Bangkok, I'm in Love 3 (Air Kelapa Favorit, Cinta di Chao Phraya dan Persahabatan)

Tukang piknik. Dok. Pri






Klik : Bangkok I'm in Love 1



Udara Bangkok sedang panas-panasnya ketika kami datang. Badan terasa gerah walau baru saja mandi. Itu sebabnya saya yang rada-rada alergi AC, malah merasa pingin sering-sering ngadem di dalam kamar hotel atau di mall.

Tenggorokan bawaannya haus. Pingin minum terus. Jadilah ke mana-mana saya bawa tas khusus buat wadah air minum. Kata Mita, supaya gak lemes, mending minum air kelapa botolan. Di setiap swalayan, menyediakan air kelapa botolan. Seger banget. Sebotol kecil kalau tak salah harganya sekitar Rp 17-20 ribu.

Sekali minum langsung bocor. He-he-he. Itu sebabnya tak terhitung berapa kali saya beli air kelapa botolan ini saat jalan. Lumayan buat menghindari dehidrasi. Air kelapa yang dingin itu lebih segar ketimbang air putih. Yang lebih penting sih bikin saya tidak lemas. Dan kuat naik turun tangga stasiun untuk naik BTS.


--



Enjoy Bangkok! Dok. Pri. Editing : Kirana





Seperti hari-hari sebelumnya, kami keluar hotel dengan santai. Pagi itu, kami menuju ke Stasiun Hua Lumpong terlebih dulu untuk mengecek jadwal kereta sekalian piknik sebentar ke stasiun dengan rute lintas negara itu. Baru setelah dari tempat itu kami bergerak ke tujuan lainnya. Wisata kota siang itu kami tempuh dengan naik Tuk-tuk melintasi kota tua.


Piknik ke Bangkok tak lengkap tanpa mengunjungi Royal Grand Palace, istana resmi raja-raja Thailand sejak abad ke-18 yang dibangun pada tahun 1782.
Penulis : Anggita Muslimah Maulidya Prahara Senja
Serta mengarungi sungai Chao Phraya dan mengunjungi Wat-wat atau kuil-kuil Buddha yang jadi ikon Thailand. Untuk menuju satu kuil ke kuil lain, bermacam moda transportasi kami gunakan. Selain naik kereta layang, kami juga menumpang Tuk-tuk, lalu lanjut boat. Mulai boat kecil hingga yang besar.


 Tak terhitung berapa kali naik turun boat. Ada yang rutenya pendek. Seperti ketika tur di sungai tengah kota. Boat kami berlayar melewati banyak gedung pencakar langit. Tak selalu naik boat bisa duduk. Terkadang, kami harus rela berdiri sambil berpegangan pada tali di atas kepala. Macam naik bis. Tapi sering juga boat kecil yang kami naiki hanya diisi beberapa gelintir orang. Kata Mita, rute padat penumpang biasanya adalah menuju kantor. Rute para pekerja. Begitulah.  Sementara boat yang besar, kami tumpangi ketika melayari sungai Chao Phraya.

--

Royal Grand Palace sedang ramai-ramainya ketika tiba di sana. Turis asing memenuhi pintu masuk istana yang megah dan indah itu. Kebanyakan tamu dari Jepang dan Taiwan kalau mendengar bahasa mereka. Kami hanya sebentar di sana. Karena sesuai rencana, ingin melayari Chao Phraya.



Jarak dari Grand Palace ke dermaga sebenarnya tidak terlalu jauh. Dengan jalan kaki kami menuju dermaga Than Thien. Cuma karena waktu itu sudah siang, Bangkok sedang top panasnya, jadilah saya merasa jauh sekali.

Saya hampir menyerah jalan kaki dengan memaksa Mita untuk mencegat bis kota atau taksi saja. Tapi tak urung kami jalan kaki. "Ayo semangat!" katanya melihat saya sudah gempor menyeret kaki. Ha-ha-ha. Beberapa kali saya berhenti sekedar melepas haus dengan minum air kelapa botolan. Duduk-duduk di taman di trotoar yang bertebaran foto-foto raja Thailand, Maha Vajiralongkorn dalam ukuran segede gaban. Sahabat perjalanan itu langkah kakinya cepat sekali. Padahal saya juga terbiasa jalan cepat. Ha-ha-ha.

---

Melayari Chao Phraya asyik sekali. Menjelang sore lalu-lintas air di sungai legendaris itu sangat padat. Boat kami dimuati sekitar 20 penumpang. Rata-rata turis seperti kami. Selain sejumlah monk atau bikkhu yang menumpang boat menuju Wat Arun. Perjalanan dari dermaga  Than Thien, ke  vihara bernama asli Wat Arunratchawararam Ratchaworamavihara ini hanya sekitar lima menit saja. Vihara indah dengan atap bertingkap dan dihiasi ornamen bernilai art ini dibangun pada era kerajaan Ayutthaya, yang lebih dikenal dengan sebutan Wat Makok.






Lambang kegagahan Bangkok. Wat Arun. Dok.Pri




 Di dermaga N8 kami turun dan bersiap menikmati sore di Wat Arun, lambang kegagahan Bangkok yang terletak di  158 Thanon Wang Doem, Wat Arun, Bangkok Yai, Bangkok 10600, Thailand ini.
Sambil ngopi, tentu saja. Kami sempat duduk-duduk di taman kecil di area vihara yang juga dijuluki Candi Fajar itu sambil melihat kesibukan di sungai Chao Phraya dan kemegahan arsitektur Wat Arun. Desir angin dari sungai Chao Phraya menerbitkan rindu di hati. Ya, perjalanan piknik kami ke Bangkok tak disertai pasangan masing-masing. Memang, sesuai rencana, jalan-jalan itu sebagai Me Time. Bukan hanimun. Ha-ha-ha.





Wat Arun yang berornamen seni. Dok.Pri

Baca juga :Bangkok I'm in Love 2 (Kalap Belanja dan Kulineran)



Masih ada waktu untuk menunggu matahari jatuh di Asiatique. Kami pun bergeser dari Wat Arun. Menumpang boat lagi. Menikmati bayang matahari pulang sambil menyusuri Chao Phraya terasa epik. Boat menuju Asiatique lebih padat. Kami harus antri lumayan panjang. Saya lupa berapa harga tiket naik boat-boat itu. Karena tukang bayar-bayarnya teman perjalanan saya, Mita. Tapi kalau tak salah, murah saja. Jarak dekat dipatok sekitar Rp 7-15 ribu. Sedangkan jarak sedang dan jauh sekitar Rp 25 ribu sekali jalan.

Sebenarnya bisa menuju Asiatique dengan naik kereta layang turun di Saphan Taksin Station. Tapi kami memilih naik boat.

Dermaga Asiatique sudah ramai ribuan orang. Mereka bersiap menikmati sunset. Saya dan Mita kembali berpisah. Mita, pamit mau belanja sesuatu di area Asiatique. Sementara saya memilih duduk-duduk di taman menghadap sungai Chao Phraya yang anggun itu sembari "nglangut" dan menikmati lalu-lalang orang piknik.

Asiatique yang merupakan tempat belanja favorit di Bangkok itu memiliki ratusan otlet berbagai barang. Resto dan kafe bertebaran di tempat ini. Saya hanya nyamperin otlet buah yang juga menjual air kelapa favorit saya. Di tempat ini, harga air kelapa botolan lebih mahal. Tapi meski begitu saya beli banyak juga. Karena haus banget. Ha-ha-ha.



Air kelapa favorit dan pesona senja di Chao Phraya. Dok.Pri. Editing : Kirana





Senja di Asiatique terasa menawan. Sendiri di antara keriuhan orang-orang dan lalu-lalang boat dan kapal pesiar itu kembali menghangatkan hati saya.




Asiatique di kejauhan jelang malam. Dok.Pri



Saya jalan-jalan sebentar ke dalam mall, lalu balik lagi duduk-duduk di tepi dermaga. Bagi yang suka window shopping akan suka jalan-jalan di dalam Asiatique.

Kurang lebih dua jam kemudian, saya kembali bertemu Mita yang sudah bawa-bawa tentengan belanjaan. Ha-ha-ha.

Malam mulai beranjak. Kami meninggalkan Asiatique, bergeser ke tempat lain. Bertemu sahabat adalah salah satu hal yang saya suka ketika jalan-jalan di tempat yang asing dan jauh. Malam itu, saya ada janji makan malam bareng sahabat lama saya, mas Tomi yang sudah bertahun-tahun tinggal di Bangkok. Dia mengusulkan agar kami ketemu di Siam Paragon. Selepas jam kantornya.

Saya dan Mita pun meluncur menuju Siam Paragon. Masih banyak waktu, karena janjian dengan mas Tomi sekitar pukul 19.

Pertemuan malam itu terasa hangat. Apalagi sudah lama sekali kami tak jumpa. Terakhir bertemu 2010 di Malang, setelah pertemuan pertama pada sebuah konferensi wartawan (2004) di Bogor. Meski begitu, selepas acara itu kami saling terhubung melalui media sosial.

Di Siam Paragon, saya dan mas Tomi datang hampir berbarengan. Di tempat itu, lagi-lagi saya berpisah dengan Mita. Dia bilang mau belanja (lagi). Ha-ha-ha. Sementara saya dan mas Tomi makan malam di sebuah resto. Saya makan lahap sekali. Mas Tomi yang sudah beberapa tahun bekerja di UN itu memilihkan menu istimewa. Saya lupa judulnya apa. Tapi menu semacam orek tempe dan pete itu enak banget. Bumbunya khas Siam. Nasi pulen Thai juga mantap jiwa.  Kami makan sambil nostalgia. Usai makan malam, kami bergeser ngopi di Starbuck sembari menunggu Mita kelar belanja.



Bersama sahabat, mas Tomi. Pertemuan yang menghangatkan hati. Dok Pri. Editing : Kirana




Bangkok begitu bersahabat malam itu. Sampai ketika kami berpisah di stasiun. Sembari menitip doa, semoga ada waktu jumpa lagi dalam momen yang juga bahagia. "Hati-hati, sampai jumpa lagi, enjoy Bangkok ya!" kata mas Tomi sembari melepas kami menuju kereta layang yang membawa kami kembali ke Sukhumvit.


Malam makin tua di Bangkok. Kereta layang yang kami tumpangi tak banyak penumpang. Saya bisa selonjoran meluruskan kaki. Terasa banget gempornya. Seharian jalan ke banyak tempat. Mata saya sudah berasa diganduli munyuk 12 ekor.
Sudah terbayang, setiba di hotel, berendam air panas di bath-up sambil memijat kaki. Lalu tidur lebih cepat, supaya esok bisa bangun lebih pagi. Ya, kami sudah berencana akan  jalan lagi seharian. Akhir pekan di Bangkok akan kami khususkan untuk menjelajah Chatuchak Market.

Turun di stasiun, kami masih harus jalan kaki lagi menuju hotel. Langkah kaki saya sudah terseok-seok. Tapi hati kami bahagia. Bersyukur bisa menikmati perjalanan menyenangkan sepanjang hari itu. Dan bersiap esok akan lanjut piknik lagi.


(Bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang