Mantenan Ayang-Bobby, di Mana Letak Wah-nya? (Bag III-Habis)





Pojok photo booth. Dok. Ambil di Net





APA yang jadi atensi kita saat hadir di suatu acara pernikahan ?

Ya, pastinya adalah bertemu pasangan pengantin untuk mengucapkan selamat dan doa plus pingin tahu juga di hari bahagianya itu, mempelainya dandanannya seperti apa. He-he-he.

Jujur aja sih, saya pun juga kerap gitu kok. Suka memerhatikan tampilan mempelai, mulai dari riasan sampai busana yang mereka kenakan. Suka aja ngelihatnya. Apalagi, kalau mempelainya terlihat bersinar dengan tata rias paripurna yang bikin pangling dan busana yang indah. Ikutan bahagia.

(O iya, ada aturan tidak tertulis ketika menghadiri acara mantenan. Sebagai tamu yang diundang, ada baiknya, tampilan kita tidak berlebihan apalagi mau menyaingi pengantinnya. Jangan yakkkkk! Karena, yang jadi Raja dan Ratu dan yang layak dapat perhatian adalah si mempelai. Bukan kita looo....)

Sering saya melihat, ada aja tamu perempuan di suatu resepsi kawinan gitu, dandannya cethar pakai segala kostum bling-bling yang cocoknya buat show di sebuah panggung besar, dengan make-up yang wow, ada juga yang pakai mahkota di kepala ala -ala ratu di film-film gitu. Kalau mempelai pengantinnya dandannya baik make-up dan busananya lebih cethar dari tamunya sih gak papa, tapi tak sedikit kan pengantin yang justru memilih  tampil sederhana, karena memang suka yang kalem gitu. (Maka, mari kita jadi tamu yang tahu diri. Tidak berlebihan apalagi buat nyari perhatian).

Ini yang mau saya bahas (maap yak, gosip dikit). Kemarin waktu resepsi Ayang-Bobby kan sempat ramai tuh di linimasa, artis sosialita Roro Fitria yang bolak-balik sliweran diwawancara persiapan hadir di acara mantu Pak Jokowi.

Doi yang memang terkenal suka tampil glamour ini, sempat jembreng dua kostum yang mau dipakai ke kondangan. Harganya ratusan jeti katanya. Terus dibeber pula segala perhiasan dan mahkota  yang katanya berlian ratusan jetong juga. 

Dalam hati, saya komentar, “Lah ini kok tamunya mau ngalah-ngalahin mantennya yak, “

Bener akhirnya, pas hari-H malah si mba Roro Fitria ini malah gak bisa masuk ke venue. Ditolak masuk sama Paspampres. Alasannya sih, karena salah bawa undangan dsb.

Hi-hi-hi. Kasian yak... Apa kabar perawatan dan dandanan cethar syalala  ?

Si Roro Fitria yang membahasakan dirinya dengan panggilan “Nyai” itu pun sempat klarifikasi, katanya salah bawa undangan. (Kalau feeling saya sih.....Gak ah, saya gak mau bahas.....)



Lanjut masih ngobrolin acaranya Ayang-Bobby lagi....



Ayang-Bobby dalam balutan dodot gaya Solo Basahan Keprabon. Dok. CNN


Saya suka sama pilihan busana yang dikenakan mempelai. Karena temanya Jawa klasik, maka pilihan model dan bahan di acara akad nikah dan resepsi malam itu pas banget.

Sempat kepo juga, ketika disebut-sebut untuk acara malam, pengantin bakal pakai Solo Basahan, yang saya tahu selama ini sih, itu model bajunya kain ala kemben separuh gitu. Jadi bagian dada ke atas terbuka. Ada juga yang menggunakan macam kaos tipis gitu ketika pakai dodot, kali supaya nutup aurat yah, tapi jatuhnya menurut saya malah kurang tepat.

Eh ternyata, pas mantengin resepsi malam Ayang-Bobby, pasangan pengantin ini pakai blazer untuk menutup dodotnya. Langsung saya kepo tingkat lanjut dong, dan mendapat informasi, kalau busana dodot dengan diberi luaran itu namanya Solo Basahan Keprabon. Dulu, yang boleh mengenakan hanya pengantin di kerajaan. Tapi, sekarang seiring perkembangan zaman, siapa saja boleh pake meski bukan bangsawan.

Dodot dengan blazer itu selain terlihat lebih anggun dan sopan, juga bisa menangkal masuk angin. Kebayang kan, kalau misalnya pakai kain model kemben aja, bisa-bisa bubaran acara mereka kudu kerokan.  He-he-he. Salut sama penata dan perancang busananya. 

Bagaimana pun keluarga Ayang adalah  "piyayi " Jawa yang meski modern, tapi masih memegang unggah-ungguh tinggi walau bukan darah biru. Apalagi yang hadir di hajatannya, banyak juga dari kalangan alim ulama, maka mengenakan busana tertutup adalah pilihan bijaksana.


Bagian lain yang saya pantengin, apalagi kalau bukan suvenir kawinan.  Saya termasuk yang selalu exited kalau dapat kenang-kenangan ketika datang di acara resepsi.

(Makanya, dulu waktu saya nikah, meski hanya akad nikah saja, saya dan suami menyediakan suvenir untuk keluarga dan sahabat, berupa clutch unyu yang pesan di salah satu sahabat saya).

Suvenir Ayang-Bobby (lagi-lagi) menurut saya sederhana bangetlah. Jauh dari mewah. Cinderamata wajar kayak kebanyakan orang. Ada yang dapat pouch, kalau tak salah sempat ke-shoot warna hitam, abu-abu sama merah muda. Itu jelas akan kepake buat wadah alat-alat mandi atau tempat bedak dan sisir buat emak-emak.


Pouch suvenir. Dok. Tabloid Bintang


Lalu, ada berupa kotak kaca dengan ukiran batik. Itu juga berguna buat naruh perhiasan dan bros buat emak-emak yang demen bling-bling.



Kotak kaca berukir batik. Ambil di Net.


Sempat saya gratak di Instagram, dan menemukan postingan suvenir dari Ayang-Bobby berupa coklat dengan bungkus ucapan terimakasih dan nama mempelai. Katanya itu untuk cinderamata buat teman-teman media.

So sweet banget ya berupa coklat...Pasti berfaedah pula, karena bakal dimakan. Pembungkusnya aja yang bisa disimpan buat memorabilia.


Ambil di Net.


Kemudian, ada juga teman media yang kebetulan teman saya dulu di kampus, doi dapat batik sama flash disk. Batiknya katanya bahannya biasa aja.  Pas lihat fotonya yang diposting di facebook, memang bener, bajunya tidak mencerminkan mahal. Taksiran saya, itu dikulak dari Pasar Klewer.  Paling mahal harga 50 ribu. Lalu, pada flashdisk ada tulisan ucapan terimakasih dari mempelai dan sohibul hajat. Tebakan saya, batik dan alat penyimpan data itu harganya sekitar 100 ribu aja.



Kemeja batik dan flash disk, suvenir untuk rekan media. Foto atas kebaikan Alvi Apriyandi-Kompas TV.



Apa sih sebenarnya yang bisa dipetik dari perhelatan Ayang-Bobby ini?

Buat saya, ini peristiwa yang biasa saja kayak yang terjadi dengan orang-orang di sekitar kita. Menjadi "sesuatu", karena kebetulan yang mantu adalah orang nomer satu di Republik ini. Wajar kiranya ketika mendapat atensi  lebih dari media dan masyarakat.

Belasan ribu tamu undangan yang datang di perhelatan, adalah angka yang wajar untuk sekelas kepala negara. Jangankan presiden, sekelas tukang sate di kampung halaman saya di Bali, pas hajatan, tamunya Masya Allah banyaknya.


Perbedaan suku di antara keduanya juga hal lumrah terjadi di kalangan orang-orang yang kita kenal. Kayak kembaran  saya menikah dapat keturunan Bugis, lalu teman saya orang Bali menikah dengan suku Madura, dsb.

Justru asyik kan ya, bisa berjodoh dengan bukan dari sesuku. Jadi wawasan bertambah, keluarga makin banyak dan beragam. Gak kuper. Bisa nambah pengetahuan soal budaya, adat istiadat dan sebangsanya. Perbedaan adalah rahmat.


Akhirul kalam, sebagai pamungkas untuk catatan remeh temeh ini, ucapan Selamat untuk Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution, Selamat Menempuh Hidup Baru, Semoga menjadi pasangan yang senantiasa saling mendukung dalam segala situasi. Sakinahlah, Mawadahlah, Warahmahlah.

Welcome to the Club!



Selamat Ayang-Bobby.  Dok. Ambil di Net.

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang