dua puluh menit kami beperjalanan dengan kereta. Akhirnya Mita memberi kode, agar saya siap-siap turun. Kata dia, dari stasiun, kami akan jalan lagi sekitar 5 menit menuju penginapan.

Kamar hotel yang dipesan Mita cukup luas. Fasilitasnya lumayan memadai. Lebih dari cukup buat sekedar numpang mandi dan gegoleran. Saya lupa berapa harga kamar waktu itu. Tapi yang pasti, ancer-ancer bujet hotel kami per malam 500 ribu-1 jutaan. Karena pergi berdua, jadi bolehlah kami cari tempat rebahan yang nyaman dengan biaya kamar ditanggung berdua. He-he-he. Prinsip kami waktu itu, backpakeran tapi tetap nyaman. Biar gak bikin khawatir pasangan kami.

Selamat datang di Bangkok!

Baca juga : Tur ASEAN

Menunggu kereta datang. Pose dulu. Dok.Pri

Tempat kami menginap di Bangkok. Dok.Pri



Lobi Sakura Sky. Dok.Pri

Kamar yang lapang. Lebih dari cukup buat gegoleran. Dok.Pri


















Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang