Romantisme Perkawinan Cerpen dan Lukisan

(Artikel ini sudah dipublikasikan di Tribunnews, Sabtu (23/12) dan Harian Surya, Selasa (26/12) dengan judul "Romantisme Kalih").

Tulisan ini saya dedikasikan untuk  Bunda Wina Bojonegoro dan Pakde Yoes Wibowo, sebagai kegembiraan atas kelahiran "anak" karya keduanya. 

Surya, Selasa (26/12) Foto : Courtesy of Surya


Kalih. Dok Pri



CERITA-cerita pendek dan puisi bisa dikawinkan dalam sebuah karya berwujud buku kumpulan cerpen dan lukisan yang manis dan otentik. Setidaknya itu yang dilakukan oleh pasangan suami istri penulis dan pelukis Wina Bojonegoro dan Yoes Wibowo.

Akhir pekan lalu, Sabtu (16/12) di BG Junction Surabaya, keduanya meluncurkan buku bertajuk ”Kalih” pada perhelatan Festival Literasi Surabaya (FLS) 2017.

Dihadiri puluhan pegiat literasi dari berbagai kota di Jawa Timur, peluncuran buku dibuka dengan tampilan penyair R Giryadi yang membacakan cerpen berjudul “Perang Dunia “yang termaktub dalam buku Kalih. Ruangan yang semula riuh sejenak senyap. Para undangan menyimak pembacaan cerpen dengan khusyuk. Tampilan Giryadi berhasil membius penonton hingga akhir cerita.

Saat sesi perkenalan buku, dengan riang Wina Bojonegoro menuturkan, karya ini merupakan buku ke-12 selama berkiprah dalam jagad literasi. Buku ini menjadi istimewa, sebab 10 cerpen yang disajikan dilengkapi dengan lukisan guratan kuas suaminya.

Menurut penulis yang juga seorang womanprenuer ini, karya duet tersebut merupakan ikhtiarnya  menciptakan galeri dalam buku, atau semacam katalog yang menampilkan karya mereka berdua.

”Ini merupakan wujud pernikahan biologis, pikiran, hati dan karya,” terang Wina ketika memerkenalkan Kalih di depan para pembaca karya-karyanya.

Dalam berkarya Wina tak jarang menjadikan kisah-kisah kehidupan orang dekatnya sebagai inspirasi menulis cerpen. Selain pengalaman-pengalaman batin dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, tentu saja.

            Sedangkan bagi Yoes, dia mengibaratkan buku Kalih merupakan ”anak” yang menjadi monumen cinta bagi mereka berdua. ”Anak kami adalah buku ini, karya berdua, sebuah kelahiran yang mengawinkan karya,” ujarnya disambut tepuk tangan riuh.

            Dalam peluncuran buku yang berlangsung hangat dan romantis tersebut, dimeriahkan pula dengan tampilan monolog bertajuk Kuntul Winanten. Dibawakan dengan penuh penjiwaan oleh mantan jurnalis senior, Heti Palestina Yunani, karya yang merupakan adaptasi dari cerpen dalam buku Kalih tersebut juga sukses membuat penonton terkesima.

Heti memerankan dua tokoh yang berbeda dengan nyaris sempurna. Adegan demi adegan yang dilakoni Heti yang juga seorang penyair tersebut bisa membawa penonton ke dalam dimensi waktu yang berbeda. Masa lampau dan kekinian.

Monolog yang sarat kritik sosial tersebut menjadi tampilan pamungkas dalam peluncuran buku yang membuat penonton tidak sabar untuk mengunyah cerita demi cerita yang ditulis Wina Bojonegoro. Serta menikmati lukisan-lukisan indah karya Yoes Wibowo.



Berfoto manjah. Dok. Pri. Fotografer : Elde Firda


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia