Kereta Api, Transportasi Andalan dan Idola Para Pecinta Perjalanan
Kapan kali pertama Teman-teman naik kereta api?
SAYA masih ingat pengalaman naik kereta api kali pertama dengan kedua orangtua dan saudara. Waktu itu tahun 1987 saya masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Kami berkereta api kelas ekonomi dari Stasiun Porong menuju Stasiun Kota Malang. Sepanjang perjalanan, saya tak henti memandang ke luar jendela. Takjub melihat tiang listrik dan telpon bisa berjalan mengikuti kereta api.
Bocah-bocah dari balik jendela kereta api dalam perjalanan Jogja-Solo. Foto : Pribadi |
Lalu, dalam benak saya, kereta api istimewa
sekali. Sebab, setiap melintasi rel yang membelah jalan raya, semua kendaraan
kecil harus berhenti.
Tapi dari semua itu, yang membuat saya gembira
adalah ketika banyak sekali penjual makanan dan mainan lalu-lalang menawarkan
dagangan. Ibu sempat membeli beberapa macam makanan untuk kami nikmati
sepanjang perjalanan.
Tiba di Stasiun Malang, bergegas Ayah saya ke
loket untuk membeli karcis kereta api yang membawa kami kembali ke Porong. Iya,
saat itu perjalanan kami memang khusus untuk jalan-jalan merasai kereta api.
Sama dengan saat berangkat. Saya memilih duduk di
tepi jendela. Senang rasanya melihat sawah, sungai dan jembatan yang seperti
ikut berlari di sebelah gerbong. Tak jarang, petani yang sedang di sawah
melambaikan tangan ke arah kereta. Sungguh, pengalaman berkereta api yang tidak
bisa saya lupakan.
Menunggu kereta di Stasiun Tugu Yogyakarta. Foto : Pribadi |
Waktu kuliah di Jogja (2000-2004), kereta api
kelas ekonomi menjadi sahabat baik saya. Saat liburan semester tiba, bersama
teman-teman, kami pulang ke Sidoarjo dengan berkereta ekonomi.
Setiap kali akan memulai perjalanan berkereta, saya dan teman-teman selalu berdoa, semoga dalam perjalanan akan bareng dengan cowok-cowok cakep. Banyak kisah tentang bertemu jodoh di dalam kereta api. Itu juga yang menginspirasi kami untuk naik kereta api jaman remaja dulu.
Pagi-pagi sekali kami sudah menuju Stasiun Lempuyangan menunggu kereta Sri Tanjung jurusan Yogya Lempuyangan-Banyuwangi Baru.
Pagi-pagi sekali kami sudah menuju Stasiun Lempuyangan menunggu kereta Sri Tanjung jurusan Yogya Lempuyangan-Banyuwangi Baru.
Perjalanan dengan Sri Tanjung yang diambil
dari nama tokoh dalam cerita rakyat
Banyuwangi itu kami pilih karena alasan ekonomi. Lebih irit.
Kereta Api Sri Tanjung penuh kenangan. Foto : Ambil di Net |
O iya, setiap akan beperjalanan dengan kereta
ekonomi, jauh-jauh hari saya sudah mengumpulkan uang recehan dalam jumlah
banyak. Buat apa? Tentu saja untuk memberi para pengamen yang tidak ada
habisnya sepanjang perjalanan dan tukang bersih-bersih gerbong kereta.
Kalau tidak dikasih, para pengamen dan anak-anak
yang membawa sapu kecil ini tidak akan beranjak dari depan muka kami. Sangat menganggu
sekali. Tapi, para penumpang di kelas ekonomi tidak bisa berbuat
apa-apa.
Belum lagi, para pedagang asongan yang menjajakan
macam-macam dagangan. Kehadiran mereka sungguh menggoda iman. Betapa tidak,
aneka jajanan dan minuman hilir mudik di depan kami. Bikin ngiler!
Walhasil, saya pun beli. Mulai nasi bungkus,
cemilan, es sirup dan banyak lagi. Iseng, pernah saya menghitung, uang yang
saya keluarkan untuk jajan ternyata lebih besar dari harga tiket yang kami
beli.
Soal kenyamanan dan keamanan? Aduh, naik kereta
api masa-masa itu harus penuh kewaspadaan. Para penumpang tidak boleh lengah.
Sering banyak kejadian orang kecopetan atau ditipu di dalam kereta. Ini juga
berlaku di gerbang kelas bisnis dan eksekutif.
Itulah kenapa, kalau naik kereta api ekonomi saya
lebih suka pergi beramai-ramai dengan teman. Soalnya, kami bisa gantian tidur
saat perjalanan.
Kereta "kelas kambing", begitu saya dan teman-teman
pernah menyebut transportasi yang kami tumpangi. Itu tak lain karena pernah,
dari Jogja ke Surabaya, kami barengan dengan penumpang yang membawa anakan kambing
ke dalam gerbong. Walhasil sepanjang jalan, kami harus bertahan dengan bau kambing.
Belum lagi tempat duduk yang joknya keras dan
besinya berkarat. Ditambah toilet yang bikin mual. Sungguh, perjalanan
berkereta api penuh ujian dan cobaan.
Itu dulu!
Sekarang, PT
Kereta Api Indonesia (PT KAI) sudah berbenah dan makin hari pelayanan
dan fasilitasnya kian bagus. Gerakan reformasi layanan kereta api dimulai saat
Ignasius Jonan menjadi Direktur Utama PT KAI (2009).
Menurut informasi yang dirangkum portal berita Merdeka.com, perbaikan yang
dilakukan Jonan di antaranya; Memberlakukan sistem boarding pass. Calon penumpang yang hendak bepergian dengan
kereta api wajib menunjukkan identitas yang sesuai dengan nama yang tertera di
tiket.
Petugas di pintu masuk akan mencocokkan data
sebelum mengijinkan calon penumpang masuk ke peron. Ini tentu bisa membuat peron
benar-benar bersih dari orang-orang yang tidak berkepentingan naik kereta api.
Periksa KTP sebelum masuk peron. Foto : keretaapikita.com |
Lalu, menerapkan penjualan tiket secara online. Ini
memudahkan bagi calon penumpang untuk beli tiket cukup melalui ponsel.
Sekaligus memberantas praktik percaloan yang meresahkan.
Kemudian memercepat jarak tempuh perjalanan ini
karena dukungan selesainya jalur rel ganda. Lalu, menghidupkan stasiun yang
mati suri seperti rute Sukabumi-Bogor dan Solo-Purwokerto. Selain di Jawa,
sejumlah stasiun di Sumatera juga direvitalisasi, seperti di Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan.
Di samping mengoperasikan kereta api dari dan ke bandara Kualanamu-Medan.
Yang tak
kalah penting adalah perbaikan fasilitas di atas kereta api. Di semua kelas
kereta, dipasang AC, ada stop kontak untuk mengisi baterai ponsel, keamanan oleh Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska) dan bebas dari pedagang asongan.
Penumpang tidak boleh bayar tiket di atas kereta,
jika ada penumpang tidak punya tiket, akan diturunkan oleh di stasiun terdekat.
Lalu, penumpang tidak boleh ada yang naik di sambungan rel atau toilet.
Kebersihan toilet juga diperhatikan. Tidak ada
lagi kamar kecil di kereta yang pesing dan kumuh.
Saya memang
tidak sesering dulu menggunakan transportasi kereta api, karena pertimbangan suka
pergi tanpa rencana.
Meski demikian, saya sempat merasai kenyamanan
berkereta api. Seperti saat beperjalanan
dari Stasiun Purwosari, Solo ke Stasiun
Tugu Jogja dengan Prameks (2015). Gerbong yang saya tumpangi dingin dan wangi.
Saya sempat ke toilet dan mendapati keadaan bersih dan harum.
Logo PT KAI |
Lalu, saat beperjalanan dan Stasiun Bangil menuju
Stasiun Banyuwangi Baru, kereta api kelas bisnis yang saya tumpangi cukup
bersih dan nyaman. Polsuska secara bergantian mengamankan perjalanan kami dengan
patroli ke gerbong-gerbong.
Tahun lalu, saya juga berkesempatan lagi naik
Prameks dari Stasiun Tugu di Jogja menuju Stasiun Purwosari, Solo bersama teman-teman.
Meski pun gerbong penuh dan di antara kami harus ada yang berdiri, tetapi
perjalanan begitu menyenangkan. Kondisi gerbong cukup bersih dan tidak ada besi
berkarat. Sehingga membuat kami nyaman sepanjang perjalanan.
Bersama teman-teman di Stasiun Purwosari, Solo. Foto : Pribadi |
Senangnya naik kereta api Prameks. Foto : Pribadi |
Lalu, saat lebaran 2017, saya dan suami kembali
mudik dengan berkereta api. Fasilitas pemesanan tiket secara online memudahkan
kami yang dadakan memutuskan pulang ke Bali dengan naik kereta api. Dua tiket
kelas bisnis kami dapatkan dengan mudah. Cerita serunya mudik dengan kereta api sempat saya tulis di Ke Bali Naik Kereta Api.
Tiket kereta api Mutiara Timur Malam yang kami pesan lewat online. Foto : Pribadi |
Setahun terakhir ini, suami malah memilih kereta
api sebagai transportasi favorit saat perjalanan dinas ke luar kota.
Alasannya, naik kereta api lebih santai dan aman. Paling
sering saat tugas ke Solo dan Jogjakarta, suami menggunakan kereta api
Ranggajati.
Dalam rangka Hari Kereta Api yang ke-72 ini, tentu saja, sebagai pengguna layanan kereta api, saya
berharap perbaikan terus dilakukan secara konsisten.
Kereta api di masa datang, harus bisa menjadi transportasi
andalan yang aman dan terpercaya. Naik kereta api bukan karena terpaksa, tapi
memang karena kendaraan ini pilihan tepat untuk mengantarkan ke semua kota
tujuan.
Tentu, untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa
hal yang harus menjadi fokus bagi PT KAI. Seperti ; Pelayanan dan keamanan di dalam kereta harus terus
menerus ditingkatkan. Sebab, masih ada juga kasus-kasus kriminalitas yang
terjadi di dalam gerbong, seperti pencurian barang berharga milik penumpang.
Kinerja Polsuska di dalam kereta harus lebih diefektifkan. Akan lebih baik juga
ditempatkan petugas yang melakukan pengamanan secara tertutup di dalam gerbong
di semua kelas. Tidak hanya pada saat momen tertentu saja. Tetapi dalam setiap
perjalanan kereta api. Di samping optimalisasi penggunaan CCTV di setiap
gerbong. Ini akan memberikan rasa aman pada para penumpang.
Lalu, peningkatan pelayanan di restorasi dengan
penyajian menu-menu yang variatif dan kalau bisa berbeda-beda setiap harinya.
Eitt! Tapi harganya jangan mahal-mahal ya! Karena setahu saya, beberapa kali
pesan makanan dan minuman saat naik kereta api, harganya di atas rata-rata. Jadi
bikin enggan untuk pesan banyak-banyak menu.
Kemudian, sering-sering bagi tiket kereta api cuma-cuma
untuk penumpang loyal. Tentu saja dengan syarat dan kondisi tertentu. Saya
yakin, akan makin banyak yang cinta dan makin loyal untuk menggunakan kereta
api dalam setiap perjalanan.
Bagi saya dan suami, kereta api adalah transportasi yang
penuh kenangan. Saat akan melamar saya, calon suami memilih naik kereta api ke Bali untuk berjumpa
orangtua. Itu perjalanan yang tidak akan terlupakan seumur hidup.
Comments
Post a Comment