Safar di Ujung Januari, 2018 (I)

Di Terminal Purabaya, Sidoarjo, Kamis (25/01). Perjalanan sunyi. Berdua buku. Dok. Pri




PERJALANAN. Sejak masih remaja saya menyukai perjalanan. Beperjalanan sendiri, berdua saudara atau bertiga, berempat dengan kawan ke sebuah kota.

Pun ketika beranjak mandiri, jauh dari orangtua. Perjalanan menjadi semacam karib. Ketika bekerja pun, ternyata tak jauh-jauh dari urusan perjalanan. Safar menjadi bagian dari pekerjaan.

Usai menikah, tak lantas kebiasaan beperjalanan tamat ceritanya. Justru trip yang saya tempuh berdua suami semakin panjang dan boleh dibilang kerap. Masih dekat-dekat saja sebenarnya. Tapi, selalu saya syukuri sebab itu yang membuat kebahagiaan di dalam dada berlipat. Perjalanan selalu menghadirkan hal-hal baru. Bahkan bisa jadi jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyelinap di kepala dan mata batin. Setidaknya itu saya alami saat berjalan, sejauh ini.

Meski demikian, tak selalu juga berjalan berdua. Tak terhitung, berapa kali saya bertualang sendiri. Pun suami, sedemikian kerapnya dia safar sendiri atas nama tugas negara.

Nah, sejak akhir tahun lalu, saya niatkan di awal 2018 untuk punya waktu beperjalanan sendiri. Setelah beberapa bulan kepala riuh oleh bermacam kesibukan. Saatnya untuk sejenak rehat. Rencana sebelumnya, saya akan terbang ke negeri jiran. Mengunjungi sejumlah sahabat baik. Tapi ternyata, cita-cita itu terpaksa saya tunda karena beberapa alasan. Semoga, berikutnya ada kesempatan merealisasikan rencana itu.

---

Solo. Menjadi kota yang saya tulis dalam cita-cita sederhana saya. Sebuah acara literasi, berjumpa salah satu penulis favorit , sudah saya catat di dalam agenda. 

Saya tidak berangan-angan banyak. Karena hari esok tidak ada yang tahu. Seusai menuliskan rencana, saya sisipkan doa dan kepasrahan pada Maha Rencana. Jika memang diperkenankan berangkat jalan-jalan, maka semua akan terjadi atas kuasaNya.

Ternyata benar juga. Satu persatu rejeki datang tanpa saya duga. Bisa saya sisihkan untuk bekal perjalanan. Maklumlah, saya bukan tipikal orang yang memersiapkan financial dengan disiplin seperti kebiasaan orang lain. Prinsip saya, kalau memang diperkenankan beperjalanan, pasti Allah memberi rejekiNya sekalian.  Plus kondisi badan sehat serta waktu yang pas. Itu saja.


Dalam perjalanan berencana piknik itulah, saya "bertemu" lagi seseorang. Saya menyebutnya "sahabat baik" yang dikirimkan Maha Baik. Setelah sebelumnya dia On Off di dunia maya, akhirnya kami bertemu lagi melalui akun facebook.


Sudah lama sekali kami tidak bertemu. Tepatnya sudah lebih sewindu. Perbincangan panjang melalui jejaring sosial tentang karya, mengantar saya pada sebuah ide spontan. Setelah sebelumnya, dia bilang, jika bukunya sudah rilis, kami bisa bertemu.

Beberapa rencana baru yang tidak tertulis sebelumnya mendadak berlompatan dari kepala saya. Salah satunya merencanakan pertemuan. Berjumpa hati yang pernah saya kenal  baik dengan (semacam) "perayaan" kecil.  Bertemu dalam karya. Menarik, bukan?

Puji syukur Ilahi, seperti dibukakan jalan yang entah darimana datangnya, yang tentu saja  saya percaya, tanganNya yang bekerja untuk kami. Kebetulan-kebetulan yang saya percaya bukan kebetulan semata. Melainkan memang bagian dari rencanaNya.

Maka, rencana utama "njujug" ke Solo, secara spontan saya ubah haluan. Jogja dulu baru Solo.
Dalam hitungan hari, saya menyusun jadwal. Rembug kecil dengan sahabat saya plus beberapa orang dilakukan lewat dunia maya. Memang, komunikasi melalui jalur ini rawan misscommunication. Tapi apa boleh buat, karena ini satu-satunya cara saat jarak terasa jauh.

Ijin jalan-jalan sendiri sudah saya komunikasikan dengan suami. Sejak awal saat bercita-cita mau piknik, doi memang sudah bilang, jadwalnya padat sekali. Sehingga tidak bisa menyertai saya. Apalagi sebelumnya dia hampir setahun di Jogja untuk urusan pendidikan. Bolak-balik Jogja-Pandaan membuatnya sementara waktu ingin rehat. 

"Gak apa-apa kamu jalan sendiri. Refreshing. Kamu butuh liburan," gitu katanya.

Iya bener. Saya butuh menyegarkan isi kepala saya. Dan piknik yang saya sukai adalah mengunjungi tempat yang pernah memberi makna, sekaligus mengunjungi banyak kawan, sahabat, orang-orang yang pernah dekat di hari-hari dulu. Terakhir ke Jogja, Mei tahun lalu. Ya, sepanjang 2017, tak terhitung berapa kali saya berkunjung ke kota kenangan ini. Selalu ada alasan untuk kembali pulang ke Jogja. Mencari-cari alasan. Begitu tepatnya.

----

Akhirnya datang juga waktunya jalan-jalan. Setelah beberapa hari sebelumnya dan sebelum pergi ada beberapa kesibukan.

Kamis, (24/01) siang saya baru benar-benar bersiap karena paginya saya masih harus mengantar anak-anak didik siaran di radio.

Beruntungnya saya sudah terlatih untuk tidak membiasakan diri bawa banyak barang yang sekiranya bisa diperoleh di tempat tujuan. Bawaan saya malah kebanyakan isinya buku. 

Seperti biasa, sebelum piknik sendiri, saya harus memastikan kebutuhan suami aman selama saya pergi. Termasuk beres-beres dapur dan seisi rumah. He-he-he.

Hujan turun sejak sore sempat membuat khawatir menganggu kenyamanan perjalanan. Tapi bersyukur, menjelang berangkat jam 21.00  WIB, langit mulai terang sisa gerimis kecil.

Saya memilih naik bus, karena pertimbangan bisa sewaktu-waktu berangkat. Bisa menyesuaikan mood. Bus jurusan Jogja 24 jam ada. Terus terang, buat saya lebih menyenangkan bisa menentukan waktu kapan berangkat atau pulang sesuka hati. Saya tidak suka diatur-atur harus naik kendaraan jam sekian-sekian. Kecuali jika urusan urgen atau karena jarak terlampau jauh dan hanya memungkinkan naik pesawat atau kereta, baru saya tak punya pilihan lain.

Diantar suami ke halte bus dekat exit tol Taman Dayu Pandaan, tak sampai 10 menit bus yang akan membawa saya ke Surabaya datang. Perjalanan lumayan lancar, tak sampai satu jam sudah tiba di terminal Purabaya.

Terminal lengang. Barangkali karena malam Jumat ditambah hujan sejak sore. Boleh dibilang perjalanan rada-rada mistis, secara malam Jumat Legi. He-he-he.

Saya putuskan untuk menikmati suasana terminal sambil foto-foto buku. Biasanya kalau di terminal saya suka mampir ke salah satu kedai untuk ngopi sembari menunggu waktu agak malam. Ya, naik bus tengah malam supaya tiba di Jogja tidak terlalu pagi. 

Tapi karena sebelum berangkat sudah ngopi dan makan banyak,  maka acara ngopi di terminal saya coret.

Baru mau naik eskalator menuju bus luar kota, saya sudah disambut kru bus.

Baiklah, saya langsung menuju bus Patas Eka jurusan Jogja. Kursi di belakang sopir sudah terisi. Tapi deret di belakang berikutnya kosong. 

Tak masalah. Saya pilih di sisi kiri, dekat jendela. Bus melaju tenang di antara rinai gerimis. Saya tertidur lumayan lama. Karena tahu-tahu dibangunkan sudah di tempat istirahat makan di daerah Ngawi.

Saya makan tanpa selera. Kebayang kan dalam pagi buta makan nasi, gitu? Saya menyesap teh dan berharap bus segera berangkat lagi. Karena pingin melanjutkan tidur. Eh segera sampai di Jogja, ding! He-he-he.



Hore! Piknik naik bus. Dok. Pri


Dua puluh menit rehat di Ngawi, bus kembali meluncur tenang. Saya kembali tertidur sampai bus masuk Solo.

Terbangun saat ketika bus transit di terminal Tirtonadi, Solo. Saya mulai panik karena gadget rewel. Sementara saya harus berkoordinasi dengan sejumlah orang, termasuk kawan yang sudah saya peseni motor untuk operasional selama di Jogja. Kalau gawai sekarat, alamat bakal ribet, secara sebelumnya saya bilang motor mau saya pakai dari terminal. Mengenai jam berapa saya tiba di Jogja, saya berjanji akan menghubungi kawan saya saat posisi sudah di Solo. Sehingga dia bisa memerkirakan jam berapa dia mengantar motor untuk saya di Giwangan.

Kepala saya berfikir cepat. Menyusun skenario darurat. Jika gawai saya tidak bisa halo-halo, maka saya putuskan pulang ke tempat sahabat saya yang menjadi jujugan dengan naik gojek. Setiba di sana, saya akan pinjam gawai sahabat saya untuk menghubungi sohib saya urusan kendaraan, minta tolong motor diantar di tempat saya stay selama di Jogja. Beres urusan.

Tapi puji syukur Ilahi, HP saya satu-satunya terisi batere juga, sehingga bisa On Air. (Terima kasih mas kru bus yang sudah sigap menolong.pen).

Selepas Solo saya tak bisa memejamkan mata lagi. Langit mulai terang. Saya menikmati perjalanan sepanjang Solo-Jogja yang juga ditingkahi sisa-sisa hujan. Bus berjalan lambat sekali.

Tepat pukul 05.45 WIB, bus mendarat di terminal. Saya menunggu kawan saya di luar terminal. Sembari melemaskan badan setelah lebih delapan jam di atas bus.

Langit agak gelap, tak lama hujan turun. Kepala saya basah. Tak mengapa. Pagi itu saya nikmati hujan pagi-pagi di Jogja. Barangkali itu cara semesta menyambut "kepulangan" saya.

Tak lama, kawan saya datang mengantar motor, dan serah terima kunci motor berlangsung cepat sekali. Saya sudah ingin beristirahat. Sebelum memulai pertemuan-pertemuan.

Hujan turun tak merata. Ada kawasan yang guyuran hujannya deras. Tapi dalam radius 200 Meter sesudahnya justru hanya rintik gerimis saja.

Melajukan motor di sepanjang Ring Road Selatan, menerbitkan kegembiraan. Saya seperti anak kecil  yang dapat mainan baru. Maklum saja, sudah lama sekali saya tak naik motor. Di tempat saat ini tinggal, saya tak berani naik motor. Tak punya nyali berjalan bersisian dengan kendaraan berat yang membuat jalan raya terasa sesak dan berbahaya. 

Padahal, jelek-jelek begini, saya pernah jadi pembalap amatiran. He-he-he. Sejak menikah, saya sudah insyaf dari acara ngebut. Kecuali jika di Jogja dan punya kesempatan menggeber motor sendiri. Hi-hi-hi.

Sepanjang perjalanan pagi itu, motor saya pacu dalam kecepatan 50 KM/jam. Tiba di rumah sahabat saya, dia masih belum berangkat ngajar. Jadi masih bisa ngobrol sebentar.

Selepas pukul tujuh pagi, rumah sepi karena penghuninya beraktivitas keluar semua, saya pun beranjak tidur. Cuaca mendung, langit gelap, angin menabuh pohon pisang, menjadi musik alam yang mengantar saya sejenak melepas letih.

Perasaan haru, rindu, cemas dan semua yang entah, mendadak melenyap seiring pagi yang begitu dingin di Jogja. Kota ini seperti menyimpan semua emosi mereka yang datang. Mendekapnya semacam pelukan kekasih yang menentramkan. 


(Bersambung).





















Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia