Jadi Warga RT yang Baik


Ziarah bareng warga RT dimuat di Surya, Senin 20/11. Buat kenang-kenangan. Dok. Surya


SUDAH lama saya gak pernah pergi berombongan, sejak merasakan pergi sendiri atau berdua lebih asyik. He-he-he. Tapi, Minggu (12/11) lalu, akhirnya digeret juga oleh Ibu-ibu RT di lingkungan saya tinggal. Info pertama sih katanya ziarah ke Madura. Udah gitu aja. Gak ada keterangan lebih detil.

Baiklah, setelah lihat jadwal kosong, saya oke-in ikutan. Infonya, jam 06.30 WIB sudah harus kumpul di titik yang disepakati tak jauh dari rumah.

Berdua suami, pagi-pagi udah siap setelah beberes rumah. Jadwal mbangkong di akhir pekan terpaksa coret. He-he-he.

Karena titik kumpulnya dekat, kami baru keluar rumah jam 06.30, barengan dengan sejumlah tetangga. Sampai hari H, belum tahu rombongan yang berangkat atas sponsor salah satu warga ini tujuannya ke mana. Saya juga gak nanya lebih lanjut, karena sebagian besar orang-orang yang pergi juga gak tau agendanya apa aja. Pokoknya ngikut aja. He-he-he.

Tiba di titik kumpul, bus sudah siap plus separuh sudah terisi. Pada rajin-rajin nih pesertanya. He-he-he. Gak pake tunggu-tungguan, sebelum pukul 07.00 bus melaju ke Surabaya.

Saya bareng suami duduk di baris tiga dari depan. Perjalanan lumayan menyenangkan. Meski banyak anak kecil ikutan, tapi gak ada yang rewel atau muntah. Nice banget! Ha-ha-ha. Iya nih, saya kalau ada bocah rewel atau muntah uda langsung pening aja kepala ikut lemes.

Sebelum jam 08.00, bus sudah parkir manis di belakang Taman Bungkul. Rupanya, tujuan pertama rombongan kami ziarah ke makam Sunan Bungkul. Ini baru kali pertama saya ke sini. Saya ngikut aja masuk ke dalam komplek makam yang letaknya dikepung warung-warung itu. 


Assalamualaikum.....Dok. Pri


Makam Sunan Bungkul ada di bagian dalam, melewati gerbang kedua. Saya lihat ada banyak nisan di dalam cungkup yang luas. Nisan di dalam cungkup itu tak ada yang bernama selain dibalut kain kafan. Saya tidak tahu yang mana makam Sunan Bungkul. Ketua rombongan memimpin tahlil, saya mengikuti dalam hati karena tidak biasa tahlilan. Saya baca doa-doa sebisa saya. 


Makam Sunan Bungkul di ujung paling kanan. Dok. Pri


Tak sampai dua puluh menit, doa bersama selesai. Saya yang masih penasaran ingin tahu nisan Sunan Bungkul yang mana, akhirnya tanya-tanya ke juru kunci makam. Oh rupanya, makam Sunan Bungkul ada di baris paling ujung kiri di cungkup kanan kalau dari gerbang masuk. Tak lupa, saya dan suami bikin dokumentasi perjalanan kami melalui video. 

Keluar dari makam, sempat saya lihat ada beberapa kendi berjejer di bawah pohon. Rupanya, itu untuk para peziarah yang ingin minum.



Air minum untuk peziarah. Dok. Pri


Setelah dari kawasan Bungkul, bus bergerak lagi ke arah Ampel. Tujuan berikutnya, adalah ziarah ke makam Sunan Ampel.

Belum jam 09.00 namun kawasan Ampel sudah padat. Dulu, waktu kerja di Surabaya, sering juga ke daerah sini, tapi belum pernah masuk-masuk ke dalam areal makam.





Melihat padatnya pengunjung di sepanjang gang menuju makam Sunan Ampel, penyakit lama saya mulai kambuh. Keseper. Begitu orang Jawa bilang.

Akhirnya, saya melipir ke warung di belakang masjid setelah berhasil melalui padatnya peziarah. Duh, semoga kelak jika diizinkan berhaji ke Baitullah, saya dan suami diberi kemudahan, diberikan jalan gak uyel-uyelan. Hi-hi-hi. Mengingat di tanah suci, jutaan orang dari berbagai penjuru dunia tumplek blek.

Saya gak ikut masuk ke dalam areal makam. Tapi menunggu sambil sarapan gado-gado. He-he-he. Sambil sarapan, saya melihat ribuan orang sliweran, para peziarah dari mana-mana. Luar biasa, peziarah seolah tak ada habisnya. Suara orang mengaji  menguar melalui speaker masjid. Adem dengernya.

Sambil menunggu ziarah selesai, bersama beberapa warga yang tidak ikut ke makam, saya memotret kesibukan pedagang dan peziarah di Ampel. Mayoritas pedagang di kawasan ini dari Madura, kalau mendengar logat bahasanya.


Penjual makanan di belakang masjid Sunan Ampel. Dok. Pri


Makin siang situasi di Ampel makin semrawut. Peziarah yang datang terus mengalir. Saya berusaha melipir mencari jalan. Meski banyak kios-kios makanan dan baju, saya tak beli apa-apa. Duh, belanja di tempat riuh macam pasar seperti itu bukan saya banget. Hi-hi-hi. Sekilas sempat lihat, segala baju muslim, minyak wangi, kurma, perlengkapan sholat dijual di kios-kios dan toko. Lalu, jajanan macam kue maryam, bubur ayam dan es berderet di sela-sela kios besar. 

Di tempat ini, saya terpisah sama suami. Saya balik duluan bersama tetangga yang tidak ikut ke dalam makam. Eh tapi, di mulut gang, kami terpisah. Ya secara orang berjubelan, jadi bikin kami terpencar. Sementara suami masih di belakang bareng warga lainnya.

Tak menunggu lama, akhirnya peserta ziarah sudah kembali bus. Siap lanjut ke tempat berikutnya. Tujuan ketiga adalah makam Syaichona M Cholil di Bangkalan. Saya sempat membaca riwayat ulama yang disegani ini.

Sayang, perjalanan gak lancar karena di jembatan Suramadu ada lomba lari yang menutup satu lajur. Walhasil perjalanan dari Ampel ke Bangkalan hampir dua jam. Agak gregetan juga sih, tapi ya mau gimana. Ha-ha-ha.

Tiba di Bangkalan sekitar pukul 13.00, rombongan belok ke depot yang menyajikan menu bebek. Ada parkiran luas, taman dan musola jadi bisa sekalian numpang sholat.





Peserta ziarah senang juga, bisa kumpul makan siang bareng menu bebek goreng. Abis makan, masih sempat piknik ala-ala di taman area depot sambil bikin foto bareng. Meski di kampung, kami gak selalu tiap hari ketemu. Jadi bisa pergi bareng ini semacam silaturahmi.

Abis makan, lanjut ke makam Syaichona M Cholil, perjalanan sekitar 10 menit saja. Tiba di areal pondok, wuih udah rame aja. Ribuan orang memenuhi komplek makam. Karena pas azan Ashar saat tiba di sana, jadilah rombongan bergegas siap sholat jamaah. Masjid Syaichona M Cholil besar dengan menara cukup tinggi. Arsitektur masjid ini boleh dibilang modern. Saya juga baru kali pertama berkunjung ke sini, meski sudah beberapa kali ke Madura.



Menjelang ashar di masjid Syaichona M Cholil. Dok. Pri


Usai sholat Ashar, sebagian warga langsung mengambil tempat di dekat makam untuk bersiap tahlil. Saya memilih duduk di teras kecil belakang masjid, tepat di depan areal makam yang dipagar. Rupanya, di belakang masjid ini merupakan komplek pemakaman. Mungkin makam keturunan Kyai Syaichona M Cholil. Ribuan peziarah yang terus mengalir ke makam ulama besar ini membuat saya takjub. Mereka datang dari berbagai daerah di tanah air, ada sendiri, tapi tak sedikit yang berombongan.


Makam Syaichona M Cholil di dalam pagar. Dok. Pri


Makam di area belakang masjid. Dok. Pri



Di area depan masjid banyak terlihat pedagang kaki lima yang jualan kopi. Saya sempat beli di gelas plastik. Lumayan buat mengusir kantuk.

Di depan pintu gerbang makam Syaichona M Cholil. Saya pegang gelas kopi. Dok. Pri



Di dekat areal parkir, ada tanah lapang yang penuh dengan lapak-lapak penjual. Ada jualan baju, makanan, alat dapur, dan banyak lagi. Tempat ini seperti jadi berkah bagi banyak orang untuk mencari penghidupan.

Ziarah bersama ini diakhiri dengan belanja di kawasan Kenjeran. Saya malah melipir ngopi. Ha-ha-ha.

Pergi bareng warga RT ini seru juga. Peserta pada tertib dan tidak pakai acara tunggu-tungguan. Sepanjang perjalanan juga pada sehat dan menyenangkan, No acara gosip! Karena selama di jalan, kru busnya memutarkan ceramah. Jadilah semua penumpang pada fokus menyimak tausiyah di layar TV. Tiba di rumah sekitar pukul 20.30, alhamdulillah pergi pulang selamat.

Sampai ketemu di perjalanan berikutnya!











Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang