Mengenal Budaya Jepang Melalui Novel

(BELUM bisa tidur dan teringat  pernah dapat hadiah buku lumayan bagus dari sebuah penerbit. Novel yang ditulis Eiji Yoshikawa, penulis Jepang yang kenamaan itu. Novelnya lumayan tebal, mau baca ulang agak-agak berat. Coba ngorek folder, ternyata ada resensi buku ini yang pernah saya tulis dan saya ikutkan lomba menulis timbangan buku dan menang! Dapat hadiah buku lagi. He-he-he. )



Samurai. Gambar ambil di Net.



Judul Buku              : Naruto Hicho Catatan Naruto yang Hilang
Penerbit                 : Kansha Publishing
Penulis                   : Eiji Yoshikawa
Tebal buku             : 385 halaman
Penerjemah            : Fatmawati Djafri
Cetakan                  : I/Juli/2013


           Menyusuri sepenggal kisah lampau yang memukau. Begitu kesan pertama membaca novel Naruto Hicho, Catatan Naruto yang Hilang. Novel bersampul hitam dengan gambar setangkai bunga sakura, lilin yang menyala dan sebilah katana, senjata para samurai itu seolah begitu magis dan ”gelap.”

             Menjejak  halaman pertama, seolah pembaca "dilempar” menjelajahi Osaka, Kyoto di hari dulu. Dibuka dengan Iblis Malam, Iblis siang, bulu kuduk saya meremang sejak halaman pertama. Kedatangan para tamu asing dari Imado di Asakusa, sang majikan, Karakusa Gingoro dan Taichi dari Matsuchi di tengah malam yang meminta semacam surat izin dari pos penjaga Osaka untuk menuju negeri Awa.

        Pada masa itu, kejahatan tengah menghantui kota, banyak pembunuhan terjadi di tengah malam. Pelakunya diduga Samurai, bukan untuk mencoba ketajaman mata pedangnya, tetapi  merampas harta benda. (hal 10).

            Perjalanan mendebarkan pun terus berlanjut hingga lembar-lembar berikutnya. Memaksa saya untuk menahan nafas sembari membayangkan situasi rumit nan pelik yang melatari cerita ini. Tentu saja, sembari bertanya-tanya ke mana saya hendak dibawa oleh cerita ini? Hingga terpaku pada  selarik panjang isi surat, yang sejatinya kunci dari kisah ini;

       Sepuluh tahun telah berlalu sejak Ayahanda memasuki Awa dan ananda mulai menyiapkan sesaji setiap hari, demi keselamatan Ayahanda. Sesuai peraturan keshogunan tentang agen rahasia, maka Ayahanda yang tak kembali selama sepuluh tahun akan dianggap tewas dan klan Koga yang bertahan sejak Tuan Gongen akan diputus riwayatnya. Hari keputusan itu sudah dekat....(halaman 23)

         Novel yang menjadi salah satu masterpiece Eiji Yoshikawa ini menyuguhkan banyak tokoh yang terlibat konflik di dalamnya. Masing-masing tokoh memiliki peranan penting dalam cerita dan diberikan porsi sama untuk diceritakan. Eiji Yoshikawa menuliskan dengan detail figur para tokoh yang berlaga dalam cerita ini. Memang, ini sempat membuat saya kesulitan dan kehilangan arah untuk mengikuti alur Naruto Hicho.

       Membaca kisah keshogunan Tokugawa dalam buku ini juga seperti diajak mengenal dan memelajari budaya Jepang yang penuh tata krama. Sekaligus berkelana menapaki jejak para samurai menorehkan cerita.

       Sejatinya, kisah Naruto Hicho ini pernah diterbitkan secara bersambung di koran harian Osaka (Osaka Mainichi Shimbun). Sekaligus memopulerkan nama Eiji Yoshikawa sebagai penulis jempolan.

        Tidak salah memang, novel setebal 385 halaman ini penuh dengan diksi apik dan anggun, dapat di jumpai pula kata-kata asli Jepang yang di tulis seperti aslinya, tentu saja diberikan penjelasan. Ini sekaligus menambah wawasan pembaca terutama bagi yang tertarik tentang negeri sakura seperti saya.

       Tidak melulu menghadirkan pertikaian sengit, Eiji Yoshikawa juga menyisipkan cerita romantis yang disajikan dengan manis dan tidak picisan.

     Putri Ochie? Putri Ochie? Nama itu bagaikan sebilah pisau yang menusuk dada Oyone yang bersembunyi di balik pagar. Ilusi cinta yang dibayangkan oleh Oyone kini diliputi bayang-bayang setan yang menari-nari. (halaman 83).

     Jujur, bagi saya novel Naruto Hicho ini merupakan kisah tersulit yang saya baca dan pahami. Ya, dibandingkan novel terjemahan lainnya yang dapat dengan sekejab bisa saya tandaskan, tidak demikian dengan Naruto Hicho. Salah satunya, karena dalam novel ini bertaburan banyak dialog, sehingga seperti membaca naskah drama.  Kemudian, terjemahannya masih orisinil, dalam artian seperti sesuai aslinya. Butuh waktu panjang untuk menuntaskan sekaligus memahami karakter para tokoh dan rajutan kisah yang disuguhkan.

     Tetapi ada yang membuat saya harus takzim pada kisah Naruto Hicho, yakni dengan detail menyajikan budaya Jepang yang anggun dan penuh penghormatan. Di samping itu, Eiji Yoshikawa berhasil memaksa pembaca untuk ikut bertualang, menjelma serupa samurai dengan katana, berjibaku  bersama daimyo dari negeri Awa dan merasakan perasaan cinta meluap-luap sekaligus patah hati dengan cara yang tidak sentimentil.

      Naruto Hicho tepat di baca para pecinta sejarah dan misteri yang menyukai kejutan di tengah-tengah kisah. Cocok dibaca saat senggang sambil merasakan sensasi menjelajah negeri sakura di masa silam. Sembari membayangkan paras cantik anak tunggal Kouga Yaomi, si Putri Ochie yang mencari ayahnya di negeri Awa. Penasaran? 


Kaki Penanggungan, akhir Desember 2013


-----

Nah, kalau penasaran mau baca lengkap novelnya, teman-teman bisa segera meluncur ke toko buku kesayangan. Siapa tahu masih ada. Karena buku ini sudah empat tahun lalu diterbitkan.

Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang