Selalu ada Rindu untuk Jogja



Selalu ada Rindu. Dok. Pribadi




PERTENGAHAN Desember 2018, kembali saya jalan-jalan ke Jogja. Tentu saja tidak murni jalan-jalan, karena seperti biasa, ada agenda literasi di beberapa SD di kawasan Bantul. Ini bisa-bisaan kawan baik saya saja sih, Isyani, yang suka menyisipkan acara buku dan sebangsanya tiap saya ke Jogja. kalau saya pribadi sih, pinginnya ke Jogja itu ya piknik. Tanpa ada embel-embel kerjaan. He-he-he. Ups!

Berangkat Sabtu pagi (15/12) sendiri dengan naik bus menuju Jogja, saya merasakan perjalanan terasa begitu panjang. Sejumlah ruas jalan macet. Bikin bus beberapa kali menurunkan kecepatan lajunya dan sempat berhenti lama. Masa awal liburan ditandai dengan  meningkatnya volume kendaraan dengan dominasi bus-bus pariwisata. Singkatnya, arah ke timur dan barat padat banget.

Jadilah kurang lebih 10 jam saya menempuh perjalanan Surabaya-Jogja. Padahal mestinya bisa lebih cepat, karena bus melintasi tol Surabaya-Mojokerto dan Ngawi. Tapi selepas itu lewat jalan biasa yang padatnya fiuh.


Tiba di Jogja sekitar pukul 8 malam. Hujan rintik-rintik menyambut kedatangan saya di Terminal Giwangan. Sengaja perjalanan ini kali saya tak sewa motor atau minta tolong untuk dijemput. Sudah saya rencanakan dari Terminal Giwangan, saya akan lanjut Trans Jogja untuk menuju kawasan PG Madukismo, Kasihan, Bantul.

Keberadaan rute Trans Jogja sampai Bantul ini jelas saya syukuri. Memudahkan perjalanan lanjutan saya ke tempat tujuan. Kebetulan, rumah kawan saya tak jauh dari shelter Trans Jogja. Misal, dia tak bisa jemput, saya bisa menuju rumahnya dengan jalan kaki.

Naik Trans Jogja di Sabtu malam menjadi piknik buat saya. Apalagi bus dalam kondisi kosong melompong. Saya satu-satunya penumpang. Berasa nyarter, gitulah.

Tentang bagaimana Trans Jogja atau saya menyebutnya Bus Tayo ini, bisa baca ulang unggahan saya di Naik Tayo di Jogja (Sekalian buat naikin hitz blog saya, wkwkwkwkw).


Setelah berganti bus lanjutan dari shelter Ngabean, tibalah di halte tujuan.  Kawan saya, Isyani sudah menjemput. Di antara rinai hujan cukup deras, kami meluncur dulu ke angkringan tak jauh dari pabrik gula. Saya sudah rindu makan nasi kucing. Sudah jadi semacam kebiasaan pula, setiap kali baru nyampe Jogja, jujugan saya adalah rombong dengan aneka jualan nasi, gorengan dan wedhangan. Entahlah, rasanya beda saja ngeteh di Jogja dengan di tempat lain. He-he-he. 


Setelah kenyang menyantap menu angkringan, saatnya menuju guest house yang akan menjadi tempat saya ngepos bersama teman-teman selama beberapa hari di Jogja.

Rencana ingin langsung rebahan dan tidur terpaksa saya tunda. Tuan rumah yang juga manajer saya dan kawan-kawan selama di Jogja mengajak diskusi. Baiklah, di tengah deraan lelah (tapi bahagia bisa pulang lagi ke Jogja), kami ngobrol sampai lewat tengah malam.

--

16 Desember 2018, pagi-pagi sekali, saya sudah dibangunkan manajer agar segera siap-siap. Karena, akan diajak ke sekolah tempat acara untuk beberapa hari ke depan.  Jadilah saya anggap ini semacam cek lokasi dan kesiapan. Oke, lupakan acara mbangkong! Huft!!

Kebetulan, dua kawan saya dari Surabaya, dua penulis brondong ha-ha-ha, Lalu Abdul Fatah dan Asril Novian baru bisa bergabung di Minggu malam dan Rabu pagi. Rangkaian acara Tur Literasi kami lumayan panjang (17-20/12) dengan jadwal acara yang boleh saya bilang padat banget, bisa memungkinkan kami untuk tidak berangkat bareng. Disesuaikan dengan mood dan kesibukan kami masing-masing. 

Saya memilih berangkat dua hari lebih awal, karena pertimbangan supaya bisa istirahat di hari Minggu. Selain pingin jalan-jalan juga bertemu kawan-kawan di Jogja.

Menempuh perjalanan menuju sekolah, saya mengingat-ingat lagi sejumlah kenangan. Tempat ini memang tak lagi asing. Jika saya tak salah hitung, sudah lima kali bolak-balik menempuhi rute ini. Kawasan yang masih tenang, asri dengan kepungan hutan jati di kanan kiri dan hamparan sawah menghijau.

Tepat jam 8 kami tiba di sekolah yang hijau banget. SD Banyuripan, Kasihan, Bantul. Anak-anak sudah siaga di sekolah. Pun wali murid yang sudah sibuk beres-beres untuk membantu persiapan acara.

Pagi bersahaja di SD Banyuripan yang ijo royo-royo. Dok. Pri


Saya yang belum sempat menelan apa pun sejak bangun pagi, langsung tertambat pada sajian di atas meja. Aneka gorengan, kue-kue khas dan wedhang. Jadilah saya cemal-cemil dulu sebelum mulai ikut bekerja. Ha-ha-ha.

Sarapan dulu ya...Dok.Pri


Sementara kawan saya, Isyani, sibuk dengan persiapan-persiapan, saya mendampingi sejumlah siswa yang akan tampil untuk ngemsi dan baca puisi.  Buat saya penting memastikan anak-anak ini tampil prima. Semangat anak-anak jelas akan mempengaruhi saya yang juga akan tampil di panggung untuk memandu acara utama (Padahal saya juga tidak ada persiapan untuk tampil. Prinsip Let it Flow itu yang akan saya usung di atas panggung utama).


Tak banyak kesulitan untuk melatih anak-anak ini untuk ngemsi dan baca puisi. Hanya butuh sedikit polesan dan sedikit "paksaan" agar mereka mau sungguh-sungguh "bersuara". Apa ya istilah yang tepat untuk hal ini? Yang pasti, kata guru-gurunya, ada beberapa siswa yang di kelas tak ada suaranya. Maka ketika saya sedikit "memaksa" agar anak-anak ini bersuara dengan lantang, justru karena ketika saya merasa suara sejumlah anak tak ada "power".

Harus ada model. Itu yang saya lakukan. Dengan memberi contoh bagaimana mengeluarkan suara dengan kekuatan tanpa berteriak serta  dengan intonasi yang tepat. Satu jam mendampingi anak-anak rasanya cukup. Anak-anak hanya butuh diyakinkan bahwa mereka bisa. Mereka perlu dikuatkan bahwa tampil di depan banyak orang itu menyenangkan dan tak usah cemas takut salah. Karena sesungguhnya kendali itu ada di bawah kita. Orang-orang hanya sebagai penonton. 












Foto-foto : Gladi bersih bersama para pengisi acara

---

Saatnya saya jalan-jalan. Selepas dari sekolahan, setelah istirahat sejenak, saya pun lanjut acara. Trans Jogja menjadi moda transportasi saya untuk menuju Jogja utara. Sudah saya niatkan mau keliling Jogja. Sekalian ketemu dengan sahabat lama semasa saya kerja. Apalagi kalau bukan untuk ngopi-ngopi. He-he-he.

Dua kali ganti rute, tiba juga akhirnya di tempat yang sudah kami sepakati.  Kawan saya sudah menunggu, selanjutnya kami menuju tempat ngopi hitz di kawasan Kaliurang.







Bareng sohib saya, fotografer hitz Jogja. Dok. Pri

Foto-foto ; Ngopi bareng sahabat di Kopi Klothok, Kaliurang.

Jogja di akhir pekan pada tengah Desember memang jauh dari romantis. Lalu-lintas padat merayap di mana-mana. Cuaca juga tidak menentu. Sebagian kawasan basah oleh hujan. Tapi kawasan lain teriknya menyengat kulit.

Saya menikmati perjalanan hari pertama itu dengan rasa syukur dan kegembiraan. Rute dari selatan ke utara itu saya anggap napak tilas.  Tempat-tempat yang tak asing di ingatan dan hati saya. Karena banyak peristiwa sempat singgah dengan kenangan-kenangan yang tak mudah dihapus begitu saja.  Bahkan meski bertahun lamanya sudah berlalu.

Hingga menjelang malam saya masih dolan di seputar Kaliurang. Karena kawan saya janji mau mengantar ke guest house jadi saya tak perlu buru-buru ke shelter Trans Jogja untuk mengejar bus terakhir.

Ndilalah, ada sahabat lama dari Sulawesi tiba-tiba men-tag saya di akun fesbuk. Rupanya lagi di Jogja. Tak menunggu lama, saya menghubunginya dan janjian untuk jumpa. Kebetulan, tempat dia menginap satu jalur dengan rute saya balik ke Bantul. Pinginnya sih bisa hangout bareng ke mana gitu. Tapi, karena waktu sudah malam, jadilah kami hanya ngobrol di lobi hotel. Sebagai pelepas rindu. Setelah belasan tahun jumpa, dan hanya terhubung melalui fesbuk dan buku-buku yang dia pesan, akhirnya kami bersua. Terima kasih Mba Sapriyanti untuk ketemuan kita yang tanpa rencana.


Jumpa Mba Anti di Jogja. Dok. Pri



Akhir pekan menyenangkan. Bisa ketemu dengan sahabat-sahabat. Menikmati Jogja yang sudah banyak berubah. Tapi tidak dengan perasaan-perasaan yang pernah singgah. Ha-ha-ha.

Menjelang tengah malam, akhirnya saya mendarat lagi di guest house. Kawan saya,  Lalu Abdul Fatah rupanya sudah datang setelah menempuh perjalanan lebih lama dari saya. Kami tak sempat berbincang, karena ketika saya datang, dia sudah terkapar. 


Bagaimana perjalanan selanjutnya? Baca catatan saya berikutnya ya....











































Comments

  1. Halo Kak. Akhirnya saya mulai jelajah blog di sore hari. Hehe
    Kisahnya menarik Kak, tur literasinya pun kece. Saya lahir di Jogja dan domisili pun juga Jogja. Setiap sudut kota memang menghadirkan kerinduan. Saya bersyukur tinggal di kota kelahiran yang penuh kenangan ini. Tapi anehnya selama belasan tahun saya tinggal di Jogja, sama sekali belum pernah merasakan naik Trans Jogja. Baiklah, saya memang kurang piknik sepertinya. Maklum saya tinggal di daerah Bantul bukan di Kodya Jogja. Salam kenal Kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, terima kasih sudah mampir. Boleh kapan-kapan kalau saya ke Jogja lagi, kita tur bareng naik Trans Jogja.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia