Samantha Project, Genderless Fashion Berkonsep Kesetaraan
Naskah ini sudah terpublikasi di majalah Money & I, volume 124 (Juni-Juli 2020).
Genderless Fashion. Dok.Lukas/Pri |
Bisnis
fashion boleh dibilang awet eksis. Karena sandang termasuk kebutuhan primer
dalam kehidupan. Orang rela mengeluarkan anggaran khusus untuk kebutuhan
membeli pakaian. Seiring perkembangan teknologi dan trend busana, banyak orang
mulai peduli pada model baju yang mereka gunakan. Di kalangan masyarakat
tertentu, seseorang bisa mendapat atensi lebih karena tampilan busana yang
dikenakan. Mereka dijadikan panutan dalam penampilan di berbagai kesempatan.
Yup,
ini tak lain karena busana juga merepresentasikan selera, keunikan, kenyamanan
dan kebahagiaan si pemakainya. Berbusana unik dan menarik bisa diwujudkan
dengan sederhana. Peluang ini yang ditangkap Martha Nalurita untuk mengisi
ceruk dunia fashion Kalimantan Timur melalui karya-karyanya. Dengan percaya
diri, ia mengenalkan baju-baju rancangannya dan kini jadi desainer yang diperhitungkan
di Balikpapan.
Money & I. Dok.Lukas/Pri |
Perempuan asli Yogyakarta yang akrab disapa Atha ini sudah bisa menjahit sejak kelas 6
SD. Ibunya, Sri Suwantiyah adalah penjahit, yang membuka jahitan di Jalan
Langenarjan Kidul, Yogyakarta. Sri membuka usaha jahit yang diberi nama
Samantha Modiste, terinspirasi nama penyanyi era 60-an, Samantha Jones. Usaha
itu —satu lokasi-- bersama dua kakak Atha. Jadi boleh dibilang dalam darah perempuan kelahiran
9 Maret 1982 ini mengalir keluarga besar
penjahit.
Perempuan
yang pernah berkarir sebagai jurnalis ini memutuskan mengembangkan Samantha
Modiste di Balikpapan seiring kepindahannya ke kota itu mengikuti suaminya. Mengusung
brand Samantha Project, usaha ini berbasis jahit rumahan. Berawal dari idenya
untuk membuka usaha modiste—jahit busana wanita, namun dengan aktivitas lini beragam.
Dengan motivasi menjadi penjahit kekinian.
Atha
mengawali usaha rumah jahitnya pada pertengahan tahun 2014, dengan mengusung konsep
busana anak. Namun seiring waktu, permintaan malah datang dari kalangan dewasa.
Atha pun mulai mengibarkan bendera usahanya dengan nama Modiste Samantha—yang
kemudian Samantha Project-awal tahun 2015.
Desain Samantha. Tatag Lanang di atas panggung. Dok.Lukas/Pri |
Samantha Project dikenalkan pada publik saat
mengikuti pameran Look Pop Up Market yang digelar di kompleks Mal Balikpapan
Baru, awal Oktober 2015. Ia sekaligus memberanikan diri mengisi trunk show di puncak acara. Nama usaha
itu dipilih sebagai identitas Samantha dengan banyak aktivitas yang langsung
atau tidak berkaitan dengan usaha jahit.
Sejak
2018 alumnus Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini juga
menekuni kain shibori dan mulai menempatkannya sebagai lini usaha kedua. Tak
hanya itu, Atha juga membawa Samantha berkolaborasi dengan banyak pihak. Mulai
pegiat seni, fotografer, agensi model, penyanyi, komunitas-komunitas, hingga
grup band.
Banyaknya permintaan
baju dewasa akhirnya membuat Samantha Project mengeluarkan rancangan untuk
perempuan dewasa (2016). Di tahun itu juga, Atha fokus pada satu genre, yaitu
netral untuk koleksi rancangannya.
Atha menyebut Samantha Project
menekuni genre yang mengaburkan garis
imajiner dalam gaya berbusana. Genderless
fashion atau androgyny menjadi
semangat baru bagi brand-nya untuk
mewujudkan kesetaraan karakter antara laki-laki dan perempuan.
Atha juga sempat menggelar show
tunggal bertema Tatag Lanang di Plaza Balikpapan, (November, 2019).
Karya-karyanya bermakna filosofis yakni menonjolkan kebebasan terkontrol dalam
mengekspresikan gaya berpakaian tanpa melupakan bagaimana ketika kita
dilahirkan.
Busana rancangannya juga pernah
dikenakan 28 peserta The Ship for South
East Asian and Japanesse Youth Program (SSEAYP), yakni sebuah program
pertukaran pemuda yang merupakan kerja sama pemerintah negara ASEAN dan Jepang.
Melibas batas. Genderless fashion. Dok.Lukas/Pri |
Saat
ini, istri dari Adi Prasetya ini juga sibuk menjadi pembicara acara seputar fashion anak
muda. Perempuan yang hobi travelling
ini sering tampil pada acara peragaan
busana dan menjadi narasumber program radio dan televisi. Sebagai mantan jurnalis, Atha juga sesekali
menulis, baik di website bisnisnya atau blog pribadinya. Di rumah pribadinya
merangkap workshop, Martha
Narulita berbagi cerita perjalanannya mengembangkan rumah jahitnya kepada reporter Majalah Money & I, Yeti
Kartikasari.
Apa
yang bikin Atha tertarik menerjuni bisnis fashion?
Pertama, karena cari baju susah. Kedua, saya hobi menjahit.
Ingin pakai baju yang berbeda, yang sesuai keinginan, kok saya susah menemukan.
Saya kan seneng tipikal baju unik, antimainstream.
Akhirnya ya bikin sendiri sajalah, daripada ribet. Kebetulan, sudah bisa
menjahit. Hanya saja, belum kepikiran untuk menerjuni usaha jahit. Lalu
berlanjut bikin baju. Awalnya khusus baju anak. Tapi yang minat malah orangtua
si anak. He-he-he.
Bagaimana ceritanya bisnis berkembang dan mulai dikenal?
Kalau boleh cerita, saya mengawali usaha jahit akhir 2014.
Saat itu masih memakai nama Modiste Samantha. Beberapa bulan sesudahnya,
saya coba ikut pameran, dan mulai membawa nama Samantha Project. Jadi,
usaha jahit saya kasih nama Modiste Samantha sedangkan untuk busana kreasi
saya—selain order baju--saya kasih nama merek Samantha Project.
Usaha berkembang karena getok
tular, dari mulut ke mulut. Awalnya
hanya teman-teman dan tetangga yang menjahitkan baju. Saya pakai medsos instagram
untuk membantu pemasaran (@samanthaproject). Seiring waktu, saya putuskan juga
untuk membangun website. Bisa dibilang ya repot, terutama punya website, apalagi zamannya sudah era instagram.
Tapi itu cara kami, mau repot. Kalau hanya punya instagram, ya banyak usaha
punya. Tapi kalau punya situs, kesannya lebih serius.
Elegan. Dok.Lukas/Pri |
Orang akan melihat berbeda jika kami bilang juga punya website berbayar. Ibaratnya begini, akun
instagram adalah kendaraan, sedangkan website
adalah rumah. Jika di instagram, penuh foto dan kegiatan kami, maka di website
lebih banyak artikel. Lewat website,
juga bisa dibuka instagram Samantha. Bisa dibilang barangkali ini website usaha jahit genre baru di
Indonesia. He-he-he.
Di website itu kami cerita keseharian
penjahit, dengan gaya bercerita santai, sebisa mungkin runtut, dan ada sentuhan
lucunya karena kami juga suka baca komik. Seiring waktu, website juga mulai banyak dikenal. Namun biasanya pelanggan kenal
dulu instagram kami, baru website
kami. Samantha mulai banyak dikenal sekitar pertengahan tahun 2016. Instagram
mulai kami garap lebih bagus.
Masih ingat desain pertama yang dibikin?
Iya pasti masih ingat. Desain untuk baju anak-anak. Ha-ha-ha.
Masih ada kok gambarnya di instagram.
Dalam mendesain baju, siapa kiblat
Atha?
Fashion Jepang. Saya terinspirasi desainer Yohji Yamamoto.
Saya juga suka karya-karya Damir Doma, desainer asal Kroasia yang tinggal di
Milan. Rancangan mereka extraordinary.
Keren.
Desain apa yang jadi andalan?
Desain konsep asimeteris dan genderless. Atau sederhananya, keindahan dalam ketidaksempurnaan. Genderless, berarti bisa dipakai semua
gender.
Sebenarnya siapa sasaran Modiste
Samantha dan Samantha Project?
Kami bergerak di dua ranah. Pertama, usaha jahit Modiste
Samantha. Lalu kedua, untuk mengenalkan busana rancangan saya melalui
brand Samantha Project. Namun secara garis besar, sasarannya ya sama, dari
balita, anak, remaja, orangtua, sampai yang tua. Prinsipnya, busana apa pun
bisa kami bikin.
Bisa diceritakan suka duka membangun
bisnis fashion Samantha?
Saya boleh cerita dukanya dulu ya. Mengawali usaha itu berat.
Benar, saya bisa menjahit. Namun memunculkan lagi passion itu butuh waktu. Belum juga bagaimana mendalami cara
mengukur baju. Untuk ini saya berguru ke ibu untuk dapat dasar-dasarnya.
Selanjutnya, ya pengembangan. Tetap melewati tahapan trial and error yang bikin capek juga. Pernah juga dikomplain
pelanggan. Baru dua tahun kemudian atau akhir 2016 ya, saya baru betul-betul
punya pakem menjahit.
Sukanya ya banyak. Saya senang bikin desain dan
merealisasikannya. Saya senang jika orang mengapresiasi. Ketika mereka bilang
suka banget baju saya dan hasil jahitan saya, rasanya bahagia. Punya
usaha ini adalah impian saya dulu, yakni bekerja dari rumah. Capek, tapi tetap
di rumah. Kalau capek, bisa sejenak tidur. Habis itu ngebut menjahit lagi.
He-he-he.
Parade. Fashion show. Dok.Lukas/Pri |
Bagaimana prospek bisnis fashion?
Di Balikpapan boleh dibilang bagus. Namun tantangan juga
makin besar. Apalagi kalau dikaitkan bahwa sebentar lagi Kalimantan Timur jadi
ibu kota negara. Ini tantangan sekaligus peluang.
Sejauh ini tanggapan pelanggan
bagaimana?
Sangat bagus. Semakin banyak yang mengenal kami, baik
sebagai modiste atau pelaku usaha fashion. Pelanggan terbanyak tetap dari Balikpapan.
Baju-baju yang saya unggah di instagram kadang dibeli oleh orang-orang dari
dari Jakarta, Palangkaraya, Makassar, Bengkulu, bahkan Yogyakarta.
Sudah punya karyawan?
Saat ini tidak punya. Hampir seluruhnya saya jahit sendiri
dan dibantu suami. Saya ada satu teman, tepatnya partner kerja. Bukan karyawan.
Dia kadang-kadang bisa datang ke rumah untuk membantu jika pas ada order banyak
dan dikejar waktu. Dulu, saya pernah punya karyawan. Tapi tidak bertahan
lama. Tidak sampai setahun. Jadi, ya sudahlah. Saya garap saja, bahu-membahu
dengan suami.
Sejauh ini sudah bekerja sama dengan siapa
saja untuk membesarkan usaha?
Belum
ada. Tapi saya dibantu beberapa teman. Boleh dibilang kami saling mempromosikan usaha masing-masing.
Apa modal awal Atha mengawali usaha?
Saat
mengawali usaha, saya pakai mesin jahit konvensional—yang sudah dibeli sejak
akhir 2012. Pertengahan tahun 2014, saya membeli mesin jahit portabel dan
mulai beralih menggunakan mesin jahit itu. Lalu membeli mesin obras portabel.
Seiring waktu, alat kerja saya bertambah. Karena beberapa kali saya membuka
kelas privat menjahit. Sekarang saya punya tiga mesin jahit portabel, dua mesin
obras, dan satu mesin neci.
Kalau capek jahit atau desain,
biasanya Atha ngapain?
Saya
istirahat sebentar. Kadang ya tidur jika terlalu capek. Ngeteh, wajib. Ngopi
lalu dengerin musik di ruang jahit.
Bisa menggambarkan diri Atha dalam
tiga kata saja?
Otodidak,
fangirl, idealis.
Pesan untuk mereka yang berbisnis fashion?
Yakin,
jangan lupa berstrategi dan amati trend fashion. (M&I)
Money & I, volume 124. Dok. Money & I |
Horeeeeeee.... Salim
ReplyDeleteWaaa...Thank you Sambalbawangkangadi :)
Delete