Indahnya di Sekolah

Sekolah adalah rumahku. Foto : Ambil di Net.


INI kali saya akan menulis tentang sekolah. Biar blog saya ada seriusnya sedikit. 


SEKOLAH. Mestinya menjadi tempat menyenangkan dan membahagiakan untuk peserta didik. Sebab, di sekolah bisa bertemu orangtua kedua dan saudara-saudara baru yang tak lain adalah Bapak dan Ibu guru serta teman-teman.

Di sekolah, seharusnya murid-murid tidak hanya belajar teori-teori pelajaran utama ; Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah dll. Tetapi juga bersenang-senang mengeksplorasi minat dan bakatnya semaksimal mungkin. Sehingga berangkat  ke sekolah selalu ditunggu-tunggu dan dirindukan.

Dunia sekolah adalah dunia ceria penuh warna, imajinasi tanpa batas, eksplorasi ide dan kreativitas serba luas dan wahana untuk menjejak tangga cita-cita.

Semua itu juga didukung dengan fasilitas memadai, lingkungan belajar kondusif dan tenaga-tenaga pengajar yang menyenangkan,  mumpuni, kreatif dan inovatif.

Memang, belum semua sekolah di tanah air bisa menjadi tempat yang dirindukan anak-anak didiknya. Sering kan kita temui, anak-anak yang ogah-ogahan berangkat ke sekolah?

Ayo Sekolah! Foto: Ambil di Net

Saya pun dulu juga pernah begitu kok. Betapa pergi ke sekolah apalagi di saat waktunya ulangan itu berat banget. Duh!

Belum lagi bayang-bayang guru yang galak dan suka pilih kasih. Lalu, bangunan yang seram dan kumuh : Tembok penuh coretan, bangku-bangku kayu yang sudah tua dan sering bikin celaka murid yang duduk, perpustakaan yang buku-bukunya tak ada sampulnya, dan  toilet yang gelap dan airnya keruh.

Menjengkelkan lagi kalau ada teman-teman yang suka nakal dan sering iseng, biasanya sih ini pelakunya cowok. Dulu, belum ada istilah bully. Dan guru pun juga tidak care dengan urusan ini. Rasanya, sekolahan bukan menjadi tempat aman dan menyenangkan.

Pelajaran yang kita terima saat sekolah dulu hanya pelajaran utama. Belum ada materi lain. Sehingga makin membosankan berada di sekolah. Belajar itu-itu saja.

Saya termasuk siswi yang suka kabur dari sekolah. Hi-hi-hi. Kalau ada pelajaran tambahan dan saya sudah bosan seharian di sekolahan, diam-diam saya pulang. Ya untungnya, jelek-jelek begini, nilai saya masih lumayan dan masuk lima-sepuluh besar.

Pelajaran menyenangkan buat saya Bahasa Indonesia, PKn dan Sosial. Selain itu? Ya sekedar formalitas saja saya pelajari tanpa saya tekuni. 

Sekarang-sekarang, sudah banyak sekolah berbenah memercantik diri. Guru-guru pun juga jauh lebih ramah dan humanis. Mungkin karena dulu pernah mengalami betapa tak menyenangkannya belajar dalam situasi tertekan kali ya, jadi tidak mau melakukan hal yang sama kepada anak-anak didiknya. (Saya, salah satunya, karena pernah mengalami situasi "tertekan" ketika di sekolah, maka saya ingin menjadi sahabat yang baik untuk anak-anak didik).

Bagi saya, sebagai rumah kedua, sudah seharusnya sekolah menjadi tempat paling aman dan nyaman untuk murid-muridnya. Di sekolah pula, siswa menemukan jati dirinya, passion-nya dan pengalaman-pengalaman menyenangkan saban harinya.

Iklim belajar yang kondusif dan menyenangkan, fasilitas yang lengkap dan mudah diakses oleh seluruh siswa dan dukungan pendidik kepada peserta didik tanpa pilih kasih adalah faktor penting yang mendukung keberhasilan prestasi murid-murid dan di antara tenaga pengajar sendiri.


Guru tamu di SD Banyuripan, Bantul, Jogjakarta, Maret 2017. Dok : Pribadi

Para pengajar pun bisa menjadi orangtua tidak hanya menyampaikan materi di depan kelas, tetapi menjadi teman bercerita dan pemandu bakat bagi anak didiknya.  Ini bukan tugas ringan. Belum semua orang berkenan melakukannya. Apalagi jika sudah ada pertanyaan "Aku dapat apa?"  Ini tentu saja berkaitan dengan bayaran. Karena tak sedikit lo yang merasa kewajibannya hanya mengajar di kelas. Selebihnya, apa yang terjadi pada murid bukan lagi tanggungjawabnya. Ya ini oknum sih. Tapi ironisnya, banyak sekali jumlahnya.

Pendidikan idealnya adalah tanggungjawab banyak pihak. Orangtua yang peduli pada pendidikan, tidak hanya sekedar membayar biaya sekolah tetapi juga mendampingi anak-anaknya menempuh masa pendidikan; Menjadi pendengar, pengajar sekaligus karib yang akrab dalam segala hal serta inspirator utama bagi putra-putrinya.

Diskusi dengan walimurid di SCB. Dok : Pribadi


Sedih jika melihat fenomena orangtua yang menyerahkan pendidikannya pada tanggungjawab guru semata. Ada pula yang sudah cukup dengan memfasilitasi anak-anaknya tanpa mau tahu kemajuan apa yang diperoleh anak-anaknya.

Tak heran, banyak peserta didik yang justru lebih dekat dengan gurunya ketimbang orangtuanya. 
Itu masih mending, masih ada pihak yang bisa dipercaya untuk mengontrol, nah kalau mereka justru lari ke lingkungan pergaulan yang kurang tepat, bukankah ini jadi pekerjaan rumah lagi.

Saya selalu bersemangat bicara tentang sekolahan. Mewujudkan sekolahan yang ideal itu memang tidak mudah. Tetapi paling tidak, kita berusaha untuk menjadi pendidik yang baik jika kita berkecimpung di dunia pendidikan, dan menjadi orangtua yang selalu mendukung dan mendampingi masa belajar anak-anak. Salam belajar!


Belajar menulis berita. Sekolah Citra Berkat, The Taman Dayu. Dok : Pribadi


Bersama anak-anak didik di kelas jurnalistik, Sekolah Citra Berkat, The Taman Dayu. Dok : Pribadi






Comments

Popular posts from this blog

Ke Bali Naik Kereta Api

Kulineran Ikan Dorang

Bekerja dengan Cinta, Bekerja dengan Bahagia