Dibutuhkan Penggerak dalam Komunitas

Naskah ini sudah rilis di Citizen Reporter, Harian Surya, Rabu (5/9).




Foto : IST/Redaksi Surya


BICARA dunia literasi menarik dan seperti tak ada habisnya. Keberadaan komunitas literasi tidak hanya sekedar menampung mereka yang menyukai dunia membaca dan menulis saja. Tetapi juga memberi warna pada bidang seni lainnya. Begitu benang merah dalam sarasehan sastra bertajuk ”Membaca Peta dan Gerakan Literasi di Malang Raya dan Tapal Kuda.” Dihelat di Kafe Pustaka, Perpustakaan Universitas Negeri Malang, acara yang diinisiasi oleh Balai Bahasa Jawa Timur dan Komunitas Pelangi Sastra Malang tersebut menghadirkan Djoko Saryono (Guru Besar Universitas Negeri Malang), Mustakim (Kepala Balai Bahasa Jawa Timur), Mashuri (Sastrawan) dan Yusri Fajar (Sastrawan).

Di sesi pertama, Mustakim menyebut melalui Permendikbud 21 Tahun 2015 gerakan literasi dikembangkan  di sekolah untuk menumbuhkan budi pekerti anak. Dalam implementasinya, kegiatan literasi tidak hanya membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, tetapi juga dengan kegiatan menulis yang dilandasi kemampuan untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceritakan kembali dan sebagainya.

Karena itulah pihaknya, kata Mustakim sangat mendukung upaya-upaya gerakan literasi baik di sekolah mau pun luar sekolah melalui komunitas-komunitas. Dukungan Balai Bahasa Jawa Timur lanjutnya, selain pelatihan-pelatihan menulis, juga memberikan penghargaan kepada pendidik dan pegiat literasi  yang memiliki karya tulis berupa buku.

Djoko Saryono menyoroti perkembangan komunitas-komunitas sastra di Jawa Timur yang masing-masing memiliki ciri khas dalam gerakannya. Penulis buku puisi Kemelut Cinta Rahwana itu menyebut ada komunitas tulen yang khusus menekuri karya-karya sastra. Tapi ada pula komunitas yang menggeluti sastra dan musik. Di sisi lain, ada pula komunitas yang concern pada isu-isu sosial di masyarakat dan memberikan respon melalui karya.

Ruang lingkup keberadaan komunitas literasi juga berpengaruh pada karya-karya sastra yang dihasilkan. ”Penulis yang tumbuh di lingkungan pondok pesantren di Probolinggo, dalam karyanya sangat kental mengusung nuansa di tempat ia belajar,” lanjut Djoko Saryono.

Penulis buku Tafsir Kenthir Leo Kristi ini mengemukakan, sejauh ini komunitas-komunitas literasi yang tumbuh, berisikan orang-orang ”sekolahan. Selain pelajar dan mahasiswa, juga para guru dan dosen yang sehari-hari memang berada di lingkungan pendidikan.
                                                                                                      
Berlangsung akrab dan santai, acara dimoderatori Denny Mizhar tersebut berlangsung mulai pukul 14.00-1700 ini membuat puluhan pegiat literasi dari Malang Raya, Gresik, Pasuruan dan Probolinggo setia tak beranjak dari duduknya. Yusri Fajar yang bicara di sesi ketiga membahas pentingnya motor penggerak dalam komunitas. Dikatakan penulis kumpulan puisi Kepada Kamu yang Ditunggu Salju ini, karena massa di dalam komunitas yang sangat cair, maka harus ada sosok yang mendedikasikan waktunya untuk menjaga roda aktivitas terus berjalan. Seperti di Malang, lanjut Yusri, anggota komunitas literasi kebanyakan orang-orang dari luar Malang yang kuliah. ”Kalau para aktivis literasi ini sudah lulus kuliah, akan ada yang keluar dari Malang, meninggalkan komunitasnya,” kata Yusri yang juga penulis kumpulan cerpen Surat dari Praha ini.

”Sarasehan ini memberikan wawasan baru bagi saya untuk meneropong gerakan komunitas sekaligus bagaimana menjaga keberlangsungan komunitas literasi,” komentar Stebby Julionatan dari Komunitas Menulis Probolinggo.

YETI KARTKASARI
Pegiat literasi dan Pendidik
Tinggal di Pandaan, Pasuruan.


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia