Bersatunya Cerpen dan Lukisan dalam Kalih


Artikel ini sudah dipublikasikan di harian Jawa Pos Radar Mojokerto, Minggu (3/6).


Foto ; Kebaikan Mas Jabbar Abdullah.




Judul Buku                  : KALIH (Kumpulan cerpen dan lukisan)


Penulis                         : Wina Bojonegoro & Yoes Wibowo

Cetakan                      : I, November 2017

Jumlah Halaman        : xvi + 136

Penerbit                      : PadMedia

ISBN                           : 978-602-72310-8-5






SALAH satu cara untuk merayakan cinta dengan indah adalah dengan berkarya yang bisa dinikmati dan dibagikan kepada banyak orang. Melalui buku yang berisikan kumpulan 11 cerpen dan lukisan, pasangan suami istri, Wina Bojonegoro dan Yoes Wibowo, menghadirkan semacam katalog yang menjadi galeri untuk memamerkan karya-karya keduanya dengan inspiratif.

Dalam buku setebal 136 halaman tersebut, Wina menyajikan cerita-cerita yang dekat dengan realitas sosial. Gaya menulisnya sangat khas, yakni mengalir lincah, kadang pedas, dan terkadang satir. Penulis yang juga seorang pengusaha jasa penyedia wisata ini cukup cerdas bagaimana mengelola emosi pembaca.

Cerpen-cerpen tersaji di buku ini antara lain ; Tentang Laki-laki yang 14 Tahun Menghantuiku, Dering, Kuntulwinanten. Lelaki dalam Bingkai, May dan Revolver Tua,  dan Perang Dunia. Sebagian besar naskah dalam buku ini sudah sempat ditayangkan di berbagai media nasional. Namun, meski demikian, meski dibaca ulang, cerita-cerita Wina masih sangat relevan.

Pada cerpen Dering, mengisahkan laki-laki bernama Ken yang nyaris tiap pagi menerima telpon dari ibunya. Alih-alih harusnya senang mendapat perhatian dari ibunya, Ken justru merasa terintimidasi. Bukan tanpa alasan jika Ken seperti tak suka dengan dering telpon perempuan yang melahirkan dirinya itu. Dia teringat, permintaan ibunya yang ingin di-euthanasia karena putus asa dengan penyakit lupus yang dideritanya. Itu yang membuat Ken menjadi benci dengan sosok ibu. Bagaimana mungkin perempuan itu ingin menyerah sedangkan dia sedang berjuang mati-matian untuk kesembuhan ibunya.

Cerpen ini terasa absurd sekaligus menyimpan bumbu horor. Meski endingnya mudah ditebak akan seperti apa, tetapi Wina berhasil membuat pembaca untuk tak henti terus bertanya-tanya mengapa ”takdir” itu yang dipilih penulis untuk tokoh-tokohnya?

Beranjak ke cerpen Lelaki dalam Bingkai. Mengisahkan  sosok perempuan bernama Nong, yang dinikahi pria trah priyayi, mapan, dan sanggup memenuhi gaya hidupnya, Han. Tapi, semua itu harus ditebus Nong dengan menjadi tidak menjadi dirinya sendiri saat laki-lakinya itu pulang ke rumah. Kebebasan Nong seperti diikat oleh aturan-aturan tidak tertulis yang  masih dimafhumi oleh sebagian besar orang.


Sampul kumcer Kalih. Diambil dari akun FB Wina Bojonegoro.


Wina dengan tegas menyebut sebagai seorang istri, surga nunut neraka katut. Menjalani hidup sebagai istri haruslah manut pada kehendak suami. Yang penting rumah, uang, kendaraan semua ada. (hal.55).

Secara tegas namun tetap manis, penulis kelahiran Bojonegoro ini membeberkan kenyataan, bahwa pernikahan ”model” itu banyak terjadi di sekitar kita. Ketika sudah menyandang gelar nyonya, maka tercerabut sudah apa yang menjadi kesenangan-kesenangannya saat sebelum menikah, menjadi tidak bebas lagi karena terikat sejumlah dogma pernikahan yang ujungnya adalah membuat tersiksa batin.

Belum lagi hak-haknya sebagai istri tidak bisa diterimanya dengan utuh dan dia tidak punya kuasa untuk menuntut haknya pada suami. Ironis. Orang seperti lupa, bahwa sejatinya pernikahan bukan untuk saling mengikat erat satu sama lain. Tetapi justru sebaliknya, memberikan keluasaan kepada pasangan untuk  tetap menjadi dirinya sendiri. Bangga dengan jati dirinya dan segala potensi terbaik dalam dirinya yang seharusnya bisa menjadi sinergi baik dengan pasangannya

Wina bercerita dengan apa adanya. Bagi pembaca setia karya-karyanya, sudah tentu akan hafal, bagaimana cara si penulis menyampaikan pesan-pesannya. Seperti berbicara dengan orang-orang dekatnya. Penuh kejujuran.

Pembaca yang fanatik dengan karya-karya Wina juga pasti hafal, bahwa selalu ada cerita yang berbumbu kisah pewayangan yang diangkatnya. Pun demikian dalam kumcer Kalih ini. Dalam buku ke 12-nya ini, Wina menyuguhkan dua cerita bertajuk Kuntulwinanten dan Pasopati di Kaki Parikesit. Kisah Kuntulwinanten sarat dengan kritik sosial yang tak banyak orang mau menyuarakan karena alasan-alasan yang terkadang naif. Membawa ke dalam sebuah perenungan mendalam bagi pembaca untuk tidak lemah dalam hidup. Harus berani mengkritisi hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran dan hati nurani.

Cerpen menarik lainnya ada pada kisah bertajuk Perang Dunia. Mengisahkan perubahan kehidupan seorang ibu yang semula hanya berkutat dengan kesibukan untuk mencurahkan perhatian pada orang-orang tercintanya, namun karena kehadiran gawai berbasis android akhirnya mengubah total keseharian si ibu.

Si ibu yang dalam gawai hadiah anak lelakinya itu terinstal aplikasi Whatsapp itu akhirnya sibuk dengan keriuhan dalam jagad maya. Nyaris waktunya dihabiskan dengan menggenggam gawai dan terlibat aktif dalam banyak grup komunikasi. Kehidupan si ibu berubah drastis. Eksistensi di dunia maya menjadi segala-galanya.

Cerpen ini jadi mengingatkan pada ibu saya yang juga sedang tergila-gila dengan gawai dan ikut dalam kemeriahan grup linimasa yang seolah ”tak pernah tidur.” Tak hanya informasi penting yang dibahas hal-hal remeh temeh pun tak luput jadi bahan gosipan di gawainya. Persis situasi yang diceritakan dalam kisah ini. Wina dengan kecerdikannya mengangkat isu kekinian, realitas sosial yang terjadi pada kehidupan nyata.

Saya sendiri pernah ikut serta dalam komunikasi grup Whatsaapp, bahkan ikut menginisisasi sebuah grup alumni. Pada akhirnya, saya memilih untuk keluar dari semua grup apa pun baik yang saya ikuti, atau ditarik oleh teman yang menjadi admin. Karena merasa begitu banyak waktu saya sia-sia hanya sekedar untuk stay tune di grup yang sejatinya menawarkan kegembiraan semu. Hati saya tetap kosong. Suwung. Dan lebih merindukan bisa bertemu para personil banyak grup itu dalam sebuah pertemuan nyata.

Sebagaimana cerpen-cerpen Wina lainnya, pasti ada satu atau dua cerita yang mengusung latar tempat luar negeri. Pun tokoh-tokohnya, selalu ada satu atau dua yang disetting si penulis sebagai sosok dari negeri jauh. Dalam cerpen Kalih ini pun juga demikian. Seperti pada cerita Lelaki dalam Bingkai. Wina menghadirkan figur Nicholas Brasov, laki-laki yang lahir dan dibesarkan di Rumania, di semenanjung Balkan di antara Hongaria dan Bulgaria. (hal.58). Dengan indah, Wina berkisah tentang negeri jauh yang menjadi tempat lahir tokohnya. Seperti mengajak pembaca untuk bertamasya ke sana.

”Aku besar di lereng bukit, pegunungan Alphen Transylvania namanya. Daerah tertinggi dan paling indah di Rumania. Dari sanalah hulu Sungai Danube berasal, sebelum ia mengalir ke laut hitam melalui delta segitiga yang indah, tempat kau menemukan ribuan pelikan dan bangau.”

Sayangnya, latar tempat negeri jauh tak digarap dengan detil dan lebih panjang oleh penulis. Sehingga terkesan sebagai ”tempelan” untuk memermanis jalannya cerita. Kalau saja Wina jeli dan bisa menggarapnya dengan lebih baik, pasti akan menjadi kekuatan yang memberi nilai tambah bagi cerita yang ditulisnya.

Kontribusi Yoes Wibowo dalam buku ini tak dapat diabaikan. Sentuhannya melalui lukisan pada setiap cerpen menambah hidup buku Kalih. Sebagaimana menulis yang menjadi pekerjaan luhur, dalam menggoreskan kuas ke dalam kanvas, pelukis kelahiran Mojosari ini bersungguh-sungguh dan detil. Lukisannya seperti memberi nyawa pada setiap cerpen yang ditulis Wina.

Sebagai karya kolaborasi, buku kumcer dan lukisan ini terasa memikat. Sekaligus memberi nuansa baru bagi khazanah literasi di tanah air. Penikmat cerita-cerita pendek bisa sekaligus menghikmati lukisan dalam satu buku. Pesan-pesan yang ingin disampaikan baik penulis atau pun pelukis dalam Kalih bisa menyesap kepada pembaca dengan halus dan ”diam-diam.” (*)


YETI KARTIKASARI

Ibu rumah tangga, pecinta sastra dan pendidik
Tinggal di kaki Gunung Penanggungan, Pandaan
Pasuruan



Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang