Menerima Bahagia dengan Sederhana




Membaca, untuk mengisi isi kepala dan memenuhi dada dengan syukur.  Foto : Ade BW



SELALU ada cara untuk mencintai semua kehidupan yang kita jalani. Meski, tahun ini saya tak membuat resolusi seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi bukan berarti saya tidak memiliki cita-cita sederhana. He-he-he.

Maka, sejak awal tahun lalu, saya niatkan untuk selalu membuka hari dengan hal sederhana tetapi membuat dada selalu penuh oleh syukur, cinta dan kerinduan yang ini akan menjadi semacam spirit untuk berkarya sepanjang hari.


Bagaimana caranya?

Setiap pagi, saya usahakan membuka jendela ruang baca, meski hanya 15-30 menit. Agar udara luar menerabas masuk. Kenapa sebentar? Karena saya tak mau debu-debu masuk ke dalam ruang baca. Maklum, rumah kami dikepung industri dan di depan rumah, meski jalan kampung, tapi selalu  riuh oleh motor dan kendaraan lain.

Maka 15-30 menit menurut saya sudah cukup. Membuka jendela di ruang baca dan melihat gunung Penanggungan terpampang nyata. Mengucap syukur di dalam hati, Tuhan begitu baiknya. Teringat, dulu saya pernah bercita-cita, ingin tinggal di rumah di kaki gunung, setiap hari saya menulis sembari menunggu kekasih saya pulang. Doa saya dijawab Tuhan.

10 tahun lalu, saya pernah berdiam di kaki Merapi. Saban pagi menghirup udara yang turun dari gunung, mencium aroma tanah basah dan rumput yang berbunga.
Saya pikir, akan tinggal di sana, bersama kekasih jiwa. Tapi waktu itu masih jomblo sih, ha-ha-ha. Jadi cita-cita itu, menurut saya meski tercapai tapi belum sempurna.


Hingga bertemu jodoh, lalu mengikuti dia ke mana tinggal. Waktu membawa kami kembali ke rumah masa kecil saya. Di kaki gunung Penanggungan, menyempurnakan semua rencana-rencana kami tentang masa depan. Membawanya ke dalam doa-doa panjang semoga kelak, suatu hari nanti, kesempatan membawa saya, dia, kami berdua ke sebuah tempat yang jauh lebih indah sebagai pengalaman hidup.

---

Setelah berdiam semenit dua menit di tepi jendela, saya membuka notebook dan menyetel lagu-lagu dari youtube. Menyapa dua ikan kecil saya yang ada di akuarium bulat, lalu menaburkan sejumput makanan dengan tak lupa mendoakan agar ikan ini kerasan dan mendoakan kami.

Ketika menyetel youtube, saya memutuskan untuk tidak lagi mau dengar lagu-lagu sedih atau yang liriknya bikin tidak semangat. Pasang headset sambil membuka folder dan menulis rencana-rencana hari ini, lalu ikut menyanyi sebait dua bait sambil mengikuti irama musik.

Percaya tak percaya, itu membuat saya bahagia. Kadang, ada secangkir kopi atau teh di samping saya. Kalau suami belum berangkat ke sekolah, maka headset saya tanggalkan, sehingga lagu bisa terdengar, sembari saya menyiapkan keperluan suami. Bikin sarapan sederhana lalu menemaninya makan. Meski saya sarapan agak siang. Paling tidak, saya menyesap teh atau kopi sambil berbincang dengan dia di sampingnya.

Mengingatkan tidak terburu-buru di jalan, menitip pesan kalau saya butuh sesuatu dan memastikan barang-barang yang harus dibawa ke sekolah tidak ketinggalan.

Saya juga bercerita kabar teman-teman yang kebetulan saya sempat chat atau berbincang di jalur pribadi. Tak ada yang saya sembunyikan.  Saya juga katakan rencana saya hari ini, atau esok atau minggu depan. Dia, orang pertama yang tahu semua hal yang terjadi dalam hidup saya.

Seusai sarapan, laki-laki saya biasanya bergegas berangkat. Tak selalu saya mengantarnya sampai di depan pintu. Kadang, saya masih sibuk mencuci piring atau ingin segera menyanyi. Maka, saya melepasnya di ruang tengah sembari saya mencium pipi dan tangannya. Sebagai doa, semoga Tuhan menjaga seluruh keselamatan dan kebaikannya di hari ini. Dia pun melakukan hal yang sama. Mencium kening saya sembari pamit, "da...." Saya tahu itu adalah doa yang sama buat saya, sekaligus ijinnya jika saya boleh melakukan apa pun yang saya sukai sepanjang hari.


Saya kembali ke ruang baca, menuntaskan satu atau dua halaman bacaan, menuliskan status terbaru dan membuka kenangan yang terjadi di tahun lalu pada laman media sosial saya, sembari membaca status-status teman yang terbaru di pagi itu.

Tidak lupa, saya menyapa sejumlah teman, kawan atau klien di jalur pribadi handphone saya. Nomer kontak di handphone saya sangat terbatas. Tidak lebih dari 50 orang termasuk beberapa nomer emergency. Tak ada grup WA apa pun di handphone saya. Sudah lama pula saya tak lagi menerima pesan sms. Karena saya memang tidak membagikan nomer saya dengan mudah kepada siapa saja. Sekali pun saya mengenal dekat. Kalau pun ada sms masuk, paling suami yang mengirim, karena WA kadang gangguan, sementara dia butuh menyampaikan sesuatu.
Komunikasi dengan klien, urusan bisnis dan profesional lain saya menggunakan jalur inbox FB atau imel. Sejauh ini tak ada masalah. Semua lancar jaya.


Tak selalu saya membuka portal berita. Karena membaca berita terkadang membuat saya down. Saya tidak suka berita kesedihan, kekerasan atau hal tidak menyenangkan. Update berita selebriti terkadang dengan stalker IG, yang itu pun juga tidak selalu. 

Jika tak sedang ada kelas mengajar atau memberi pelatihan, saya akan di rumah sampai suami pulang. Kalau sudah letih menulis, saya akan tidur atau mengurusi rumah. Beruntungnya, tidak semua pekerjaan rumah tangga harus saya kerjakan. Karena berbagi dengan suami. Dia tahu, saya tidak bisa terlalu capek dan beberapa urusan saya rumah tangga, saya tidak terlalu punya kompetensi. 

Bahagia itu sederhana. Saat kepala terasa penat dan ada yang membuat dada menjadi sesak, saya menepi sejenak. Berbaring dengan tenang sambil mendengar musik, menarik nafas dalam-dalam, melepaskan hal-hal yang mungkin bagi saya tidak menyenangkan.

Menyendiri seperti ini sudah rutin saya lakukan sejak hampir 9 tahun silam. Ada masa di mana saya harus undur dari keriuhan meski hanya hitungan menit.


Jika cuaca sedang bagus dan feeling bagus pula, terkadang kami jalan-jalan. Melihat-lihat pemandangan, kadang tanpa tujuan. Sambil berbincang ini itu. Berkontemplasi perjalanan kami sejauh ini. Kehidupan berdua tak selalu kabar bunga. Acapkali kepedihan-kesedihan, tapi kami melaluinya berdua. Berupaya berjuang mencari jalan keluar jika ada problema, dengan cara kami. Sering saya menyimpan airmata, pun dia, saya tahu dalam dadanya terasa sesak. Tapi kami menguatkan dengan saling mengenggam tangan sembari berkata hal-hal yang baik. Meyakini setiap rencanaNya adalah bagian takdir terindah untuk kami hadapi berdua. Jika sudah demikian, saya merasa ada ketenangan, sembari menyerahkan semua urusan kepada MahaSemua.

Saya yakin, setiap orang punya cara untuk berbahagia. Semoga setiap cara kita untuk berbahagia adalah bagian dari jalan kita untuk mendekat kepadaNya.



Bahagia itu mudah. Tinggal hati kita saja yang berkenan atau tidak membuka hati untuk menerima kebahagiaan-kebahagiaan semacam itu.


Jalan-jalan beli ikan. Foto : Tri Lestiyono




















Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang