Melawan Lupa dengan Membaca dan Menulis

BELUM lama ini, ketika selancar ke dunia maya, saya membaca artikel bagus tentang kebiasaan mantan orang terkaya di dunia, Bill Gates dan istrinya, Melinda Ann French.

Pasangan suami istri yang kini mendedikasikan hidupnya menjadi filantropi itu suka sekali membaca buku. Kesibukannya sebagai pebisnis kaliber tak membuat mereka lupa untuk membaca.

Bill Gates bahkan selalu menyempatkan menuliskan lagi isi bacaan yang sudah dibacanya. Lalu, ia bagikan pada orang lain melalui laman media sosialnya. Itu dilakukannya, katanya, agar banyak orang bisa membaca apa yang dia baca.



Ambil di Net



Melinda pun sama. Di antara kesibukannya mendampingi suami dan mengurus anak-anaknya, ia melahap banyak bacaan. Kerap keduanya bertukar bacaan dan mendiskusikan buku yang mereka baca. Romantisme yang sederhana tetapi penuh makna ya? 



Pasangan cinta buku. Ambil di Net.


Membayangkan mereka mendiskusikan isi buku yang sudah dibacanya, kelihatannya seru. Saya jadi kepo gimana ya Bill Gates dan Melinda bila ngobrolkan buku? Pake debat dan berantem gak ya? He-he-he.

Saya dan suami pun kerap mendiskusikan isi buku. Memang, lebih sering saya yang memulai. Tipikal saya, ketika baca buku, biasanya suka menceritakan isinya, apalagi kalau ada kutipan-kutipan yang menginspirasi. Langsung, saya dekati pak hubby, entah apakah dia sedang main games atau  sedang serius dengan kerjaannya. Reaksinya kadang suka menyebalkan. Ha-ha-ha-ha. 

"Aku udah baca buku itu," jawabnya sambil senyum penuh kemenangan.

"What? Kok bisa? Kapan bacanya?" Doi langsung saya interview. Soalnya, pak hubby ini jarang terlihat baca buku dengan khusyuk kayak saya. Doi suka beli-beli buku, tapi ujungnya, saya yang disuruh baca terus menceritakan isinya.  Cara baca yang antimainstream. 

"Baca di e-book dong. Kan sudah ada filmnya juga itu!" Kalau sudah begitu, makin kesal-lah saya. Ha-ha-ha. Iya sih, kami memang beda kebiasaan. Doi senang belajar dari internet. Hobi nonton film juga lewat laptop, secara istrinya yang (tidak) jelita ini tidak demen ke bioskop. Tapi, sering juga doi bawa buku baru ke kamar, lalu dia bacakan buat saya. "Sayang, dengerin, ini ada buku bagus...." Akhirnya, saya jadi kepo dan mau baca sendiri. 




Di lorong buku Carrefour, Pasuruan. Jepretan Hubby.


Membicarakan isi buku, saya akui efeknya luar biasa. Bahkan meski perbincangan itu sudah lama. Pernah terjadi, di tengah seriusnya kami ngadep laptop masing-masing, pak hubby memastikan judul buku atau penulis yang pernah kami obrolkan. Rupanya, dia butuh referensi untuk mengerjakan sesuatu.


Dampak lainnya sih, tidak jarang saking seriusnya kami berdiskusi tentang buku, akhirnya malah berdebat dan berantem. Ha-ha-ha-ha. Itu kalau bukunya bisa membuat kami berada di dua kubu : Pro dan Kontra.

Pernah juga, saya nangis berhari-hari gara-gara abis baca novel, dan endingnya si tokoh utamanya malah mati bunuh diri. Nangis kesal, tepatnya. Kenapa, si tokoh yang digambarkan bijaksana, suka ngasih solusi pada teman-temannya, malah memilih mengakhiri hidupnya dengan terjun ke laut? Rasanya pingin protes ke penulisnya. 

Saya juga pernah mendapati pak hubby nangis saat nonton film. Katanya, dia terharu dengan lakon tokohnya. Kebetulan, doi sukanya film-film barat. Duh! Saya sih tidak mau kepo dengan ikutan nonton. Karena tidak suka melihat film. Ha-ha-ha.


Membaca dan menulis adalah salah satu cara untuk membuat otak kita tidak pikun. Beberapa penelitian sudah membuktikan itu. Saya pun juga merasakan benefit membaca. Salah satunya, mengingat peristiwa dengan detil, kapan dan di mana berlangsung plus nama orang yang ada dalam momen itu, meski sudah bertahun-tahun lewat.

Benar sih, ingatan yang dimiliki manusia ini bisa menurun seiring faktor usia. Makanya, perlu diberi asupan yang bergizi plus bacaan-bacaan berkualitas.

Sayang, kadang kita suka malas membaca apalagi menulis. Saya pun demikian, suka juga menunda-nunda untuk membaca atau menuliskan peristiwa-peristiwa yang saya alami. Faktor malas dan tidak mood jadi alasan. 

Dulu, saya kerap menulis di buku harian atau buku tulis. Begitu laptop sudah jadi mainan sehari-hari, nulisnya diketik. Tapi, kadang masih suka menulis di buku kecil.

Waktu masih aktif jadi pekerja media, kerjaan menulis adalah kewajiban. Tapi bukan berarti bisa dengan mudah menuangkan karya dan hasil liputan ke dalam tulisan. Ketika kondisi badan sedang capek dan hati sedang tidak karuan, bisa berjam-jam menghadap monitor tanpa satu kalimat pun. Menulis lead rasanya susah sekali. Itu terjadi ketika masa tenggat masih lama. Tapi, begitu deadline sudah dekat, rasanya menulis seperti dikejar setan. 

-----

Merekam jejak perjalanan dan bacaan melalui tulisan menjadi hal yang mungkin kita lakukan. Kapan saja bisa dilakukan. Tidak harus selesai saat itu juga. Foto-foto juga bisa menjadi rekam jejak perjalanan. Apalagi sekarang aktivitas memotret bisa dilakukan setiap orang dengan mudah.


Berikut cara yang kerap saya lakukan untuk melawan lupa :

1. Setiap mengalami pengalaman baru, saya suka membuat catatannya pada buku kecil. Termasuk hari dan tanggal peristiwa.

2. Saya juga mencatat siapa-siapa saja yang saya temui pada momen itu.

3. Foto-foto yang sempat terekam kamera, segera saya pindahkan ke album di media sosial atau folder di laptop. (Pernah, foto-foto yang saya buat di Genting Highland hilang karena hp mendadak hang sebelum dipindah ke folder. Syediiih...)


Jika ada waktu luang, segera reka ulang momen-momen itu ke dalam tulisan. Termasuk ketika baca buku bagus. Jika dirasa punya value, saya memilih untuk menulis dan  mengirimkannya ke media cetak. Bila dimuat, tentu akan menyenangkan, karena bisa dibaca banyak orang. Dokumentasinya pun lebih keren, karena berupa bukti terbit. Bisa diarsip untuk kenang-kenangan.

Yang lainnya, saya abadikan dalam catatan perjalanan (seperti di blog ini), dan saya olah menjadi karya puisi atau cerpen. (Jadi ingat, sudah lama saya tak menulis puisi dan cerpen. Lebih suka menulis features, hihihihihi).

Duh, PR saya masih banyak. Beberapa buku belum terbaca dan ada beberapa naskah belum selesai dikerjakan dan disunting. Kalau Bill Gates dan Melinda yang sibuknya amit-amit saja, masih punya waktu untuk membaca, harusnya kita (saya, maksudnya) yang lebih banyak santai ini punya waktu luang yang lebih untuk membaca dan menulis. Fiuh!



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia