Posts

Unggulan

1 Dekade itu Lebih dari Cinta

Image
10 tahun bersama. Caranya melihat saya masih tetap sama. Mencuri-curi pandang. Editing : Kirana Senin pagi, pukul 09.00 WITA. 21 Juni 2010. 10 tahun lalu. Momen terbaik bagi saya. Juga dia. Kami dipersatukan di majelis akad nikah yang sederhana. Di rumah keluarga saya di Bukit Sanggulan, Tabanan, Bali. Sebutir cincin 1,9 gr sebagai mahar. Serta sebuah buku bertajuk Kado Pernikahan untuk Istriku sebagai hadiah pernikahan darinya untuk saya. Di atas kedua benda itu, ada hal yang lebih berharga. Keberanian dan kesungguhannya untuk serius berumahtangga. Sejak dia datang sendiri menghadap orangtua saya, Juni, setahun sebelumnya (2009). Tanda kasih darinya. Dok. Pri   Tak ada prosesi lain seperti lazimnya orang-orang yang akan menikah, seperti lamaran dengan keluarga besar. Lalu berbalas kunjungan dan lainnya. Kedatangannya kali pertama ke Bali untuk bicara enam mata dengan orangtua, saya anggap itu sebagai lamaran resminya. Lalu sehari menjelang ijab qabul, ia dat

Halo Agustus!

 Agustus datang lagi. Menyapa sedikit mengejutkan dengan setumpuk agenda baru yang tidak biasa.  Setiap kali Agustus tiba, ingatan saya pulang pada masa lalu, di tahun-tahun dulu. Betapa Agustus selalu tergesa saya tunggu dengan bahagia membuncah.  Agustus istimewa. Ya, karena itu jadi bulan kelahiran seseorang yang pernah kami saling menitip cinta. Bertukar rencana dan cerita-cerita bahagia tentang masa depan dan bagaimana kehidupan akan kami jalani dengan riang.  Selalu ada kado di bulan Agustus. Entah doa atau sesuatu.  Meski, akhirnya cinta di Agustus itu ternyata selesai dengan cara membuat saya patah. Cinta itu bikin saya lara. Sempat tak ingin mengingatnya lagi. Tapi, Agustus selalu berdenting mengabarkan kenangan bulan kedelapan itu.  Ini kali saya ingin mengingatnya dengan syukur yang sungguh. Betapa memori Agustus itu membuat saya sampai di titik ini. Yang tak kenal lagi apa itu membenci dan sakit hati.  Ya, saldo kecewa saya sudah hampir nol. Semoga tak lagi tersisa di pengh

Sederhana tapi Bermakna

 Menuliskan notes ini di tengah kedukaan mendalam pasca ditinggal orang-orang yang hatinya saya kenal baik....  --- Saya salah satu orang yang sangat suka disapa dan ditanya kabar. Entah oleh kawan, sahabat, saudara.  Rasanya bahagia diingat, diperhatikan..  Karena itu, sebisa mungkin saya melakukan hal sama. Menyapa, bertanya halo, memastikan  baik-baik saja.  Media sosial adalah paling mungkin untuk melakukan itu semua. Sesibuknya kita dalam satu hari, rasanya mustahil tak pegang gawai sama sekali.  Ada yang merespon cepat. Ada juga yang lambat. Tak sedikit yang mengabaikan. Tak apa. Mungkin mereka menganggap saya bukan siapa-siapa yang harus dikirimi kabar baik.  Saat saya mendapat sapaan, selekas mungkin saya merespon. Apalagi jika itu dari dia, mereka yang saya kenal hatinya. Karena saya tahu, bahwa menunggu adalah hal tak menyenangkan dalam logika penantian.  Ya kadang saya ada lambat juga merespon. Karena memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab. Atau karena sedang off gadge

Cinta Karuna

 Pagi masih subuh. Bulir-bulir embun masih belum jatuh dari pucuk daun. Gemericik air kali masih terdengar jernih. Hari masih sepi.  Karuna, perempuan yang baru genap 40 tahun itu masih di atas kasur. Seperti jutaan manusia modern lainnya, ia memulai paginya dengan mengaktifkan telepon selulernya lalu berselancar di dunia maya. Sejumlah unggahan di Instagram yang muncul di berandanya, ia baca dan tak lupa ia tinggalkan jejak. Entah emoji hati atau komentar pendek yang positif.  Aktivitas itu membuat dadanya penuh. Ia merasa, setidaknya pagi itu ia sudah menyenangkan orang lain. Meski tak semua pemilik akun yang ia komentari atau ia kasih jejak tanda cinta itu dikenalnya.  Ya memang ada satu dua orang kawan baiknya di dunia nyata. Sisanya, teman-teman dunia maya yang ia sendiri tak tahu pasti siapakah mereka.  Baginya, siapa pun mereka itu tak penting. Ia tak punya tendensi apa pun berteman dengan orang-orang di media sosial. Ia hanya ingin berkawan. Itu saja.  Hei! Tapi apa ini? Sebuah

Tentang Waktu Itu

  (1) Apa yang kuingat tentang waktu itu?  Segalanya seperti begitu saja tiba-tiba datang, lalu mengajakku pesiar jauh ke tempat yang aku belum sempat menuliskannya sebagai rencana aku tersesat tanpa peta bahkan tak kutemukan jua siapa yang bisa kutanya ini aku hendak ke mana?  Waktu itu, senja adalah ragu-ragu tapi tidak dengan hatiku meski tanpa alamat yang jelas dan pintu mana akan kutuju aku hanya berjalan, seturut langkah kakiku yang Dia pandu lalu aku menemukan cahaya, meski tipis saja di ujung pintu yang terbuka sedikit ada bayangmu, khusyuk dalam doa....  (2)  Hujan ini kali jatuh di kepalaku lalu merambat ke keningku, mataku dan berakhir di hatiku  sebelum aku sempat berteduh dari angin yang menerbangkan daun-daun jambu Aku meminta hujan untuk berhenti sekejab aku lupa menaruh payung tak ada jas hujan di tasku hanya ada namamu, di antara halaman buku  ...  (3)  Aku tak ingin lagi menemukan apa pun tentang dia yang kau tulisi sebagai apa pun bahkan meski itu bertahun lalu.... 

Kisah Buku, Timor Indonesia dan Cinta Adonara

Image
  Menyusuri sepanjang Kupang hingga Atambua, tiba-tiba jadi cita-cita, sebelum pandemi covid lalu. Entah dari mana ide itu datang. Menyinggahi Soe, Niki-niki, Kefamenanu hingga batas negeri di Atapupu, terancang rapi di suatu sore bersama papa waktu itu.  Perjalanan nostalgia. Saya bilang begitu. Ya, nostalgia bagi laki-laki yang saya kagumi sepenuh hati. Masa mudanya waktu itu, pernah ia lewati di 𝚋𝚞𝚖𝚒 paling timur negeri ini.  Mungkin karena perjalanan hidupnya itu, sejak saya masih kanak, papa selalu menyemangati dan menguatkan kaki saya agar tak gentar berjalan jauh dari rumah.  ”Anak perempuan atau laki-laki sama saja. Harus berani pergi jauh. Merantau. Mereka yang merantau akan tahu bagaimana hidup harus diperjuangkan, “ katanya.  Maka, papa adalah orang pertama yang mendukung saya keluar dari Bali. Merantau kuliah ke Jogja. “Jadi anak rantau, akan membuatmu tegar dan kuat dalam segala. “ Covid menghantam dunia. Semua tiarap. Tapi tidak dengan rencana yang pernah kami miliki.

Mengenang Dia yang Pergi (1)

 Sudah cukup lama saya tidak menulis di blog. Iya, saya masih menulis di platform lain, seperti menulis naskah ulasan buku-buku Gramedia untuk diaudiokan di Noice. Menulis lepas di media cetak nasional dan pastinya menulis materi mengajar ala-ala. Tahun ini boleh dibilang cukup berat saya lalui bagi saya. Ini sehubungan dengan kepergian orang-orang terdekat yang membuat saya kehilangan. Sangat. Ya, tanggal 5 Januari lalu, kakak sepupu saya, Agoes Priadi meninggal dunia. Kakak sepupu laki-laki satu-satunya dalam silsilah per-cucuan di keluarga kami. Boleh dibilang, saya yang paling dekat dengan almarhum. Sejak saya masih remaja sampai kami sama-sama memiliki kehidupan masing-masing. Saat saya belum menikah, dia, orang pertama yang mendengar setiap curhatan segala macam dari mulut saya. Dia juga menjadi patner saya berdiskusi beragam topik. Termasuk praktik bahasa Jepang, karena dia pernah tinggal dan bekerja di negeri sakura itu. Bagi saya, dia kakak yang sangat sangat baik dan royal. S

Ritual Mandi Seru Pakai Scarlett Brightening Shower Scrub

Image
    MANDI menjadi ritual penting saban hari bagi kebanyakan orang. Mandi tak hanya sekedar membersihkan kotoran di tubuh saja. Tapi, memberikan sensasi segar dan rileks pada badan setelah melakukan aktivitas. Makanya, gak heran sih kalau ada orang yang bisa betah mandi berjam-jam. Karena ya itu tadi, memanjakan dirinya. Aku sendiri bukan orang yang bisa berlama-lama mandi. Tapi saat jam mandi tiba, aku menikmati sekali meski sebentar. Apalagi kalau abis dari aktivitas di luar rumah, badan rasanya lengket keringat dan berdebu. Gak nyaman banget rasanya. Makanya, aku langsung buru-buru mandi biar badan bersih dari segala macam kotoran yang nempel. O iya, masa-masa pandemi gini, aktivitas mandi itu harus ya, supaya bakteri dan kuman di tubuh kita hilang. Beberapa waktu ini, aku tertarik untuk menjajal produk shower scrub Scarlett yang lagi hitz. Bukan karena ikutan tren ya, tapi kurasa produk ini memang sesuai dengan karakterku. Tentunya, aku baca-baca review dulu sebelum memutusk