Menulis itu "Gampil"

Features di Rubrik Cipoers, Harian Surya. Dok : Harian Surya
Resensi Buku di Majalah Link-Go. Dok : Pribadi



MENULIS itu "gampil". Siapa saja bisa menulis. Dulu, saya masih mengalami era menulis di buku harian. Apa saja yang terjadi sepanjang hari saya tuliskan di sana. Tetapi, tentu saja, hanya saya yang bisa membacanya. Karena buku catatan itu punya kunci. Tetapi sekarang? Jamak orang terbiasa menulis di laman media sosialnya. Tak sungkan lagi siapa saja menyampaikan keluh kesahnya. Bahkan hal paling pribadi dibagikan juga melalui tulisan. Namun ada pula yang menulis hal-hal positif. Sehingga bisa menjadi pencerahan bagi orang lain yang membacanya. 

Meski begitu ada pula yang mengeluh susah memulai menulis. Bingung bagaimana memulai dan harus menulis apa. Ini juga kerap terjadi pada teman-teman mahasiswa dan pendidik yang (seharusnya) sudah terbiasa dengan kegiatan menulis. Padahal, banyak hal yang bisa dijadikan bahan tulisan. 

Saya ingin mengajak teman-teman untuk menjadikan aktivitas menulis sebagai budaya. Menulis yang bisa dibaca banyak orang dan menjadi sumber inspirasi melalui media sosial dan cetak. Syukur jika ada nilai rupiahnya.

Lalu, tulisan yang baik itu seperti apa sih? Pertanyaan itu kerap saya terima dari teman-teman yang mengaku kesulitan memulai menulis. Bagi saya, sederhana saja. Tulisan yang ketika dibaca membuat pembacanya mengerti atau paham isinya dan tidak menimbulkan multitafsir adalah tulisan yang baik. Meminjam istilah dalam dunia ilmu komunikasi, disebut komunikatif. 

Nah, untuk membuat tulisan yang komunikatif itu bagaimana caranya? Tulis saja apa yang kita lihat, dengar dan rasakan. Lalu, langkah berikutnya deskripsikan dengan bahasa yang jelas, ringkas dan padat. Tidak bertele-tele. Menghindari mengulang kata yang sudah dipakai sebelumnya dalam satu kalimat atau paragraf juga membuat tulisan jadi lebih singkat. Tidak boros kata. 

Berikutnya, menulislah dengan mengalir. Tidak lupa dalam proses menulis ini perhatikan tanda baca. Kapan ada jeda, harus berhenti, menggunakan tanda tanya dan tanya seru. Sebaiknya dalam satu kalimat tidak terlalu panjang. Sering kan kita membaca tulisan yang panjang dan hanya ada satu titik? Ingat, satu titik berarti satu kalimat. Hindari juga menyingkat tulisan. 

Tidak usah takut salah dalam menulis. Sebab, sebelum proses publikasi atau kirim ke media, kita bisa membaca ulang tulisan dan memerbaikinya. Boleh juga minta tolong orang lain untuk membaca dan memberi masukan dan komentar.  Ini bisa memerkaya tulisan kita.


Jika menulis sudah menjadi kebiasaan, tentu kualitas tulisan akan meningkat. Seperti ; Tata bahasa semakin bagus, tanda baca dan penggunaan EYD tepat. Lalu, jika sebelumnya hanya bisa menulis 350 kata, berikutnya bisa nambah jadi 500, 1000 dan seterusnya. Semakin sering menulis, koleksi diksi juga sudah pasti akan bertambah dan lebih variatif.  Agar tulisan tajam dan menggelitik, dukung juga dengan rutinitas membaca. 

Langkah selanjutnya, beranilah untuk mengirim tulisan ke media. Mintalah masukan pada redaktur penjaga rubrik dan jika tulisan belum layak muat, jangan kecil hati. Terus saja menulis dan mengirim. 

Mudah kan?
Jadi kapan kamu mulai menulis?

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia