Bertualang ke Konjen AS di Surabaya







Bersama teman-teman Cipoer di depan Gedung Konjen AS. Dok : Imam Nugroho


Berpose bareng  Konsul Jenderal AS di Surabaya,  Ibu Heither C Variava dan Kepala Biro Humas Konjen AS, Ibu Christine Getzler Vaughan. Dok : Humas Konjen AS via Surya 




AWAL Agustus lalu, salah satu redaktur Harian Surya woro-woro, bahwa Konsulat Jenderal (Konjen) Amerika Serikat di Surabaya mengundang para penulis Citizen Reporter (Cipoer) untuk mengikuti paparan Prof Jon Krosnick dari Standford Unversity, USA bertajuk "How the Media Influence American Public Opinion."

Undangan Presentasi Prof Jon Krosnick. Dok : Konjen AS via Surya


Sayangnya, undangan itu terbatas hanya untuk 20 orang saja. Sehingga, ketika baca pengumumannya, saya langsung daftar dan sempat harap-harap cemas bisa dapat kursi atau tidak. Ternyata, yang berminat ikut banyak. Maklum saja, penulis Cipoer kan jumlahnya 1000 lebih. Walhasil, ternyata dapat tambahan kursi juga jadi 30 orang setelah Harian Surya melobi Konjen Amerika Serikat. Alhamdulillah, nama saya dan suami masuk daftar di antara 30 orang tersebut.

Dari dulu saya hobi sih ikut presentasi, kuliah umum atau konferensi semacam ini. Sempat rutin masuk kelas pascasarjana UGM di kelas  lintas budaya. Itu karena ada program khusus bagi umum yang ingin ikutan kuliah. Lumayanlah bisa dapat ilmu secara gratisan. He-he-he.

Nah, materi yang akan dibawakan Prof Krosnick ini sempat jadi santapan saya waktu kuliah S1. Makanya, semangat banget ingin mengulang lagi selain update info terbaru dunia media dari Amerika.

Tapi eng..ing...eng...

Sederetan syarat yang disampaikan pada cipoer lumayan ribet juga. Kami diminta setor nama sesuai identitas yang masih berlaku. Saya agak-agak trauma urusan beginian, jadi ingat pengalaman urus paspor beberapa tahun lalu yang rada riweh gara-gara nama yang tertulis di beberapa dokumen resmi tidak ada yang sama dengan akte kelahiran. Meski akhirnya berhasil juga mengantongi paspor. Gara-gara itu juga sempat dipelototin agak lama oleh petugas imigrasi di negara sebelah ketika pemeriksaan dokumen.

Sudah bertahun-tahun saya tidak pernah menggunakan nama asli. Lebih sering pakai nama singkat dan nama pena. Hi-hi-hi.

"Tulis nama sesuai identitas, jangan nama FB," begitu titah redaktur Surya menyampaikan pesan dari Konjen Amerika. Kata beliau, kalau nama yang didaftarkan tak sesuai identitas, pasti akan ditolak masuk oleh security Konjen.

Selain itu, informasi lain yang disampaikan adalah, pada hari-H tidak diperkenankan membawa gawai ke dalam area Konjen. Barang elektronik akan ditahan di petugas, sedangkan kalau ada yang bawa laptop, diminta mengamankan sendiri karena security Konjen tidak bersedia menerima titipan.

Baiklah, persyaratan itu kami taati.

Akhirnya, Selasa (15/8) lalu saat itu tiba. Dengan penuh semangat saya dan suami berangkat agak pagi, supaya tiba di Konjen AS lebih awal. 

Sempat terjebak macet dan sempat salah jalan, akhirnya tiba juga di depan gedung Konjen AS yang ada di dalam kawasan elit Citraland. Ini kunjungan kami kali pertama ke gedung ini.

Pagar Konjen cukup tinggi sehingga dari luar tidak terlihat situasi di dalam area Konjen. Ada beberapa pos penjagaan, dan untuk penerimaan tamu diarahkan di pintu security paling timur. Semuanya melalui satu pintu.

Ketika kami tiba, sudah ada beberapa teman yang datang duluan. Tapi masih menunggu di luar pagar.
Sempat ngobrol dengan mereka.

Baru sekitar pukul 13.15 WIB, petugas mengijinkan kami masuk ke area dalam dan antri di luar gedung kecil penerimaan tamu.

KTP diminta oleh petugas berseragam coklat muda. Dicocokkan dengan data yang sudah masuk, apakah nama di KTP sama dengan di daftar tamu hari itu. Setelah itu, kami diberi kotak plastik satu-satu. Semua barang bawaan kami di masukkan kotak dan diperiksa dengan handheld metal detector.

Berikutnya, tiap lima orang diizinkan masuk untuk pemeriksaan lagi. Barang-barang di dalam kotak diperiksa X-Ray, saya juga harus melewati pintu detector. Kayak di bandara gitulah. Sementara kantong makanan dan minuman langsung diamankan. Begitu pun alat komunikasi juga harus dimatikan dan dititipkan. Sementara waktu, terputus dari dunia luar. He-he-he.

Ternyata, oleh ibu petugas, saya masih diminta untuk membongkar isi tas, karena katanya isi tas saya belum dikeluarkan semua. "Ada botol cairan di dalam tas, tolong dikeluarkan," pintanya. Seingat saya, cuma alat tulis, ternyata hasil tangkapan layar pemindai memerlihatkan barang-barang lain di dalam tas hijau saya. Baiklah, saya bongkar dan olala, ternyata yang dimaksud botol isi cairan adalah minyak kayu putih. 

Setelah semua pemeriksaan beres, saya hanya diperkenankan bawa tas yang sudah dikosongkan isinya, lalu alat tulis dan dompet. KTP harus ditinggal di pos penerimaan tamu ( Mungkin  data kami dicek ulang). Kemudian, diberi kartu pengunjung dan kartu penitipan barang. 

Selanjutnya, saya diarahkan keluar dari pos pemeriksaan tamu untuk langsung menuju auditorium Konjen. " Langsung ke gedung saja mba, jangan menunggu yang masih diperiksa," instruksi petugas security di depan pintu keluar pos penerimaan tamu. Maksud saya sih, mau nunggu suami yang masih pemeriksaan, eh tapi gak boleh.

Rata-rata setiap orang diperiksa selama 10 menit.

Baiklah, saya jalan sendiri ke gedung utama yang jaraknya sekitar 100 meter dari pos penerimaan tamu. Tidak bisa foto-foto dong, pastinya. Hiks.

Tapi memang harus diikuti semua prosedurnya. Anggap saja lagi masuk kawasan Amerika beneran. Hahahaha. Sekilas, saya melihat banyak petugas berjaga menyebar di luar halaman. Gedung Konjen Amerika Serikat salah satu gedung vital yang memang mendapat pengamanan cukup ketat. Menurut info yang saya baca-baca, pengamanan di sekitar gedung diberlakukan secara terbuka dan tertutup. Prosedur ini juga diberlakukan pada gedung konjen atau konjen kehormatan negara lain yang ada di Surabaya dan di tempat lain.

"Silakan masuk melalui pintu sebelah kanan," suara petugas yang berjaga di bawah pohon memandu saya. Gedungnya sih sepi-sepi saja, tapi ternyata di setiap titik dan pojokan ada yang jaga. Belum termasuk kamera tersembunyi yang tersebar di banyak titik. Semua pergerakan orang yang lalu-lalang baik di dalam gedung maupun di luar gedung dalam radius sekian ratus meter akan mudah terdeteksi. 

Saya dorong pintu di pojok kanan gedung, lumayan berat juga secara pintu besi. Eh lahdalah, ternyata ada petugas lagi di balik pintu. Hihihihi. Kemudian saya diarahkan masuk ke ruang untuk teleconference. Di seberang pintu, sempat saya lihat ruangan kaca yang penuh dengan panel-panel dsb, entahlah itu ruang apa namanya.  

Di dalam auditorium, sudah ada Kepala Biro Humas Konjen AS di Surabaya, Ibu Christine Getzler Vaughan beserta staf lokal yang menyambut ramah. Ruangannya cukup sejuk dan baiklah, saya harus menguatkan diri dua jam berada di sini tanpa gawai dan terpapar pendingin ruangan. Secara saya alergi AC. Sambil menunggu undangan lain datang, Mbak Hanum Tyagita, staf humas mengajak kami beramahtamah dan memberikan kesempatan bertanya banyak hal.

Setengah jam kemudian, semua peserta sudah masuk ke auditorium, lalu Konsul Amerika Serikat, Ibu Heither C Variava memberikan sambutan dan teleconfrence dengan Prof Krosnick di Pasific Place Mall,  Jakarta pun dimulai. 

Tanpa jeda sedikit pun, selama kurang lebih 1,5 jam mulai pukul 14.00 WIB, Prof Krosnic memaparkan bagaimana media-media mainstream di Amerika membangun opini public melalui agenda setting dan priming. Rasanya saya kembali ke kelas Komunikasi 17 tahun lalu,  begitu mendengar bullet theory, psikologi massa dan sebangsanya.

Guru besar dalam Ilmu Komunikasi dan Psikologi ini juga mengungkapkan hasil risetnya disertai statistik dengan gamblang. Di sela-sela pemaparan yang disampaikan dalam Bahasa Inggris itu, Prof Krosnick yang juga penggebuk drum ini memberi kesempatan pada peserta di Jakarta dan Surabaya untuk mengajukan pertanyaan atau mendebat paparannya.

Saya sempat melontarkan pertanyaan mengenai peace journalism yang dijawab dengan tangkas dan detil oleh Prof Krosnick. Lumayan, setiap penanya dapat suvenir dari Konjen. Hi-hi-hi.

Totte bag dari Konjen AS. Dok : Pribadi


Setelah dua jam mengikuti paparan Prof Krosnick acara pun usai. Eitt, tunggu dulu!

Ibu Heither didampingi Ibu Christine sempat menyampaikan apresiasinya kepada seluruh peserta yang hadir. Beliau juga bilang, pihaknya akan welcome jika ada yang ingin berkonsultasi mengenai study di Amerika dan ada pendampingan gratis yang disediakan pihaknya.

"Telpon dulu untuk buat janji, karena untuk masuk ke Konjen AS tidak boleh tanpa konfirmasi sebelumnya," pesan Bu Christine.

Diplomat yang fasih berbahasa Indonesia ini juga berjanji akan mengundang cipoer lagi untuk hadir di Konjen Amerika Serikat.

"Kami akan buat acara lagi dan mengundang kalian untuk hadir, kita akan bertemu lagi," kata Ibu Heither dengan ramah. Yey!

Sebelum peserta pulang, Ibu Heither dan Ibu Christine mengajak kami semua foto bersama di depan gedung Konjen. "Harus ada foto-foto bersama, " kata Ibu Heither sambil meminta stafnya untuk memotret kami semua mulai gaya formal, sampai gaya bebas dan mengepalkan tangan "Merdeka"!

Terimakasih Konjen AS dan Harian Surya!

O iya sebagai kenang-kenangan mengikuti acara seru ini, saya tuliskan beritanya untuk rubrik Cipoer Surya yang bisa diakses di sini Liputan Ransel Mbak Yeye atau baca versi korannya yang dimuat Jumat (18/8).

Liputan acara di Konjen AS, dimuat di Harian Surya, Jumat (18/8). Dok Pribadi
















Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia

Kulineran Ikan Dorang