Mengambil Jeda untuk Mengungkit Semangat



(Resensi sudah dipublikasikan di Koran Jakarta, Rabu, 16 Januari 2019).






Judul Buku                : Stop Stressing, Start Living
Penulis                        : Elisabeth Murni
Penerbit                      : Laksana
Cetakan                      : I,  2018
Jumlah Halaman       : 184
ISBN                           : 978-602-04-07368-8




Buku ini berisi tulisan-tulisan sederhana, namun inspiratif untuk membangkitkan kegembiraan dan harapan. Kehidupan ini bergerak dinamis dan ritmis. Ada hal menyenangkan dan tak mengenakkan. Contoh, pesan pribadi di media sosial yang tak kunjung dibalalas atau menunggu antrian di klinik dokter. Hidup kita  penuh kesibukan seperti di kantor, kuliah atau menjalankan bisnis. Tujuh hari dalam sepekan seolah tak pernah cukup.

Tuntutan ekonomi, gengsi  dan eksistensi bisa menjadi alasan klise untuk bekerja keras. Hal ini membuat banyak orang tak punya lagi waktu untuk diri sendiri. Tak heran, jika banyak orang, stres dan penyakitan. Ujung-ujungnya mengalami kelelahan secara fisik dan batin. Jika sudah demikian, berhentilah sejenak, beri jeda (halaman 16).

Stop Stressing, Start Living bisa jadi refleksi dan renungan atas bermacam tuntutan hidup untuk sejenak melepaskan diri dari kesibukan dan tekanan.  Mereka bisa dengan menepi dari rutinitas dan fokus untuk menyenangkan diri sendiri. Berdasarkan penelitian, hal-hal sederhana itu justru mampu menjadi stress release yang ampuh dan  sumber energi baru untuk berkarya (halaman 17). Inilah proses kontemplasi sepenuh hati (halaman 21).

Dengan merenung, bisa membuat berfikir jernih serta melakukan evaluasi apa saja yang sudah dilakukan. Kontemplasi juga menjadi semacam kesempatan untuk berdialog dengan diri sendiri, memeriksa kembali  pilihan-pilihan hidup dan tentu saja berkomunikasi dengan Tuhan.

Buku juga menekan pentingnya melakukan hobi dengan konsisten.  Mengerjakan yang disukai adalah memberi asupan gizi pada jiwa. Penulis selalu membaca buku favoritnya setiap menghadapi masalah. Setelah membaca, dia merasa lebih rileks dan tenang.



Dalam dunia konseling, dikenal isttilah bibliotherapy. Ini sebuah teknik bimbingan dan konseling untuk seseorang yang mengalami masalah emosional dan mental dengan menggunakan buku-buku bacaan yang disesuaikan dengan permasalahan mereka. Setelah membaca buku-buku motivasi, mental dan jiwanya tercerahkan (halaman 37).

Buku juga mengungkap pentingnya travelling untuk menjaga kewarasan jiwa. Perjalanan bukan semata bersenang-senang dan pelarian dari rutinitas, tapi sebagai upaya berdamai dan memahami diri lebih lagi. Dalam perjalanan banyak hal baru  ditemui. Meski travelling menghabiskan uang, hati  jauh lebih kaya (halaman 80).




Buku juga mengingatkan, pentingnya menulis. Cukup tulisan-tulisan sederhana, namun menginspirasi. Menulis membuat hidup terus bergerak,  tidak berhenti. Walau sudah meninggal, orang tidak akan melupakan karena ada jejak kita berupa tulisan. Menulis juga bermanfaat untuk usaha mengekalkan ingatan. Kekuatan pena jauh lebih tajam ketimbang ingatan. Maka, cara terbaik mengekalkan ingatan tentu saja dengan  menulis. Kata-kata yang kita rajut  bisa mengawetkan setiap peristiwa dan petualangan. Suatu saat, jika sudah tua, cukuplah kita berikan tautan blog kita pada anak cucu, sebagai bukti bahwa kita pengelana tangguh. Menulis bisa membuat jadi pribadi sabar dan mau terus belajar serta menghargai proses. Makin sering berlatih, tulisan akan kian matang. Karena itu dibutuhkan banyak referensi agar tercetus ide-ide segar dan berbobot. Menulis sebagai ajang berbagi. Sebagai individu yang diciptakan unik, tiap orang memiliki  kisah hidup beragam. Sesuatu yang dianggap biasa saja, bisa menjadi istimewa, menurut pandangan orang lain. Itulah pentingnya untuk menulis dan membagikannya pada orang lain (halaman 102).

Melalui buku ini, pembaca diajak mengambil jeda sebentar untuk menemukan yang sederhana, tapi bisa membahagiakan. Buku juga mengajarkan untuk mensyukuri setiap jengkal perjalanan hidup baik pilu ataupun bahagia, serta tidak lupa untuk memberi makna agar menjadi berkat bagi orang lain dan lingkungan.

Diresensi Yeti Kartikasari, alumna Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang