Ini Hari Kasih Sayang




Ambil di net.




INI hari kasih sayang. 14 Februari. Hanya simbolik belaka. Sebab, bagi saya saban hari adalah hari kasih sayang.

Di tengah kepala yang berat untuk sekedar tegak, saya bersyukur hari ini mendapat kelimpahan kasih sayang.

Suami meminta saya istirahat saja tidak usah banyak aktivitas setelah melihat tubuh saya tak seperti biasanya. Saya yang biasanya rajin bangun pagi, setelah berdoa, lalu meramaikan rumah dengan musik-musik teduh tak lagi setrengginas biasanya.

"Kalau begitu, minta tolong beli sayur sama lauk matengan ya, aku gak bisa masak," pinta saya pada suami. Dia mengiyakan lalu pergi mandi.

Saya sempat agak kesal, karena suami lama sekali mandinya. Sementara, saya khawatir sayur dan lauk siap santap yang dijual tetangga sudah habis.

Usai mandi dan ganti seragam, suami keluar. Sementara saya menyapa ruang baca. Niat hati ingin menyalakan notebook dan menulis sambil stel musik. Tapi entah saya tak berminat untuk berlama-lama. Kepala saya masih pening.

Saya menyalakan alat gelembung di dalam akuarium, menyapa lima ekor kecil yang sedang main-main. Menaburkan makanan seraya bilang, saya minta maaf tidak bisa menemani mereka.

Saya beranjak lagi ke kamar tidur. Berbaring sembari mengecek gawai. Sejumlah pesan dan notification hanya saya lihat sekilas. Jam 3 pagi sebelumnya memang saya sempat menulis status dan membagikan kenangan di laman fesbuk. Lalu kembali istirah.

Tak lama suami datang membawa bungkusan makanan. "Ini yang matang, nah yang masih mentah aku simpan di kulkas," katanya.

Saya memaksa bangun. Menawarinya segelas kopi, tapi dia menolak, katanya, kopinya masih ada di dalam kulkas. Jadilah saya hanya membuat kopi untuk Papa dan dua tukang yang sudah datang.

"Ini hari kasih sayang," ingat saya. Suami menjawab iya. "Sudah kuhadiahi buku, nanti dibaca ya?" Katanya.

Jadi ingat, malam minggu kemarin, sepulang dari Probolinggo, saat perjalanan pulang ke rumah, suami yang menjemput saya di halte bilang dia membelikan saya sebuah buku.

Saya belum sempat baca selain judulnya. Buku bagus tentang Rasulullah. Buku itu saya bawa ke kamar bersama sejumlah buku. Menjadi teman di dekat bantal. Saya berencana membacanya sesegera mungkin.

Tadi pagi, kami berpisah di ruang tengah. Seusai dia sarapan. Sebuah kecupan dihadiahkan ke pipi saya yang belum tersentuh air. "Selamat hari kasih sayang," bisik saya.

"Iya terima kasih. Tiduran saja," katanya sambil memeluk saya.

Saya tak mengantarnya ke depan. Badan saya sudah minta berbaring lagi. Pagi itu saya kembali tidur sebentar.

Tiba-tiba sebuah suara tetangga terdengar. Tadi pagi, dia mengantar air galon dari tokonya. Suami sudah pesan beberapa hari lalu. Tapi tak kunjung dikirim. Ternyata pesan suami tidak masuk ke gawainya. Tetangga yang rumahnya agak jauh itu minta maaf.

"Pak, ini nasi urap-urap buat sarapan," kata tetangga pada Papa saya. Oh, rupanya si tetangga saya mengantar makanan.

Karena Papa saya tak suka makan urap-urap, maka makanan itu dilimpahkan ke saya. Papa saya hanya mengambl lauk dan memilih sayur yang sudah dibeli oleh suami saya.

Kami sarapan pagi bersama.

Usai sarapan, saya kembali ke kamar. Mengirim dan berbalas pesan dengan sejumlah kontak pribadi di jalur khusus gawai saya.

Pagi masih mendung. Angin gunung mengantar dingin. Mengingatkan pada waktu Duha yang memanggil.


---

Menjelang jam 11 seperti ada yang membisik. Saya tinggalkan keriuhan di  kepala saya. Gawai memutar musik teduh. Saya menepi di antara keriuhan suara tembok yang dihancurkan .


Udara masih dingin. Langit masih temaram. Sunyi. Sebentar saja saya sudah tak ingat apa-apa lagi. Terlelap.

Menjelang ashar mata saya terbuka. Mengintip jam di gawai yang masih memutar instrumentalia teduh.

Terdengar suara Papa saya. Ketika saya memanggil, beliau menghampiri. Menawari obat. Saya menolak. Saya tak ingin minum obat.

Hampir empat jam saya tidur. Tak ada yang menganggu. Bahkan suara-suara berisik yang beberapa hari ini mengusik kedamaian saya saat di rumah juga seperti menghilang.

Saya jadi ingat, biasanya saya menyiapkan makan siang kalau Papa saya datang. Tapi sepanjang hari ini, saya tak melakukannya.

"Sudah makan tadi," kata Papa saya. Beliau benar-benar membiarkan saya beristirahat sepenuhnya.

Di luar, langit masih mendung. Tapi rumah ini seperti terang. Saya beranjak bangun dan bersiap mandi. Azan ashar memenuhi udara.

---

Suami pulang menjelang pukul 17 membawa oleh-oleh. Saya bilang, sepanjang hari saya tidur. "Tak apa-apa, biar segar badanmu," katanya. Usai makan sore, saya lihat dia sibuk menyalakan mesin cuci, siap menggiling baju-baju kami.


Ini hari kasih sayang. Semoga setiap hari adalah hari-hari penuh kasih sayang.



Ditulis di Kaki Gunung Penanggungan, menjelang senja, 17.30 WIB.











Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia