Bila Sastra Dirayakan dengan Indah


Catatan ini sudah dipublikasikan di Tribunnews, Rabu 1 Februari 2018 dan Harian Surya, 2 Februari 2018.



Konsolidasi sebelum manggung. Dok. Pri



PANGGUNG The Sava, Togamas, Sabtu (20/1) sejak pukul 16.00 WIB sudah riuh oleh pengunjung. Bukan hanya pelanggan toko buku saja, tetapi puluhan pegiat literasi dari Malang Raya tampak menikmati tampilan musik-musik indah yang dimainkan Band Desa Kota.

Pembacaan puisi secara berturut-turut oleh pegiat literasi dari kota Surabaya, Elde Firda yang membacakan bait-bait indah bertajuk “Lelaki Berhati Agar-agar” karya jurnalis senior Heti Palestina Yunani membuka diskusi buku kumcer dan puisi Kalih. Diiringi instrumentalia Charles Djalu dkk, dengan penuh penghayatan Elde yang juga seorang penulis sekaligus psikolog itu membuat haru biru pecinta sastra. Betapa tidak, sajak tersebut merupakan ungkapan kasih yang tulus untuk mengenang kebaikan owner sekaligus founder Togamas, Johan Budhi Sava yang berpulang beberapa waktu lalu.



Pria Berhati Agar-agar oleh Elde Firda. Dok. Pri


Puisi berikutnya dibacakan tak kalah syahdu oleh penari dari Sidoarjo, Sekar Kinasih yang membawakan karya Wina Bojonegoro, Pagi Ketika Mama Pergi. Pengunjung pun dibuat terhipnotis untuk kali kedua.


Anaknya baca puisi "Pagi Ketika Mama Pergi", Emak Wina nangis di pojokan. Dok. Pri


Senja itu memang seolah menjadi perayaan sastra yang menawan. Acara utama adalah diskusi buku  Kalih yang merupakan karya Wina Bojonegoro dan Yoes Wibowo. Namun, para pecinta sastra dan budaya serta para pegiat literasi yang hadir disuguhi dengan sajian bernuansa sastra yang mampu membuat tidak beranjak hingga pukul 21.30 WIB. Tampilan lagu-lagu Band Desa Kota yang mengusung aroma doa-doa dan cinta kasih membuat akhir pekan semakin kental nuansa romansa.


Lagu-lagu cinta dan doa oleh Charles Djalu dkk. Dok. Pri


Tampilan tak kalah memukau disajikan Gita Pratama, seniman dari Surabaya yang membacakan cerpen Dering, yang diambil dari salah satu judul buku Kalih. Tampil secara solo, Gita yang pecinta travelling tersebut mampu memainkan beberapa karakter dalam cerpen. Tak heran, sepanjang pembacaan cerpen, penonton khusyuk menyimak.


"Halo....", Gita Pratama on stage. Dok. Pri


Diskusi buku Kalih berlangsung setelah sejumlah tampilan pembuka. Menghadirkan dua pembedah, yaitu cerpenis yang juga pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang, Yusri Fajar dan cerpenis nasional sekaligus pendidik, Masdhar Zainal.

Pada sesi pertama, Masdhar Zainal yang sudah menelurkan sejumlah novel ini mengungkapkan bahwa karya-karya Wina Bojonegoro sarat dengan agenda politik penulisnya. Menurutnya, Wina punya cara yang demikian halus untuk menyadarkan kaumnya untuk tidak hanya berperan sebagai cameo dalam kehidupan. ”Sama dengan lelaki, Wina ingin kaum perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan. Bahwa perempuan pun juga bisa melakukan banyak hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki,” kata penulis novel Zalzalah tersebut.



Tribunnews, Rabu, 1 Februari 2018. Dok. Pri


Mashdar Zainal juga menyebut, karya-karya Wina dalam buku Kalih mampu melahirkan kesadaran sekaligus perenungan panjang bagi pembacanya. ”Membaca karya Wina Bojonegoro, seperti membawa saya terseret pada semacam kerinduan pada sosok ibu,” ujarnya.

Yusri Fajar yang bicara di sesi kedua menyebutkan, bahwa buku Kalih merupakan hasil kerja kolaborasi yang indah dari pasangan Wina Bojonegoro dan Yoes Wibowo. Menurutnya, baru sekali ini dia membaca sebuah buku kumpulan cerita pendek yang juga berisi lukisan-lukisan indah sebagai ilustrasi cerpen.


Harian Surya, Kamis, 2 Februari 2018. Dok. Kebaikan Surya.


”Kalih bisa menjadi referensi menarik dalam khazanah dunia sastra di tanah air, bahwa kumpulan cerpen bisa disandingkan dan dinikmati bersama dengan lukisan,” komentar penulis buku kumcer Surat dari Praha tersebut. Ia juga membayangkan seandainya, suatu hari nanti, Wina Bojonegoro yang merespon lukisan-lukisan karya Yoes Wibowo ke dalam sebuah cerpen.



Main drama bersama. Dok. Pri


Diskusi berlangsung hangat dan interaktif. Ini terbukti ketika sesi tanya jawab, puluhan peserta antusias mengajukan pertanyaan. Baik kepada penulis buku dan pelukis maupun dua pembedah yang hadir. ”Ini sebuah perayaan sastra yang mengesankan,” kata Khoirul Muttaqin dari UM yang hadir bersama teman-temannya dari komunitas Booklicius, Malang

Untuk makin menambah kehangatan acara tersebut, sebagai pamungkas, ditampilkan monolog bertajuk Kuntulwinanten yang dinukil dari buku Kalih. Dibawakan dengan indah oleh Heti Palestinya Yunani. Tidak lupa sebagai penutup acara, dilakukan book signing dan foto bersama para pengisi acara. Menjadi momen akhir pekan yang tak terlupakan.

Aksi Heti Palestina Yunani di atas panggung. Dok. Pri


Jumpa fans biar berasa artis. Dok. Pri


Kok mirip ya? Dok. Pri

Terima kasih hadiahnya. Dok. Pri


Foto Keluarga Cemara. Dok. Pri


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang