Ikan-ikan Penghuni Baru Aquarium



Aquarium yang sepi kehilangan teman. Dok. Pri


SEPULANG dari piknik ke Jogja, Kamis lalu (01/02), saya kehilangan dua sahabat yang baru dua pekan menemani saya bekerja di Pusmini.

Iya, dua ikan mas koki yang saya dan suami pelihara selesai takdirnya. 

Saya pikir, dua ikan lucu  yang saban pagi saya stelin instrumentalia dan saya ajak bermain itu sehat-sehat saja.

Tiba di rumah usai Subuh, saya tak segera menyapa. Karena pastinya yang sapa dulu adalah suami. He-he-he.

Tiba-tiba perasaan tak enak merayapi dada. Berjingkat saya ke ruang baca, menyapa buku-buku yang sepekan sendirian dan tentu saja dua ikan kesayangan.

Tangis saya pecah di pagi yang belum sepenuhnya terang itu. Dua ikan kecil saya mengambang. Mati.

Bau amis menyeruak. Mendengar saya menangis, suami tergopoh menghampiri. Menenangkan saya yang memalingkan muka dari aquarium bulat yang menjadi saksi kematian ikan-ikan lucu yang terkadang nakal itu.

Dengan tenang, suami mengangkat aquarium dari meja kecil. Membawanya ke kebun belakang.

Saya masuk kamar. Tak ikut melihat prosesi dua ikan mungil itu dikubur.

"Peliharaan mati itu biasa. Yang hidup bakalan mati," begitu jawabnya ketika saya bertanya absurd, mengapa ikan saya mati?

"Semalam baik-baik saja, tak kasih makan. Memang alat gelembungnya tak matikan, biar ikannya bisa istirahat," kata suami yang juga ikut sedih.

"Ikan-ikan itu protes, kelamaan kamu tinggal jalan-jalan," lanjutnya.

"Tapi ikannya ada yang rawat kan meski kutinggal ?" sahut saya menahan kecewa.

"Iya, tapi kan beda. Caraku merawat sama kamu. Aku cuma bisa merawat pagi-pagi sebelum sekolah, sama malam. Kalau sama kamu kan sepanjang hari. Kamu ajak main, stelin musik, kamu ajak bicara," katanya seusai mengubur ikan-ikan saya.

"Ikannya kukubur dekat sumur, di kebun. Biar tanah kita subur," reportase suami.

Barangkali saya berlebihan ya, ikan koki mati saja sedihnya seperti itu.

Saya pernah menulis, sejujurnya, saya tak suka melihat hewan "terperangkap" di dalam sebuah tempat yang membuatnya tidak bisa ke mana-mana. Atau sengaja dikandangkan, apalagi dijadikan tontonan. Dieksploitasi untuk kepentingan bisnis dan kesenangan segelintir orang.

Makanya, saya tak suka pergi ke kebun binatang atau melihat pertunjukan yang ada hewan-hewannya.

Memelihara ikan dalam aquarium juga setelah melalui pertimbangan. Tentu, saya tak mengabaikan suara-suara dari hati kecil saya.

Saya butuh teman saat sendiri. Saya butuh kawan saat terbangun dini hari untuk menulis. 




"Sementara gak usah memelihara ikan lagi, biar kamu gak kehilangan kayak gini kalau ikannya mati," kata suami sambil mengembalikan aquarium di meja saya.

"Nanti aquariumnya tetap diisi air atau rumput-rumputan saja, tapi gak usah ikan," usulnya. Saya tak menyahut. Sibuk menahan kesedihan dalam hati.

---

Hampir sepekan ruang baca saya sepi. Sunyi. Beruntung, sepulang Jogja, Papa saya datang, sehingga ada yang menemani saya menulis dan baca buku di pagi hari. Ketika suami sepanjang hari sibuk di sekolahan, Papa saya bisa jadi teman berbicara.

Senja tadi, sepulang mengajar, suami bilang mau menengok keponakan yang tinggal tak jauh dari rumah kami. Katanya, mau mengantar beli sesuatu. Saya iyakan. Saya tak ikut, karena sibuk mengurus tukang yang belum selesai bekerja.

Menjelang mahrib, suami pulang membawa kantong plastik. Saya pikir makanan favorit saya.

Dengan senyum-senyum dia mengacungkan kantong plastik itu, sementara saya menahan migren dan mual yang datang sejak sore.

"Aku punya hadiah buatmu," katanya. 

Olala! Ternyata, kantong plastik berisi lima ekor ikan mungil. 

"Aku tadi mampir ke toko aquarium yang kemarin tempo hari kita ke sana. Kamu tak belikan ikan lagi, biar ada temannya," katanya riang.

Saya gembira pastinya. Suami menuju ke ruang baca, membawa aquarium ke belakang. Mencucinya bersih. Lantas mengisinya dengan air galon.


Alhamdulillah, di meja kecil saya ada lagi kehidupan. Aquarium saya ada penghuninya lagi. Dia tak sendirian lagi.


Ada kehidupan lagi di ruang baca saya. Dok. Pri


Selamat datang teman-temanku, semoga kerasan menemaniku ya.....

Terima kasih Panda, untuk ikan-ikan lucu ini. Caramu mencintaiku sederhana, tetapi nyata.


Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia